Jumat, 11 Maret 2016

JELAJAH INDONESIA. LEMBATA: Negeri di Balik Samudera

Ile Boleng dari Pulau Lembata
Ile (Gunung) Boleng di Pulau Adonara terlihat menawan dan seperti sedang tersenyum hangat menyambut kehadiran saya di Pulau Lembata saat pesawat Susiair yang saya tumpangi dari Kupang melayang rendah di atas perairan Pulau Lembata. Puncak Ile Boleng sedang berpayung arak-arakan gumpalan awan putih bermandikan teriknya matahari. Kegersangan puncak berapi berpadu hijau rimbunan pepohonan serta savana coklat di perbukitan dan lereng hingga lautan biru berbuih putih di dasarnya bagaikan lukisan raksasa tak terbeli. Susiair terus melayang menuju landasan melewati pepohonan dan rumah-rumah penduduk hingga akhirnya mendarat mulus di airport Wunopito Lewoleba, Pulau Lembata. Kaki saya menapak di tanah pulau Lembata sekitar jam 10 pagi hari pertengahan September 2015. Aiport Wunopito masih sederhana dan hanya bisa didarati pesawat kecil seperti Susiair yang barusan saya tumpangi atau Wingsair. Susi dan Wings merupakan 2 maskapai yang melayani mobilitas udara Kupang - Lewoleba PP.

Landscape Pulau Lembata dari udara
Lembata atau yang saya kenal pada masa kecil sebagai pulau Lomblen merupakan salah satu pulau di provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang terkenal kering dan tandus. Provinsi ini selalu didera busung lapar dan menjadi salah satu provinsi termiskin di Indonesia yang berbanding terbalik dengan kemewahan dan kemakmuran hidup para pejabatnya. Para pemburu paus gagah perkasa yang dikenal sebagai orang-orang Lamalera berasal dari pulau ini. Walau nama Lomblen berubah menjadi Lembata pada tahun 1967, namun nama Lembata baru dikenal luas sejak tahun 1999 saat Lembata  menjadi wilayah administratif kabupaten sendiri terpisah dari Kabupaten Flores Timur.

Landscape Pulau Lembata
Jelajah saya ke Lembata merupakan bagian dari rencana jelajah Flores yang telah saya rencanakan setahun silam. Vitri - seorang rekan kerja - menginformasikan adanya paket tour murah seharga 1 juta rupiah per orang selama 4 hari  di Lembata. Saya memutuskan bergabung mengikuti tour tersebut setelah membuat beberapa skema perjalanan dari ujung timur Flores, yakni kota Larantuka ke Lembata lalu ke Alor atau sebaliknya. Setelah membuat simulasi beberapa skema perjalanan, termasuk menghitung ketersediaan waktu, akhirnya saya memutuskan memadukan jelajah Lembata dan Flores. Rencana kunjungan ke Alor saya tunda ke lain waktu. Melalui Vitri, saya dikenalkan pada Donny yang menjadi tour leader sekaligus mengurus administrasi pendaftaran, termasuk biaya keikutsertaan 4 hari di Lembata.

Airport 
Rombongan jelajah Lembata disambut panitia di pintu keluar bangunan terminal. Setelah jabat tangan dan saling sapa, para anggota rombongan dipersilahkan menaiki 1 bis sedang seukuran kopaja atau metromini di Jakarta dan 1 truk yang telah dimodifikasi sebagai kendaraan angkutan penumpang. Truk angkutan penumpang seperti ini sangat umum di seluruh Flores. Ruang kosong truk diberi jejeran bangku kayu dari depan ke belakang dengan lorong di tengah untuk akses masuk dan keluar penumpang. Sebagian besar anggota rombongan memilih naik truk bercat hijau itu. Saya dan 5 orang lain memilih menggunakan bis berwarna dasar putih dengan sejumlah asesoris tambahan seperti lukisan kepala orang Indian, tulisan berbahasa Inggris dan Indonesia serta nama bus itu sendiri, yakni Firdaus. Tipikal kendaraan angkutan umum khas NTT, pikir saya. Setelah semuanya mengambil tempat dalam bis dan truk, kedua kendaraan tersebut bergerak beriringan meninggalkan parkir bandara menuju hotel yang juga telah disediakan panitia setempat di Lembata.

Spanduk panitia penyelenggara
Kami tiba di hotel Palem Indah sekitar jam 11 siang dengan waktu tempuh 30an menit dari bandara ke hotel. Hotel ini disediakan Pemda setempat yang bertindak sebagai panitia lokal yang bekerja sama dengan Donny dan timnya di Jakarta. Selain hotel, panitia juga menyedikan kendaraan dan konsumsi, termasuk mengorganisir penyambutan penduduk setempat di lokasi-lokasi kunjungan pada hari kedua dan ketiga. Sekali lagi kami disambut panitia lokal di lobby hotel dan diarahkan ke resepsionis untuk check in. 2 staf hotel di meja resepsionis melayani anggota rombongan yang check in. 1 set sofa warna hitam ditempatkan sekitar 1 meter dari depan meja resepsionis. 2 sofa tunggal masing-masing ditempatkan di bawah tangga dan samping kiri pintu masuk. Beberapa anggota rombongan yang telah selesai check in ataunpun sedang menunggu giliran terlihat duduk selonjor atau sedang ngobrol. "Mas satu kamar dengan pak Yohanes, kata staf perempuan yang melayani saya di meja resepsion sambil
menyerahkan kunci kamar. Setiap kamar ditempati 2 tamu sebagaimana telah diinformasikan panitia
Sambutan pejabat provinsi NTT
Jakarta. Ternyata Yohanes telah berada di lobby sehingga kami berkenalan satu sama lain lalu jalan bersama ke kamar kami di lantai 2. Seorang staf hotel menemani dan mengarahkan kami berjalan melalui lorong di sebelah kiri pintu masuk lurus ke belakang lalu belok kiri menaiki tangga yang terletak sekitar 5 meter dari belokan. Sebenarnya, tangga akses ke lantai 2 tersedia di 2 area, yakni depan lobby dan satu lagi di bagian belakang. Namun staf hotel mengarahkan kami melewati lorong lantai dasar mungkin dengan maksud mengenalkan kami ke area dalam hotel tersebut. Saya dan Yohanes menempati kamar cukup luas dan bersih. Kamar ini memiliki balkon ke taman di bawah yang dipenuhi rerumputan hijau dan pepohonan rindang. Kamar dilengkapi 2 tempat tidur berukuran semeteran, 2 bantal bersarung putih di masing-masing tempat tidur, meja kecil (nakas) yang ditempatkan diantara kedua tempat tidur, kursi dan meja, AC, TV dan lemari. Kamar mandi dilengkapi wastafel, closet duduk, bathtube dan air panas yang hanya terasa hangat-hangat kuku saat digunakan.

Pengalungan seledang ke perwakilan rombongan
Selesai membersihkan badan dan ganti pakaian, saya kembali ke lobby lalu berjalan ke ruang pertemuan berjarak duapuluan meter di belakang lobby hotel. Panitia membuat acara penyambutan dan menyediakan makan siang di ruang pertemuan tersebut. Saat saya memasuki ruangan pertemuan, acara telah sedang berlangsung. Selamat datang dan sambutan-sambutan mengisi acara penyambutan yang ditutup dengan pengalungan selendang ke perwakilan rombongan, seorang perempuan dan seorang laki-laki. Selesai acara penyambutan dan arahan kegiatan oleh panitia,  kami semua antri mengambil makan siang prasmanan yang telah disediakan di ruangan penyambutan. Kebanyakan anggota tour telah memakai kaos berkerah warna biru muda yang disediakan dan dibagikan panitia.

Landscape Pulau Lembata
Selesai makan siang dan istirahat, rombongan memulai perjalanan jelajah ke tempat-tempat yang telah ditentukan panitia. Masing-masing anggota rombongan memilih tempat di bis dan truk yang akan mengantar kami ke lokasi jelajah hari ini, yakni pantai Waijarang, bukit Wolorpass (bukit Cinta) dan bukit Doa Waijarang. Kendaraan yang kami tumpangi keluar gerbang hotel lalu belok kiri berjalan beriringan ke arah Barat. Kali ini saya memilih truk guna memudahkan saya memotret obyek-obyek menarik di sepanjang jalan yang kami lalui. Truk melewati rumah-rumah penduduk yang bertebaran di sepanjang jalan, melewati pasar tradisional terus meliuk-liuk menelusuri jalan beraspal yang dipenuhi lubang di sana
Ile Boleng dari Pantai Waijarang Pulau Lembata
-sini. Kadang debu beterbangan karena jalan beraspal tiba-tiba berubah menjadi jalan tanah, aspalnya telah hilang entah kemana. Selain kebun dan dan pekarangan, landscape didomininasi savana warna coklat. Beberapa lahan perbukitan berwarna hitam karena habis terbakar. Lahan lain didominasi pohon lontar atau pohon tertentu yang hanya bisa bertahan hidup di Lembata pada musim panas yang kering. Nun jauh di horizon, pantai berhiaskan perahu nelayan dan kapal-kapal kayu serta lautan biru menjadi selingan diantara warna coklat savana pulau Lembata. Ile Boleng dan pulau Adonara terlihat gagah perkasa di kejauhan. Kemolekan dan keindahan Indonesia yang tidak saya peroleh di Jakarta. Lembata, negeri di ujung samudera dengan keterbatasan infrastruktur jalan sedang bersolek menarik para penjelajah dan pengunjung menikmati keelokan alam serta senyuman ramah dan tawa ceria wajah-wajah sangar penduduknya.

Bersambung


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

JELAJAH INDONESIA. Pulau Rote & Ndana: Menjejaki Negeri Para Leluhur

1 perahu dari Pelabuhan Oeseli, Pulau Rote  Akhirnya, perahu nelayan milik Pak Ardin membawa kami mendekati tepi pantai Pulau Ndana. Tep...