Selasa, 15 Desember 2015

JELAJAH JEPANG: Persiapan Perjalanan

Jepang sama seperti Bali, kata seorang teman kantor. Sekali dikunjungi, kita akan jatuh cinta dan selalu ingin kembali ke sana. Benar kata-kata teman saya tersebut. Setelah mengunjungi Jepang pada tanggal 22 - 29 November 2015, masih banyak tempat menarik, indah dan elok yang harus dikunjungi dan dijelajahi di Jepang. Walau mahal, namun seperti kata orang "ada barang, ada harga". Jepang bagaikan magnet yang selalu menarik dan mengingatkan untuk kembali dijelajahi.

Saya telah lama mengagumi Jepang melalui karya-karya tulisnya maupun film. Saya menikmati novel Jepang seperti Samurai dan Taiko ataupun film seperti the last samurai. Menikmati novel dan film-film Jepang membawa saya ke suatu dunia berbeda dalam hal sejarah, budaya dan arsitektur baik kuil, istana hingga rumah rakyat biasa - sama seperti kekaguman saya atas sejarah, budaya dan arsitektur kuno Eropa dan Indonesia berupa rumah tradisional, istana, kuil dan candi.

Jepang berbeda dengan negara lainnya termasuk Indonesia. Jepang yang terkenal sebagai negara
dengan penduduk yang disiplin, pekerja keras dan super bersih memiliki akar budaya malu (harakiri) yang sangat kuat. Jepang memiliki sejarah kepahlawanan para samurai, kemisteriusan para ninja dan geisha. Jepang memiliki keindahan keelokan bunga sakura di musim semi, keelokan perubahan warna warni dedaunan di musim gugur serta keabadian salju gunung Fuji sepanjang masa. Karena itu, Jepang menjadi salah satu negara impian untuk dikunjungi dan dijelajahi, walau negara ini terkenal sangat mahal. Banyak orang Indonesia, termasuk saya memasukan Jepang dalam agenda kunjungan.

Karena ingin mengunjungi dan menjelajah Jepang, maka seperti yang saya lakukan dalam penjelajahan sebelumnya ke berbagai negara dan berbagai tempat di Indonesia, riset menjadi dasar penting merencanakan perjalanan dan penjelajahan saya. Menelisik informasi online tentang musim, penginapan jaringan dan sarana transportasi merupakan bagian dari persiapan perjalanan saya ke Jepang. Karena Jepang merupakan negara dengan 4 musim, maka pilihan waktu kunjungan sangat penting untuk mendapatkan sesuatu yang mengesankan. Dari riset online, banyak travelers dan juga web-web wisata Jepang menonjolkan kunjungan pada 2 musim, yakni musim mekar bunga Sakura di Maret dan April serta musim gugur - yang ditandai dengan perubahan warna-warna daun dari hijau menjadi kuning dan merah - yang terjadi sejak bulan September - awal Desember tergantung lokasi kota / tempatnya di Jepang. Karena musim gugur dari Timur ke Barat Jepang terjadi pada bulan berbeda, maka penentuan waktu kunjungan saya ke Jepang sangat tergantung pada tempat / kota mana yang akan saya kunjungi dan Jelajahi. Setelah menelisik berbagai informasi, saya memutuskan berangkat ke Jepang pada akhir bulan November 2015 guna menjelajah Osaka, Hiroshima, Miyajima Kyoto, Nara, Fuji dan Tokyo. Selain ingin menikmati keindahan dan keelokan perubahan warna dedaunan, tempat-tempat tersebut juga menyajikan keunikan sendiri-sendiri yang berbeda satu sama lainnya.

Persiapan perjalanan ke Jepang saya mulai sejak Desember 2014. Selain mencari informasi awal di
internet tentang tempat-tempat yang akan saya kunjungi dan jelajahi, saya juga mengurus passport elektronik (E-passport) sehingga saya tidak perlu report mengurus visa masuk ke Jepang yang pastinya mensyaratkan berbagai hal. Kebetulan masa berlaku passport biasa saya tinggal beberapa bulan lagi akan berakhir sehingga saya langsung mengurus pembaruan paspor dari paspor biasa ke elektronik. Dengan menelisik website imigrasi, saya mendapatkan syarat-syarat pengurusan paspor elektronik. Walau biayanya lebih mahal, yakni 600 ribu rupiah dibanding paspor biasa, namun jika sudah punya paspor elektronik, banyak kemudahan lain yang diperoleh termasuk hanya memerlukan visa waiver saat berkunjung ke Jepang dalam periode 14 hari saja. Kunjungan ke Jepang dalam periode waktu lebih dari 14 hari harus mengurus visa biasa, walau telah punya paspor elektronik. Singkat kata, pengurusan paspor elektronik selesai dalam waktu 3 hari setelah semua persayaratan saya penuhi, termasuk foto di kantor Imigrasi Jakarta Selatan.

Setelah urusan paspor selesai, saya mulai mencermati promo berbagai maskapai ke Jepang. Akhirnya
pilihan saya jatuh pada Garuda yang mempromosikan tiket lumayan murah dibanding harga normal maskapai tersebut untuk rute Jakarta - Jepang. Dengan membayar sekitar 5juta 600 ribu rupiah saya telah mengantongi tiket PP Jakarta - Jepang. Karena saya telah memutuskan kota-kota yang akan saya kunjungi serta telah melakukan riset jarak antar kota dan alat transportasinya, saya memutuskan masuk melalui Osaka dan keluar melalui Tokyo. Dengan demikian, saya tidak perlu melakukan perjalanan bolak balik dari satu kota ke kota lainnya sekaligus mengefesienkan waktu kunjungan yang cukup terbatas. Untuk itu saya mengambil rute Jakarta - Osaka, Osaka - Hiroshima, Hiroshima - Miyajima - Hiroshima, Hiroshima - Kyoto, Kyoto - Nara - Kyoto, Kyoto - Tokyo, Tokyo - Fuji - Tokyo, Tokyo - Jakarta. Perjalanan ke Miyajima harus melalui Hiroshima sehingga saya memilih menginap di Hiroshima. Perjalanan ke Nara bisa dilakukan melalui Osaka atau Kyoto. Saya memilih melakukannya melalui Kyoto dengan memepertimbangkan waktu tempuh dan transportasi yang lebih mudah menggunakan JR Pass. Demikian juga perjalanan ke Fuji dapat dilakukan melalui Kyoto atau Tokyo. Saya memilih melakukannya melalui Tokyo dengan sekali lagi pertimbangan efesiensi waktu.

Setelah menentukan kota-kota yang akan saya kunjungi, persiapan berikut adalah penginapan. Jepang menyediakan 4 jenis penginapan, yakni hotel, apartemen, ryokan (penginapan tradisional khas Jepang) dan hotel kapsul. Setelah menelisik kelebihan dan kekurangan masing-masing penginapan tersebut, saya memilih menginap di hotel dan ryokan. Untuk itu saya memilih menginap di ryokan di
Kyoto, sedangkan di Osaka, Hiroshima dan Tokyo saya menginap di hotel biasa. Semua harga kamar di atas 1 juta rupiah - inilah salah satu yang menyebabkan Jepang dikenal sebagai salah satu negara termahal di dunia. Harga kamar ryokan rata-rata di atas 1 juta. Kecuali semi ryokan masih bisa diperoleh dengan harga di bawah 1 juta, itupun dengan jarak yang agak jauh dari stasiun utama yang memudahkan akses ke berbagai tempat menggunakan bis, kereta, metro dan subway. Namun karena saya memilih  semua penginapan dekat stasiun kereta dengan mempertimbangkan kemudahan akses dan efesiensi waktu maka kamar hotel dan ryokan yang saya pilih semuanya diatas 1 juta rupiah per malam karena dekat dengan stasiun utama, seperti stasiun Hiroshima, Kyoto, Osaka. Hanya di Tokyo, saya menginap di hotel yang jauh dari pusat kota, yakni di Kamata tapi jaraknya hanya sekitar 150 meter dari stasiun. Harga-harga kamar hotel dan ryokan yang saya gunakan tersebut merupakan harga termurah dari hotel dan ryokan di kelas yang sama atau lebih tinggi. Kelas hotel bintang 5 dengan harga kamar yang hampir sama dengan hotel bintang 3 berada di kota yang jarang dikunjungi turis, yakni Granvia di Hiroshima. Harga kamar hotel Granvia (bintang 5) di stasiun Hiroshima lebih murah dari ryokan Nishikiro di Kyoto - keduanya tidak menyediakan makan pagi, Jika ingin tambahan makan pagi, maka di Granvia dikenakan biaya tambahan sebesar 230an ribu per orang per malam - yang jatuhnya tetap lebih murah dari harga kamar tanpa makan pagi di Ryokan Nishikiro Kyoto. Karena kebanyakan penginapan dan resto hanya menerima uang cash, maka saya juga menyiapkan uang cash yen dengan cukup. Menukar rupiah ke yen di Jakarta tidak mudah seperti menukar dolar karena tempat penukaran uang hanya menyediakan sedikit yen. Untuk itu, saya harus menelpon terlebih dahulu atau mengunjungi beberapa tempat penukaran berbeda.

Setelah paspor, tiket pesawat dan kamar hotel selesai saya urus, hal penting lain adalah transportasi antar kota di Jepang. Dari riset online, saya mendapatkan informasi adanya fasilitas tiket kereta peluru (shinkansen) untuk 7 hari atau 14 hari yang disebut JR Pass. Setelah memperlajari dengan seksama, termasuk manfaat tiket paket tersebut. Karena saya hanya akan berada 8 hari di Jepang, saya membeli JR Pass yang berlaku selama 7 hari dengan pertimbangan pada hari terakhir saya bisa menggunakan tiket harian yang berlaku bagi turis di Tokyo. Setelah mengumpulkan dan menganalisis berbagai informasi online, saya membeli JR Pass di travel agent di Mid Plaza seharga 3 juta 600 ribu rupiah. Untuk membeli JR Pass tersebut, pembeli hanya perlu membawa paspor. Pembeli akan diberi voucher yang kemudian ditukar tiket JR Pass saat tiba di Jepang.

Persiapan berikut yang saya lakukan adalah mengurus visa waiver di Kedutaan Jepang. Pengurusan visa waiver sangat mudah. Saya datang pagi-pagi ke kantor kedutaan di Jl. Thamrin lalu ikut antrian yang  belum terlalu ramai. Tepat jam 8.30 pagi, security yang berjaga depan gerbang mengizinkan para pengantri memasuki kedutaan. Di pintu masuk, para pengunjung meninggalkan KTP atau SIM yang ditukar dengan kartu tanda masuk bagi pengunjung. Setelah melewati 2 pintu lagi, saya mengambil nomor antrian di mesin yang telah tersedia di ruang pengurusan visa waiver. Pada mesin antrian ini tersedia 2 bagian untuk pengurusan visa (A) dan pengurusan dokumen warga negara Jepang (B). Karena antrian tidak terlalu banyak, sekitar 15 menit kemudian saya telah dipanggil ke loket pengurusan visa waiver. Saya menyerahkan nomor antrian dan paspor kemudian menerima tanda terima dari petugas loket. Waktu pengurusan visa waiver ditentukan pagi hari, yakni jam 8.30 - 12. "Pengambilan paspor besok pagi dan dapat diwakilkan dengan membawa tanda terima" kata petugas loket. "Baik bu, terima kasih", balas saya lalu beranjak meninggalkan loket. Waktu pengambilan kembali paspor adalah siang hari jam 1.30 - 4.30 sore. Esoknya, saya kembali ke kedutaan Jepang mengambil kembali paspor saya yang telah diberi tulisan visa waiver yang berlaku selama 3 tahun untuk kunjungan dalam periode maksimum 14 hari.

Saya telah siap menjelajah Jepang...
Bersambung



Kamis, 10 Desember 2015

Perjalananan dan Pengalaman Jelajah Jepang: Osaka, Hiroshima, Miyajima, Kyoto, Nara, Fuji dan Tokyo

Jepang merupakan salah satu Negara termahal di dunia. Namun negara ini juga menjanjikan keindahan dan keelokan tersendiri sehingga banyak traveler memasukan Jepang sebagai salah satu negara yang harus dikunjungi paling tidak sekali.

Jepang sama seperti Bali kata teman saya. Sekali dikunjungi, maka selalu akan ingin kembali lagi. benar kata-kata teman saya tersebut. Setelah mengunjungi Osaka, Hiroshima, Miyajima, Kyoto, Nara, Fuji dan Tokyo pada tanggal 22 - 29 November 2015 menikmati perubahan warna dedaunan di musim gugur, saya ingin kembali lagi ke Jepang pada suatu saat nanti.

Kunjungan ke Jepang memberikan sejumlah pengalaman dan pembelajaran, antara lain:
1. Pengurusan visa bagi pemegang E-passport sangat mudah. Hanya perlu membawa passport, ambil nomor antrian, dipanggil, menyerahkan passport dan menerima tanda terima. Hari berikutnya saya telah bias mengambil visa waiver.
2. Sebelum berangkat saya telah membeli voucer Japan Railway Pass (JR Pass) paket 7 hari. Karena saya menjelajah Jepang selama 8 hari, maka hari terakhir saya menggunakan 1 day pass metro dan subway seharga 100 yen atau sekitar 120 ribu rupiah kurs saat itu. Voucer yang saya beli di Jakarta tersebut langsung saya tukar dengan tiker JR di Airport Kansai. JR Pass tersebut sangat berguna dan biaya transportasi menjadi lebih murah karena selain saya gunakan antar kota di Jepang, saya juga gunakan tiket yang sama di dalam kota untuk tempat-tempat wisata yang dilalui kereta JR. Misalnya Kyoto - Arashiyama PP, Kyoto - Fushimi Inara PP dll.
3. Kota-kotanya bersih dan cenderung sepi! Bebas sampah, bebas bau got dan  bebas hiruk pikuk mobil dan sepeda motor.. Hanya stasiun, terminal dan tempat wisata serta kuil yg penuh sesak dan ramai pengunjung..
4. Hanya ada sedikit mobil yg lalu lalang sehingga jalan2nya cenderung sepi dan lenggang;
5. Motor honda, suzuki, kawasaki dll produk jepang yg memenuhi jalan2 di Indonesia, tidak pernah terlihat di jalan2 Osaka, Hiroshima, Kyoto, Nara dan Fuji. Hanya ada 5 moge yg saya lihat di Tokyo selama 4 hari saya di kota tersebut.
6. Mobil dan motor tidak ada yg parkir di jalan dan gang-gang; hanya ada sepeda 󾌸.
7. Alat transportasi utama adalah kereta, bis dan sepeda. Keretanya terdiri dari Japan Railway/JR dan private company trains, Metro, Subway yg melayani rute dalam kota serta Shinkansen / kereta peluru yg melayani rute antar kota. Bis hanya ada 1 jenis seperti bis PPD non AC di Jakarta. Bis2nya bersih banget. Sopir2nya pake seragam. Tidak terlihat adanya beberapa jenis bis seperti di Jakarta (PPD, Metromini dan Kopaja) tidak ada jenis mobil angkot yg terlihat di jalan, gang pemukiman ataupun pendesaan.
8. Tiket kereta dan bisnya mahalllll banget dibandingkan Jakarta dan Indonesia. Tiket bis sekali jalan rata2 seharga ¥210 atau sekitar 21-23ribu rupiah. Kalo tiket kereta tergantung jarak. Jarak antar stasiun paling dekat (misalnya dari stasiun sudirman ke manggarai) harganya 20an ribu sekali jalan;
9. Selalu berdiri di sebelah kiri saat berada di escalator (tangga berjalan). Sebelah kanan untuk orang yg buru2 atau ingin lewat duluan.
10. Selalu antri dimanapun, termasuk di halte bis. Jangan berdiri berkerumum seperti di Jakarta. Bis hanya berhenti di halte2 yg telah ditentukan sesuai nomor masing2 bis.
11. Pengaturan rute / nama stasiun di Tokyo berbeda dengan Osaka, Hiroshima, Kyoto, Nara dan Fuji. Di Tokyo, nomor yg tertera di sign bord dalam kereta / subway / metro menunjukan waktu tempuh antar stasiun. Di kota2 lain, nomor menunjukan stasiun yg disinggahi..
12. Selesai makan, peralatan makan, termasuk tisu dll yg telah digunakan ditaruh ke tempat yg telah disediakan.
Jangan tinggalan peralatan yg telah digunakan di meja makan.
13. Sangat sedikit t4 sampah di t4 publik seperti stasiun, terminal, warung, tourist spots;
14. Selalu bawa kantong plastik ato kantong kertas tuk sampah sendiri sampe ketemu t4 sampah yg susah banget ditemukan 󾌸;
15. Kantong plastik hitam tidak pernah saya temukan di semua tempat yg saya jelajahi, bahkan kantong sampahnya terbuat dari plastik transparan sama seperti payungnya yg terkenal itu;
16. Jangan nyebrang walau sepi banget saat lampu masih berwarna merah dan harus selalu menyeberang di t4 yg telah ditentukan/diberi tanda. Tidak ada jembatan penyeberangan orang (JPO). Jalan dan bangunan, termasuk terminal dan stasiun semuanya dibuat ramah bagi orang tua, ibu hamil, anak2 dan kaum difabel;
17. Harga makanan, minuman dan transportasi mahalllll berkali lipat dibandingkan Jakarta (contoh air mineral ukuran botol aqua sedang seharga 3ribuan di Indonesia, harganya di jepang 11 - 15ribu; makanan paling murah yg pernah saya makan seharga 60ribuan rupiah terdiri dari semangkok kecil nasi dan beberapa irisan tipis daging sapi/babi kukus 󾍃.
18. Bawa koper kecil aja kalo mo jelajah jepang karena semua t4 penyimpanannya mungil2 󾌸, termasuk locker di sts n terminal, kamar tidur, kamar mandi, t4 tidur, bathtub, sikat gigi dll, termasuk tempat sampah dalam kamar hotelnya mungil banget. Semakin besar t4 yg dibutuhkan, harganya semakin mahal berkali lipat. Kalo mau bawa koper besar, siap2 aja repot sendiri di kereta, bis, escalator, kamar hotel, dll.
19. Selalu bawa tisu basah untuk cebok di toilet publik sept stasiun, terminal n t4 wisata. Semua toilet publik Jepang menggunakan cebok kering pake kertas doang 󾌸;
20. Mayoritas closet di t4 publik menggunakan closet jongkok Jepang (memanjang dgn lekukan ke atas. Digunakan dgn cara jongkok menghadap lekukan dan membelakangi pintu toilet 󾌸;
21. Semua tempat wisata, terutama kuil dan tempat2 terkenak di Jepang sangat penuh dan ramai pengunjung pada jam 9pagi hingga 6malam. Jika ingin dapat foto bagus sebaiknya bangun subuh dan telah ada di lokasi sekitar jam 7/8 pagi ato malam setelah jam 6. Kalau ga, pasti akan selalu ada pengunjung lain dalam foto2 kita 󾌸. Jika tidak ada pilihan, maka coba cari sudut2 yg hanya ada sedikit pengunjungnya 󾌸;
22. Jangan malu bertanya. Walau ada kendala bahasa, orang Jepang ramah dan sangat membantu saat kita menanyakan arah jalan atau alamat. Di beberapa tempat, org yg saya tanya bahkan mengantar saya hingga tiba di t4 yg saya cari..

Bersambung.....

JELAJAH INDONESIA. Pulau Rote & Ndana: Menjejaki Negeri Para Leluhur

1 perahu dari Pelabuhan Oeseli, Pulau Rote  Akhirnya, perahu nelayan milik Pak Ardin membawa kami mendekati tepi pantai Pulau Ndana. Tep...