Selasa, 31 Maret 2009

PERJALANAN PANJANG SUATU TANGGUNG-JAWAB

Beberapa bulan berselang bekerja di kantor baru, saya mendapatkan peran tambahan sebagai focal point untuk wilayah Provinsi Sulawesi Tengah. Tugas dan fungsi sebagai focal point adalah mengurus semua urusan yang sifatnya lintas sektor - yang menurut pendapat personal ku adalah sama dengan sebagian besar tugas dan tanggung-jawab ku sebagai seorang Program Officer di Papua Barat pada tahun 2006-07 silam.

Dalam kaitan itulah saat saya menulis catatan ini, saya sedang berada di salah satu kamar Hotel Rama di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah guna membantu Project Officer kantor saya mempersiapkan semua hal yang terkait dengan kunjungan salah satu donor proyek kantor saya di Provinsi Sulawesi Tengah.

Di pagi buta tanggal 30 Maret 2009, saya telah bangun dan bersiap menuju airport Soekarno Hatta. Malam sebelum tidur, saya telah membereskan segala sesuatu yang perlu dibawa dan juga memesan taxi langganan ku untuk dijemput jam 4.30 subuh... karena itu pada sekitar 4.25 saya telah siap sedia menunggu jemputan yang tak lama berselang telah nongol di depan gerbang rumah.

Singkat cerita, taxi membawa ku ke airport dalam belutan subuh Jakarta yang masih terlelap. Karena saya membawa 3 bagasi, maka saya pun meminta porter untuk mengangkat 2 bagasi ku, yang lalu ku bayar 15 ribu rupiah saat semua urusan administrasi penerbangan di konter check in selesai dilakukan.

Tepat pada waktunya, pesawat Garuda yang ku tumpangi berangkat ke Balikpapan sebagai kota transit ku ke Palu. Di Balikpapan saya akan berganti pesawat menggunakan Sriwijaya ke Palu. Waktu tempuh Jakarta - Balikpapan adalah sekitar 1 jam 50 menit sebagaimana diumumkan pramugari saat pesawat akan tinggal landas dari Soekarno Hatta airport.

Gerimis sedang mulai menitik bersama mendung sedang menggantung di langit bumi Sepinggan Balikpapan saat pesawat mendarat di airport Sepinggan. Bergegas kaki ku menapak cepat ke ruang kedatangan. Para porter sedang berjejer menunggu untuk mendapatkan reseki dari para penumpang, namun saya bergegas masuk dan mencari troli. Kebetulan saya penumpang pertama dari pesawat yang ku tumpangi yang masuk ke terminal sehingga satu-satunya troli tersisa bisa ku peroleh untuk barang bawaan ku. Sebelumnya, ada pesawat lain yang telah tiba sehingga seluruh troli telah terpakai.

Setelah menuggu sekitar 5 menit, bagasi ku tiba yang lalu ku pindahkan ke troli. Di depan pintu keluar saya bertanya ke petugas setempat kemana arah check in, karena saya harus berganti pesawat. Sang petugas dengan ramah menunjukan arahnya. Troli lalu ku dorong ke arah bertanda keberangkatan sambil mengamati kesibukan airport Sepinggan Balikpapan. Pilar-pilar beton kokoh sepelukan orang dewasa berukir khas Dayak berdiri tegak bagaikan para pengawal kerajaan yang siap melindungi orang-orang yang berlalu lalang masuk keluar tiada henti.

Bergegas saya menuju ruang keberangkatan. Namun di pintu masuk mata ku melihat papan bertuliskan "troli hanya sampai di sini". saya mencoba beradu argumen dengan petugas, namun tentu saja dia hanya melakukan tugasnya. Saat saya katakan tak bisa meninggalkan troli sebagaimana tertulis di papan tersebut, karena bawaan saya yang berat dan harus diangkut, dengan simple sang petugas menukas "pakai saja porter". Tentu saja harusnya seperti itu, apalagi di samping ku telah berdiri seorang porter. Namun karena saya merasa ditodong dengan cara tersebut, maka saya mengabaikan tawaran petugas tentang porter tersebut. Dengan sebal, barang bawaan ku angkut sendiri bergegas ke pintu masuk dan meletakannya ke xray mesin.

Barang bagasi ku angkut ke depan konter check in, namun ternyata untuk keberangkatan ke Palu belum dibuka. Saya lalu bertanya ke petugas dimana ruangan Sriwijaya air sehingga saya bisa menitipkan barang-barang tersebut karena saya masih harus menuggu beberapa jam lagi sampai konter check in dibuka. Tentunya lebih baik waktu tunggu ku isi dengan berjalan-jalan di sekitar airport tersebut daripada duduk menunggu di ruang check in yang tanpa bangku dan kursi. Saya lalu bergegas ke ruang penjualan tiket Sriwijaya lalu menitipkan 2 tas barang bawaan ku. Saat bergegas keluar ruangan tersebut, barulah saya melihat sepotong kertas bertuliskan "tidak menerima titipan barang" sedang terpampang di pintu masuk ruangan. Namun, saya tidak lagi kembali karena toh waktu menitipkan barang ku, 2 orang petugas loket dalam ruangan tersebut tidak melakukan penolakan.

Saya terus saja bergegas ke luar mencari rest room karena kebelet. Namun, ternyata toilet yang tersedia hanya menyediakan closet jongkok sehingga saya tidak jadi menggunakannya. Kaki ku langkahkan mengitari airport mencari-cari toilet yang yang memiliki closet duduk.. sambil melangkah mata ku mengitari sekitar yang disibukin oleh berbagai orang dengan berbagai kepentingan, termasuk para calo tiket, taxi dan juga penjual obat kuat untuk para lelaki. Seorang lelaki mengampiri ku dan menawarkan beberapa botol minyak yang katanya adalah minyak pengeras penis... saya hanya tersenyum dan bergegas melanjutkan langkah ku. Beruntunglah si penjual obat tidak menjejeri langkah ku untuk memaksakan tawarannya sebagaimana pengalaman ku dengan penjual souvenir di airport Wamena Papua.

Mata ku terus mencari-cari toilet lain di sekitar airport tersebut. Saat menengadah ke lantai 2, mata ku melihat tulisan toilet terpampang di lantai 2 bagian kanan dari tangga. Saya lalu bergegas, namun ternyata toilet juga tidak menyediakan closet duduk.. tak ada pilihan lain, saya pun menggunakan closet jongkok yang cukup bersih. lantainya pun kering mungkin jarang digunakan karena terletak di lantai 2, jika dibandingkan dengan toilet yang terletak di lantai dasar yang sering digunakan sehingga terlihat agak jorok.

setelah selesai, saya pun kembali ke lantai dasar dan melihat berbagai kios penjualan cindera mata, kartu handphone, majalah serta resto, cafe dan warung. Ada Bakso Lapangan Tembak, ada pula resto, cafe dan warung lokal. Saya berjalan-jalan tanpa tujuan di area airport untuk menghabiskan waktu karena tidak ada bangku ataupun kursi yang bisa diduduki. Di ujung teras untuk keberangkatan depan beberapa warung lokal, tersedia sederatan kursi, namun fully occupied... sehingga saya terpaksa hanya berjalan ke sana dan ke sini.

waktu telah menunjukan pukul sepuluh waktu Indonesia Tengah. Saya lalu kembali masuk ke ruang check in untuk memeriksa apakah sudah bisa check in, walau pada sebelumnya petugas menginformasikan bahwa konter check in ke Palu baru akan dibuka pada pukul 10.30. Saya lalu menghapiri petugas di konter chek in menanyakan apakah sudah bisa konter check in ke Palu telah dibuka. Petugas menujuk ke konter sebelah yang diatas tergantung tulisan Air Asia... saya lalu mengatakan bahwa flight saya adalah Sriwijaya, lalu petugas menyahut bahwa konter air asia dipinjam oleh Sriwijaya untuk check in ke Palu. Saya lalu bergegas menghampir 2 petugas di konter tersebut, menyerahkan tiket lalu mengatakan akan mabil barang di ruang penjualan tiket Sriwijaya. Tanpa menunggu jawaban, saya telah berbalik dan bergegas mengambil barang-barang titipan saya lalu kembali ke konter check in.

Selesai dengan semua urusan administrasi penerbangan, termasuk airport tax, saya pun bergegas ke ruang tunggu yang mulai penuh. Ruang tunggu terkesan agak kumuh karena kursi yang bertumpuk disesaki oleh para calon penumpang. Apalagi kursi-kursi yang menggunakan pelapis kain terlihat kotor oleh noda di sana dan di sini. Saya lalu berjalan mengitari ruang tunggu sambil melihat berbagai souvenir yang dijual dalam ruang tunggu tersebut. Tersedia pula ruang pijat reflexi yang tidak dijejali penikmat pijat refleksi.. bosan jalan kesana sini, saya pun megambil tempat duduk di bagian depan dekat bording gate A2 depan TV yang menayangkan acara hiburan dengan host Olga dan Rafiq.. Mata lalu ku pejamkan karena kantuk mulai mendekap...

JELAJAH INDONESIA. Pulau Rote & Ndana: Menjejaki Negeri Para Leluhur

1 perahu dari Pelabuhan Oeseli, Pulau Rote  Akhirnya, perahu nelayan milik Pak Ardin membawa kami mendekati tepi pantai Pulau Ndana. Tep...