Kamis, 22 November 2012

Palangkaraya : Primum and Optimum Remidium

22 November 2012
Sejak kemarin mendengarkan para profesor mengajar para peserta pelatihan, ilmu hukum saya berkembang dengan sendirinya. Prof Muladi, Prof Takdir, Prof Asep, dan sekarang Prof Komariah pada topik tindak pidana korporasi. Korporasi sebagai suatu badan hukum memiliki tanggungjawab sebagai suatu subyek hukum yang harus dimintai pertanggungjawabannya jika perusahaan tersebut melakukan tindak pidana.

Lalu siapa yang harus bertanggunjawab dalam suatu tindak pidana. Semua profesor tersebut sependapat dan sekata. Yang diminta pertanggungjawabnya di depan hukum adalah Dewan Direksi perusahaan yang melakukan tindak pidana. Setiap kebijakan yang diambil oleh suatu korporasi atau perusahaan tanpa memperhitungkan akibat yang ditimbulkan - maka perusahaan tersebut telah melakukan KELALAIAN yang dapat diminta pertanggungjawaban hukumnya. Kelalaian merupakan suatu ketidak hati-hatian tanpa unsur kesengajaan. Pada saat kerusakan terjadi merupakan delik formal, cara membuktikannya merupakan delik materil. Untuk itu, hakim diminta untuk mempelajari semua teknik-teknik pembuktian.

Primum remidium merupakan suatu senjata yang paling ampuh saat ini sampai beberapa tahun ke depan, sampai adanya efek jera. Menurut sang prof. dari pengamatannya dia melihat bahwa keputusan-keputusan yang dijatuhkan tidak belum pernah memenjarakan para pelaku kejahatan lingkungan. Denda yang dijatuhkan pun sangat ringan dibandingkan dengan eksploitasi yang telah dilakukan dan dampak kerusakan yang terjadi.

Primum remidium yakni pemidanaan terhadap para pelaku kejahatan, terutama lingkungan hidup, kehutanan dan lahan gambut seharusnya menjadi patokan satu-satunya dalam penuntutan JPU dan pertimbangan keputusan oleh para hakim. Optimum remidium sudah harus dikesampingkan dari proses-proses perkara pidana kejahatan kehutanan dan lingkungan hidup, korupsi, pencucian uang dll tindak pidana lain sejenis.

Namun, mainstream peraturan perundang-undangan saat ini masih menganut prinsip optimum remidium (pidana merupakan pilihan terakhir setelah upaya-upaya lain tidak efektif). Hal mana menunjukan bahwa para pemikir di balik peraturan perundang-undangan tersebut - yang lalu terejahwantahkan dalam draf peraturan peundang-undangan. Setali tiga uang, para anggota parlemen yang membahar aturan perundang-undangan tersebut juga tidak jeli melihat prinsip tersebut saat pembahasan di parlemen sehingga meminta dilakukan perubahan ke pemerintah yang mengusulkan draf aturan2 tersebut.

Bravo proffessors - all of you are very progressive - ga sia-sia nie habisin waktu ngurus manajemen training yang cukup lama :)

Selasa, 20 November 2012

Palangkaraya - Kota Cantik Nan Sepi

20 November 2012
ini hari ke enam, saya berada di Palangkaraya - Ibukota Provinsi Kalimantan Tengah. Keberadaan saya di kota ini cukup lama, yakni dari tanggal 15 - 26 November 2012, karena bagian dari tugas, fungsi dan peran saya sebagai Koordinator Kelompok Kerja Kajian Perundang-Undangan dan Penegakan Hukum REDD+ - yang adalah salah satu proyek UNDP dalam kemitraan dengan UKP4.

Setelah vacum selama 2 bulan lebih sejak selesai memegang posisi sebagai Project Manager ART GOLD Indonesia - yang juga adalah salah satu proyek UNDP, saya akhirnya mendapatkan pekerjaan sebagai Koordinator Kelompok Kerja di SATGAS REDD+ which is scope of workngya lebih sedikit dari AGI. Namun karena membutuhkan pekerjaan guna mendapatkan duit menyelesaikan interior apartemen saya, maka tanpa banyak negosiasi, tawaran gaji yang lebih rendah saya terima dan langsung bekerja.

Awalnya saya melamar sebagai Project Manager SAJI. Sayangnya saya bukan bagian dari lingkaran dalam orang-orang Governance Unit. SAJI berada di bawah Governance Unit (GU) UNDP, usaha saya mendapatkan posisi sebagai PM di proyek tersebut tidak berhasil karena saya melakukannya sesuai aturan dan prosedur, tanpa melakukan PDKT ke orang-orang tertentu di GU yang menangani proyek tersebut. Saya tahu bahwa saya adalah the second best candidate yang lolos seleksi berdasarkan informasi informal. Pilihan pertama adalah preference DGU, namun candidate pertama tidak setuju dengan tawaran GU. Dengan mundurnya candidate pertama yang sangat disukai oleh orang-orang GU, maka terbuka peluang bagi saya sebagai kandidat 2 dan seorang lagi sebagai kandidat ke 3. Setelah menunggu hampir 2 bulan, akhirnya saya mendapatkan khabar dari HR bahwa saya tidak lolos seleksi.

Informaly saya mendapatkan informasi bahwa ketidaklolosan saya tersebut disebabkan oleh sikap dan perilaku saya yang tidak disukai oleh orang2 GU karena terlalu kaku dalam menerapkan aturan2 UNDP. Saya tidak bisa melakukan kompromi dan mentoleransi hal-hal yang bertentangngan dengan nilai, prinsip, aturan dan prosedur UNDP. Hal mana sering menimbulkan kesulitan dalam hubungan dengan pihak luar, terutama aparat pemerintah pusat yang menjadi mitra kerja terdekat proyek-proyek UNDP. Padahal kelancaran pelaksanaan proyek-proyek tersebut sangat tergantung pada relasi dan kompromi-kompromi yang bisa dilakukan. Karena saya adalah kandidat yang tidak disukai oleh user (pengguna) akhirnya posisi tersebut dibekukan dan diiklankan ulang yang lalu mendudukan salah seorang Program Officer di GU sebagai Project Manager proyek tersebut sampai dengan saat ini. Tentu saja hal tersebut sah-sah saja karena telah melewati proses dan prosedur, hanya jika dibandingkan dengan pengalaman kerja saya selama 20 tahun dan kualifikasi saya, rasanya sangat tidak adil dan proses rekrutmen tersebut jauh dari penerapan nilai serta prinsip-prinsip akuntabilitas dan tranparansi yang dianut dan dipromosikan oleh UNDP. Sangat disayangkan bahwa nepotisme dan kolusi seperti itu mencemari nilai dan prinsip2 yg dipromosikan oleh UNDP.

Saya lalu melamar posisi Working Group Coordinator di SATGAS REDD+ yang diiklankan di website UNDP. Tanpa mengenal satu pun orang di proyek tersebut dan juga tanpa katabelece apapun, akhirnya saya lolos seleksi dan ditempatkan sebagai Koordinator Working Group Legal Review and Law Enforcement. Working Group ini memiliki 2 kegiatan utama, yakni Kajian Peraturan Perundang-undangan dan Penegakan Hukum terhadap kasus-kasus yang terkait dengan pelaksanaan INPRES 11/2010 tentang Moratorium. Tugas, peran dan tanggungjawab utama saya adalah memastikan kelancaran kegiatan2 Kelompok Kerja yang secara administrasi dan manajemen sesuai dengan aturan dan prosedur UNDP. Dari 2 pengalaman tersebut, saya menyimpulkan bahwa penerapan nilai dan prinsip2 tranparansi dan akuntabilitas dalam proses rekrutmen sangat tergantung pada para pengambil keputusan di proyek dan unit-unit yang membawahi proyek-proyek tersebut. Jika para pengambil keputusan tersebut memiliki komitmen dan tekat serta konsistensi menerapkan nilai dan prinsip2 akuntabilitas dan transparansi, maka proyek akan bebas dari kolusi dan nepotisme. Namun, jika sebaliknya yang terjadi, maka telah dapat dipastikan bahwa proyek-proyek tersebut sejak awal sampai akhir akan penuh dengan kompromi dan toleransi yang melanggar nilai dan prinsip2 UNDP. Buktinya sangat jelas dalam proses lamaran saya ke 2 proyek yang berbeda dengan hasil akhir yang sangat berbeda.

Salah satu kegiatan penting dari Kelompok Kerja ini adalah serial training bagi penegak hukum dan juga serial seminar hakim tentang pendekatan Multi-door. Satu diantara wilayah tersebut adalah Kalimantan Tengah yang dipusatkan di Palangkaraya. Karena latar belakang tersebut, maka saat ini saya berada di Palangkaraya untuk memberi dukungan2 yang diperlukan bagi kelancaran training tersebut.

Selama 6 hari telah berada di kota ini, saya hanya sempat melakukan wisata kuliner dengan mencicipi makanan khas daerah sini, yakni Ikan Jelawat, Ikan Patin dan Ketupat Kandangan. Makanan yang paling saya sukai adalah ikan jelawat, karena sambalnya yang pedas dan enak luar biasa. Saya lupa tempatnya, namun lokasinya terletak di jejeran kios yang menjual berbagai souvenir bagi turis lokal, nasional dan internasional. Selama acara sejak tanggal 17-25, saya dan teman2 serta para peserta, narasumber, pelatih, fasilitator dan lain-lainya menginap di Hotel Swissbel - yang baru beroperasi selama 4 bulan. Satu-satunya hiburan di hotel ini dan mungkin kota ini adalah kolam renang hotel yang saya gunakan hampir setiap pagi. Walau tinggal di hotel dengan segala fasilitasnya, termasuk makan dan minum yang disediakan sejak pagi sampai malam, namun rasanya sangat membosankan. Satu-satunya kegiatan di luar rutinitas pelatihan dan seminar adalah renang di pagi hari di kolam renang hotel yang lumayan besar dibandingkan dengan kolam renang Fitness First GI tempat saya gym hampir setiap hari saat berada di Jakarta.

Pada hari pertama dan kedua, yakni tanggal 15 dan 16 November 2012, saya telah berkeliling kota Palangkaraya. Kota ini lumayan bersih dibandingkan dengan Kota Kupang tempat kelahiran ku dan Kota Jakarta tempat saya tinggal dan bekerja. Jalan-jalan utama sejak airport sampai hotel terlihat bersih dan lancar karena hanya sedikit kendaraan yang berlalu lalang, apalagi di hari libur serasa jalan tol aja jadinya. Sejauh mata memandang, hanya dataran luas yang nampak. sepertinya tidak ada gunung ataupun bukit di sekitar kota ini. Salah satu obyek wisata yang juga harus dilihat adalah orang utan - yang bisa dilihat di tempat rehabilitasinya ataupun di tempat bebas dengan cara menyusuri sungai di pagi hari. Saat saya menulis tulisan ini, obyek wisata tersebut belum sempat saya jajal. Saya juga sempat shopping sehingga akhirnya belanja batik Kalimantan dan juga cincin yang terbuat dari batu. Katanya baru2 tersebut berasal dari Martapura-Kalimantan Selatan. Harganya lumayan sangat murah sehingga seorang teman mencurigai batu2an tersebut sebenarnya plastik, namun setelah saya dicek lagi dengan teliti, emang batu sebenarnya. Akhirnya saya beli bebera baik yang telah berbentuk cincin yang bisa dipakai, maupun masih berbentuk batu yang telah diasah untuk saya gunakan sebagai mata cincin yang akan saya minta buatin saat telah kembali ke Jakarta.

Okay pembaca, cukup sekian saja dulu yach.
nyambung lagi besok atau hari-hari lain yang akan datang.
Salam sukses. Mr. Jo

JELAJAH INDONESIA. Pulau Rote & Ndana: Menjejaki Negeri Para Leluhur

1 perahu dari Pelabuhan Oeseli, Pulau Rote  Akhirnya, perahu nelayan milik Pak Ardin membawa kami mendekati tepi pantai Pulau Ndana. Tep...