Senin, 02 Januari 2017

JELAJAH DUNIA. BEIJING: Kota Terlarang / Forbidden City / Palace Museum

Hall of Supreme Harmony dalam Kota Terlarang
Tujuan perjalanan jelajah hari ini adalah  Kota Terlarang atau Forbidden City dan Taman Jingshan yang menurut informasi internet berada di sisi Selatan Kota Terlarang. Karena Kota Terlarang merupakan suatu kompleks besar yang berlapis-lapis pembagian zonanya, saya telah menyiapkan tenaga dan waktu untuk hanya menjelajahi kedua tempat tersebut. Tentunya sebagaimana biasa saya selalu mulai di pagi hari sehingga tempat tujuan belum dijejali para pengunjung yang biasanya mulai membludak pada  jam 10 ke atas. Sebagaimana biasanya saya selalu mulai dari stasiun subway/metro Dongsi yang merupakan stasiun subway paling dekat ke hotel Beijing 161 Wangfujing yang menjadi tempat inap saya selama di Beijing. Di stasiun Dongsi, saya langsung menuju metro di jalur 5 stasiun akhir Ciqu. Saya turun di stasiun Dongdan yang adalah stasiun kedua dari Dongsi. Di stasiun Dongdan, saya berjalan ke jalur 1 menuju stasiun akhir bernama Pingguoyuan. Saya turun di stasiun Tian'anmen East yang berjarak 2 stasiun dari Dongdan.

Jalan penghubung Miridian Gate dengan Gate of Supreme Harmony
Saat turun di stasiun Tian'anmen East, saya hanya perlu mengikuti  petunjuk panah dan abjad menuju pintu keluar sesuai informasi internet. Saya akan keluar ke lapangan Tiananmen melalui Exit / pintu keluar A. Dari peron pemberhentian metro, saya naik tangga menuju lantai 2 lalu mencari Exit A sebagai pintu keluar ke lapangan Tiananmen untuk selanjutnya masuk ke Kota Terlarang melalui Gerbang Miridian di bagian Selatan Kota Terlarang. Gerbang Selatan menjadi satu-satunya pintu masuk ke Kota Terlarang. Sedangkan pintu keluar hanya bisa melalui Gerbang Utara yang menjadi satu-satunya pintu keluar dari kompleks Kota Terlarang. Gerbang Utara ini terhubung ke Taman Jingshan - dimana saya dan para pengunjung lain bisa melihat seluruh kompleks Kota Terlarang dari puncak bukit di dalam taman tersebut. Papan petunjuk arah dan panah mengarahkan saya berjalan lurus dari tangga saat saya tiba di lantai 2. Akan tetapi saat saya tiba di dekat pintu keluar yang berjarak30an meter dari tangga, saya tidak menemukan tanda bertulisan Exit A, hanya ada tanda Exit C yang menunjuk ke kiri dan Exit D yang menunjuk ke kanan. Setelah mencari-cari beberapa saat, namun tidak menemukan tanda Exit A, saya menghampiri dan menanyakan Exit A ke seorang petugas penjaga mesin Xray. "Tiananmen Square", tanya balik si petugas. "Yes, and Forbidden City", balas saya. Petugas menunjuk ke arah Exit C. Saya mengucapkan terima kasih lalu berjalan keluar melalui Exit C yang membawa saya tiba di suatu taman. Saya menduga taman ini bagian dari lapangan Tiananmen yang terkenal itu. Dengan berlalunya waktu, maka informasi di internet juga menjadi kurang akurat karena belum diperbaharui, pikir saya sambil jalan dan mengamati lingkungan sekitar. 

Rombongan tour dalam kompleks Kota Terlarang
Di pintu keluar, saya belok kiri menuju suatu area terbuka yang dibatasi pagar-pagar stainless setinggi pinggang. Pagar ini membatasi taman dengan jalan raya selebar puluhan meter di depan saya yang cukup ramai dilalui mobil, bis, motor dan sepeda. Di antara taman dan jalan tersedia trotoar / pedestarian namun sangat jarang dilewati para pejalan kaki. Tidak seperti pedesatarian di bagian lain kota Beijing yang selalu ramai sebagimana saya temukan saat berkeliling kota tersebut. Karena tidak ada tanda / petunjuk apapun, saya mulai mengamati sekeliling saya mencari jalan masuk ke Kota Terlarang. Informasi di internet tidak menyediakan informasi rinci / detail sehingga saya harus berimprovisasi untuk menemukan jalan ke tempat tujuan saya pagi ini. Sekitar 80an meter di sebelah kiri saya terlihat banyak orang antri di depan suatu pos jaga berwarna putih berukuran sekitar 5x6 meter. 

Denah rute bis keliling Kota Terlarang
Setelah melakukan analisis cepat sekitar 2 menit, saya memutuskan berjalan ke arah antrian dan ikut mengantri. "untung-untungan saja", pikir saya. Kalo salah, saya hanya perlu putar balik. Saya tidak bisa bertanya ke depan atau belakang ataupun ke sebelah kiri saya dalam antrian yang membentuk 2 baris karena semuanya berbicara dalam bahasa yang tidak saya pahami. Saya memperhatikan tetangga di kiri saya mengeluarkan semacam surat identitas, seperti KTP di Indonsia. Karena itu, saya pun menyiapkan paspor saya. Secara perlahan antrian terus maju hingga saya berada 2 baris dekat ke pintu masuk pos jaga tersebut. Seorang perempuan muda berseragam hitam memakai topi warna sama sedang memeriksa identitas para pengantri. Saya menyerahkan paspor yang diterima lalu diperiksa bolak-balik kemudian dikembalikan lagi sambil mengarahkan saya menggunakan bahasa isyarat agar maju. Melewati pintu pos, saya dihadapkan pada mesin Xray dimana saya harus melewatkan ransel kamera di alat tersebut sambil seluruh badan saya diperiksa seorang petugas perempuan muda menggunakan alat pengecek elektronik. 4 perempuan muda berseragam hitam seperti rekan mereka lainnya sedang duduk di sebelah kanan mesin Xray. Mereka asyik ngobrol sambil sesekali melihat ke mesin Xray. Di sebelah kiri saya setelah perempuan yang memeriksa badan para pengantri, berdiri 5 petugas laki-laki yang semuanya juga menggunakan seragam hitam, termasuk topi. Mereka sedang ngobrol dan bercanda satu sama lain.

Melewati pintu pos, saya berada dalam suatu taman apik dan bersih bersama banyak pohon. Kelompok-kelompok manusia terlihat di kejauhan. Saya tahu mereka adalah para pengunjung yang menggunakan tour karena topi warna seragam atau bendera-bendera sebagai penanda - sebagaimana pengalaman saya saat ambil tour mengelilingi Eropa Barat (Baca catatan perjalanan di Eropa Barat). Di sebelah kanan saya dalam jarak sekitar 30an meter saya melihat tangga menuju lorong bawah tanah. Lorong bawah tanah ini berada di bawah jalan besar yang telah saya lihat dan amati sebelum ikut antrian ke tempat pemeriksaan paspor alias lorong ini merupakan tempat penyebarangan - dimana di Jakarta dan kota-kota lain di Indonesia selalu menggunakan Jembatan Penyeberangan Orang (JPO). Di dinding jalan sisi menghadap pos diberi informasi tertulis tentang Kota Terlarang dan lapangan Tiananmen. Saya hanya perlu berjalan lurus dari tangga menuju arah ke Kota Terlarang. Jika saya belok kiri, maka saya kan menuju lapangan Tiananmen. Saya memilih berjalan lurus karena saya ingin masuk pagi ke dalam kawasan Kota Terlarang.

Depan gerbang masuk ke Kota Terlarang
Saat saya keluar di seberang terowongan, kawasan sekitar telah cukup ramai dengan pengunjung. Banyak pengunjung laki-laki yang hanya sekedar duduk-duduk sambil merokok di depan terowongan. Banyak juga yang mulai foto-foto di sekitar lokasi tersebut. Saya belok kiri menuju tembok berwarna merah maroon setinggi sepuluan meter. Di tembok ini tergantung  foto Mao Sendong - sang pemimpin revolusi Cina yang mengubah bentuk negara tersebut dari kekaisaran menjadi republik - berukuran besar sehingga bisa terlihat dari kejauhan. Di atas tembok terdapat bangunan panjang bercat merah maroon dengan atap susun dua. Bangunan ini diapit bendera Cina sebanyak 4 bendera di masing-masing sisi. Menurut internet, tembok tersebut merupakan batas terluar Kota Terlarang. Sedangkan bangunan di atasnya saat ini difungsikan sebagai museum. Saya terus berjalan dan kadang berhenti untuk memotret sampai tiba di suatu jembatan penghubung pelataran yang menjadi bagian dari lapangan Tiananmen dengan batas terluar Kota Terlarang. Sisi kiri dan kanan jembatan ditanami berbagai bunga yang membentuk taman hijau sebagai pembatas antara pelataran yang terhubung dengan jalan raya dan pelataran yang terhubung dengan pagar tembok terluar Kota Terlarang setinggi 10an meter. Beberapa penjaga berseragam jas panjang abu-abu dan hitam berdiri kaku di beberapa tempat memperhatikan para pengunjung yang semakin ramai. Setelah tiba di seberang jembatan, saya berjalan mengikuti pengunjung lainnya ke arah satu-satunya gerbang yang dibuka bagi pengunjung untuk masuk ke bagian dalam kawasan Kota Terlarang. Gerbang ini merupakan satu dari lima gerbang terluar Kota Terlarang di bagian Selatan. Gerbang yang berada di bawah pagar tembok setebal 10an meter tersebut membentuk lorong yang saya lewati menuju kompleks dalam Kota Terlarang. 

Depan gerbang Supreme Harmony 
Tiba di luar gerbang berbentuk lorong tersebut, saya berhadapan dengan pelataran seluas 2 atau 3 kali lapangan sepak bola. Pelataran ini memisahkan gerbang yang barusan saya lalu yang disebut Miridian Gate dengan pagar tembok kedua dan gerbangnya yang disebut Gate of Supreme Harmony. Seluruh pagar tembok setebal 10an meter dan bangunan yang berada di atasnya atau yang dibangun menyambung ke pagar tembok tersebut berwarna merah maroon. Di tengah-tengah kompleks disediakan jalan selebar 7 meter yang menghubungkan kompleks ini dengan kompleks lain di bagian dalam yang juga dipagari dengan benteng tebal berwarna merah maroon. Sebelah kiri saya berjejer bangunan lain dalam pagar benteng tersebut yang sebagian difungsikan sebagai loket penjualan tiket masuk yang berjarak puluhan meter dari jalan di tengah kompleks.Saya berjalan lurus hingga tiba di pagar pembatas dari besi bercat merah maroon setinggi dada saya yang dijaga seorang penjaga berseragam hijau lumut yang berdiri kaku menghadap Barat. Pagar besi yang berbentuk huruf U ini terhubung ke tempat pemeriksaan tiket masuk di kedua sisi ujung huruf U tersebut. Kedua tempat pemeriksaan tiket ini masih berjarak puluhan meter dari Gate of Supreme Harmony.

Jejeran bangunan dan loket penjualan tiket masuk
Karena saya masih bingung sehingga belum beli tiket masuk, maka saya hanya berdiri memperhatikan penjaga dan antrian para pengunjung di pintu pemeriksaan tersebut. Setelah mengambil beberapa foto, saya berbalik dan menghampiri papan informasi berjarak 20an meter dari pagar besi. Papan informasi ini menyediakan informasi tertulis beserta tanda panah tentang beberapa tempat dalam kompleks tempat saya sedang berdiri, termasuk loket penjualan tiket masuk ke "the Palace Museum". Istilah "the Palace Museum tersebut lah yang membuat saya tidak membeli tiket, karena tujuan saya adalah "the Forbidden City, bukan "the Palace Museum". Ternyata nama "the Palace Museum" tersebut merupakan nama resmi Pemerintah Cina bagi "the Forbidden City" / Kota Terlarang yang dikenal luas, terutama melalui internet. Setelah menyimpulkan bahwa nama "the Palace Museum" yang digunakan Pemerintah Cinta adalah nama resmi dari "the Forbidden City". 

Depan Gerbang Supreme Harmony 
Saya berjalan kembali ke arah kedatangan lalu belok kanan ke jejeran loket penjualan tiket yang saat saya masuk berada di sebelah kiri saya. Jejeren loket penjualan tiket diberi pagar-pagar stainles setinggi pinggang saya yang membentuk lorong sepanjang 10 meter dari halaman menuju loket. Saya masuk ke salah satu lorong yang langsung membawa saya ke loket yang dijaga seorang lelaki muda. "how much", tanya saya ke petugas tersebut. "Forty yuan" balas petugas tersebut ramah sambil tersenyum. Saya menyerahkan uang 100 yuan yang dikembalikan 60 yuan bersama selembar tiket berwarna merah maroon di bagian atas sedangkan bagian bawahnya berwarna putih. Bagian atas terdapat foto bangunan utama dalam Kota Terlarang sedangkan bagian bawahnya berisi informasi dalam huruf Cina, termasuk harga tiket menggunakan angka Latin dan Cina. Bagian belakang tiket berwarna putih berisi informasi dalam tulisan Cina dan Latin berwarna merah tentang jam buka dan tutup kompleks - yang disebut / bernama The Palace Museum - yakni 1 April - 31 Oktober dibuka jam 8.30 pagi dan tutup jam 5 sore. Sedangkan pada 1 November - 31 Maret, dibuka jam 8.30 pagi dan tutup jam 4.30 sore. Kompleks juga ditutup setiap hari Senin, kecuali hari libur nasional yang jatuh pada hari Senin, maka kompleks tersebut dibuka untuk umum dan juga setiap hari Senin di bulan Juli dan Agustus.

Depan Gerbang Supreme Harmony
Dari loket penjualan tiket, saya berjalan kembali ke tempat pemeriksaan tiket. Saya memilih bagian kiri sebagai pintu masuk. Tiba di tempat pemeriksaan tiket, saya menyerahkan tiket ke salah satu loket yang dijaga seorang perempuan muda. Petugas tersebut mencap tiket tersebut lalu menyerahkan kembali ke saya. Tiket yang telah dicap tersebut saya serahkan ke petugas pemeriksa yang menjaga pintu masuk. Jarak antara loket dan petugas pemeriksa tiket dengan gerbang masuk / Gate of Supreme Harmony masih puluan meter. Setelah melewati petugas pemeriksa, saya berjalan perlahan-lahan ke Gate of Supreme Harmony sambil memperhatikan lingkungan sekitar yang mulai sibuk dengan para pengunjung. Melewati Gate of Supreme Harmony, saya tiba di suatu pelataran yang sangat luas dan kosong. Jauh di depan saya berdiri bangunan berwarna merah maroon yang dikenal dengan nama Hall of Supreme Harmony. Kompleks ini dikeliling pagar tembok tebal setinggi 10an meter dengan beberapa bangunan berwarna merah maroon yang menempel ke pagar tembok tersebut. Kanal air selebar 10an meter dibangun memanjang dari Timur ke Barat yang memisahkan halaman utama dengan gerbang. 

Depan jembatan ke Hall of Supreme Harmony 
Saya berjalan melewati salah satu dari lima jembatan yang terbuat dari batu pualam putih di atas kanal terus menuju bangunan Hall of Supreme Harmony. Seluruh lantai kompleks dari gerbang ke bangunan Hall of Supreme Harmony dilapisi semacam batu-batu andesit dipotong persegi warna abu-abu sehingga tidak ada debu berterbangan saat ratusan orang berjalan sambil foto-foto antara gerbang dan bangunan Hall of Supreme Harmony. Bangunan Hall of Supreme Harmony merupakan bangunan bertingkat dua yang didominasi warna merah maroon pada dinding dan tiang-tiangnya. Bangunan dibangun di atas fondasi bertingkat 3 dari batu pualam putih. Akses ke bangunan ini melalui 2 tangga yang konon pada era kekaisaran merupakan jalan para menteri. Kedua tangga ini mengapit jalan kaisar yang terletak di tengah dan ditutup menggunakan pagar besi sehingga tidak bisa dilalui para pengunjung. Jalan para kaisar ini berada dalam satu garis lurus dengan pintu utama bangunan Hall of Supreme Harmony. Teras terbuka Hall of Supreme Harmony ditopang 12 tiang bulat bercat merah maroon. Tiang-tiang ini membentuk 11 kanopi / kubah. Serupa dengan di bangunan bersejarah lainnya dan kuil-kuil di Bejing, pengunjung tidak diizinkan masuk ke dalam bangunan. Pengunjung hanya bisa melihat dan memotret dari pintu utama yang dibuka namun diberi pagar besi setinggi dada saya. 

Hall of Supreme Harmony
Selain Hall of Supreme Harmoni, di atas benteng yang memagari Hall of Supreme Harmoni serta disekelilingnya terdapat bangunan-bangunan lain yang lebih kecil dan ditutup bagi turis. Saya hanya mengamati dan memotret dari jauh. Menurut Wikipedia, Kota Terlarang terdiri dari beberapa bagian, yakni Gerbang Miridian (gerbang masuk bagi para pengunjung yang terletak di Utara), Gerbang Divine Might (gerbang keluar bagi para pengunjung yang terletak di Selatan), Pintu Barat, Pintu Timur, Menara-Menara, Gerbang Supreme Harmony, Hall of Supreme Harmony, Hall of Military Eminence, Hall of Literary Glory, Southern Three Places, Palace of Heavenly Purity, Imperial Garden, Hall of Mental Cultivation dan Palace of Tranquil Longevity. Keseluruhan bagian tersebut berada dalam kompleks seluas 961 meter ( Utara - Selatan) x 753 meter (Timur - Barat). Didalamnya terdapat 980 bangunan dengan 8.886 ruangan yang masih ada hingga saat ini. Dalam mitologi disebutkan bahwa Kota Terlarang memiliki 9.999 kamar / ruangan, termasuk teras. Semua istana dan bangunan yang berada dalam Kota Terlarang dibangun secara bertahap yang dimulai tahun 1406 sampai dengan 1420. Kota ini didiami para kaisar, keluarga dan para pegawai kekaisaran sejak tahun 1420 - 1912 oleh dua dinasti kekaisaran, yakni dinasti Ming dan Qing. 

Depan Hall of Central Harmony 
Puas melihat-lihat dan memotret di Hall of Supreme Harmony sepanjang 30 meter itu, saya berjalan ke kiri menuruni tangga di bagian ini menuju belakang Hall of Supreme Harmoni melalui gerbang kecil di samping Hall of Supreme Harmoni. Halaman samping kiri cukup luas berbentuk seperti huruf T terbalik dimana kepala T ditempati bangunan Hall of Supreme Harmony yang telah saya lewati. Di halaman belakang ini juga terdapat berbagai bangunan berukuran lebih kecil yang dibangun menempel ke tembok pembatas bagian dalam dengan bagian luar Kota Terlarang. Setelah mengambil beberapa foto di bagian ini, saya berjalan ke kanan sehingga tiba di belakang Hall of Supreme Harmony lalu saya berjalan menuju bangunan lebih kecil bernama Hall of Central Harmony yang berada diantara Hall of Supreme Harmony dan Hall of Preserving Harmony. Hall of Supreme Harmony dan Hall of Preserving Harmony merupakan bangunan terbesar dari ketiga bangunan yang memiliki fungsi berbeda. Hall of Supreme Harmony merupakan pusat seremoni acara-acara kekaisaran. Hall of Central Harmony digunakan para kaisar untuk mempersiapkan diri atau beristirahat dari kegiatan-kegiatan seremonial. Sedangkan Hall of Preserving Harmony merupakan tempat pelatihan dan ujian bagi para calon pekerja kekaisaran. Di Hall of Preserving Harmoni terdapat kursi kekaisaran berwarna kuning emas diapit tiang-tiang berwarna merah maroon dan kuning emas. Ketiga bangunan ini dikenal sebagai pusat mahkota kekaisaran Cina di masa lalu. 

Antara Hall of Central Harmony dan Hall of Preserving Harmony 
Dari Hall of Preserving Harmony, saya celingukan mencari-cari toilet karena telah hampir 3 jam saya menjelajah beberapa bagian Kota Terlarang. Setelah mencari ke kiri dan ke kanan, saya menemukan papan informasi toilet ke sebelah kanan. Saya berjalan beberapa puluh meter ke samping kanan meninggalkan jalan utama yang melewati bangunan-bangunan utama di dalam Kota Terlarang. Saya berjalan menuju dan melewati satu gerbang kecil yang saya temukan
Hall of Preserving Harmony 
di bagian ini. Saat melewati gerbang tersebut, saya melihat toilet berada di sebelah kiri saya. Pintu luar toilet diberi penutup tirai dari lembar-lembar plastik tebal seperti yang saya lihat di beberapa supermarket di Jakarta yang membatasi area umum dengan area khusus staf dan gudang. Saat saya melewati tirai plastik tersebut saya masuk ke ruang tunggu selebar 7x6 meterdiisi barisan kursi kayu di sisi kanan. Saya terus berjalan melewati ruangan tersebut menuju toilet laki-laki di sebelah kanan. Toiletnya modern, luas dan bersih. Keluar dari toilet, saya mengamat-amati lorong panjang dari gerbang yang telah saya lewati hingga ke gerbang lain berjarak puluhan meter dari gerbang sebelah toilet. Di lorong selebar 10 meter tersebut terdapat 2 gerbang kecil di bagian kanan menuju kawasan lain dalam komplek tersebut. Saya berjalan melewati salah satu gerbang hingga tiba di suatu halaman yang dikeliling bangunan-bangunan dengan pintu tertutup berwarna merah. Di sebelah kiri saya terdapat gerbang lain yang saya lewati yang membawa saya ke halaman lain. Di halaman ini saya melihat nama museum keramik yang menarik saya memasuki bangunan tersebut. 

Museum keramik 
Museum dijaga para penjaga berpakaian safari warna biru dongker. Hanya sedikit pengunjung dalam museum ini. Saya bertanya ke penjaga apakah saya boleh memotret, penjaga menjawab ramah bahwa boleh memotret sehingga saya mulai berkeliling mengamat-amati sekaligus memotret berbagai keramik yang dipajang dalam lemari-lemari kaca. Keramik-keramik yang dipamerkan dibagi dan ditempatkan dalam 3 ruangan berbeda. Puas melihat-lihat dan memotret, saya berjalan keluar dari pintu lain di bagian belakang museum. Saya berada di suatu halaman lain yang dikitari banguan-bangunan tertutup pintu dan jendelanya. Saya berjalan perlahan menyusuri lorong-lorong depan bangunan sambil mengamati dan memotret hingga saya tiba di satu gerbang yang membawa saya kembali ke lorong tempat toilet. Di bagian ini - sejajar toilet - terdapat jejeran bangku berwarna coklat yang menjadi tempat istirahat beberapa pengunjung. Saya mengambil tempat di salah satu bangku untuk beristirahat sekalian minum dan makan roti yang saya bawa dalam ransel karena hari telah cukup siang. 

Hall of Union dan Palace of Earthly Tranquility
Setelah  beristirahat sekitar 15 menit, saya meneruskan perjalanan saya menyusuri lorong tersebut. Saya melihat satu gerbang di sebelah kiri - sejajar bangunan toilet - sehigga saya berjalan menuju dan melewati gerbang tersebut. Saya tiba di satu pelataran berisi beberapa bangunan. Dari informasi internet yang saya simpan di HP, saya tahu bahwa bangunan-bangunan yang sedang saya lihat ini adalah Palace of Heavenly Purity, Hall of Union dan Palace of Earthly Tranquility. Palace of Heavenly Purity merupakan tempat tinggal para kaisar. Hall of Union merupakan tempat harta benda terpenting kekaisaran. Sedangkan Palace of Earthly Tranquility merupakan tempat tinggal para permaisuri. Sama seperti Hall of Supreme Harmony, Hall of Central Harmony dan Hall of Preserving Harmony, ketiga bangunan ini dibangun di atas fondasi yang ditinggikan sekitar 5 meter dari atas tanah dan terbuat dari batu pualam putih. Saya berjalan ke masing-masing bangunan untuk mengamati dan memotret. Seperti bangunan-bangunan sebelumnya, para pengunjung hanya bisa melihat / mengamati dan memotret bagian dalam bangunan dari pintu utama yang dibuka namun diberi pagar pembatas dari besi-besi bulat setinggi dada saya. 

Singasana kaisar dalam Palace of Heavenly Purity
Puas mengamati dan memotret, saya balik kanan berjalan menuruni tangga di samping kiri depan Palace of Earthly Tranquility yang membawa saya ke toko souvenirs. Saya masuk dan melihat-lihat lalu membeli beberapa magnet kulkas seharga 12yuan per magnet. Ternyata harga ini sangat mahal dibandingkan harga magnet yang saya beli di jalan Wangfujing (catatan perjalanannya menyusul). Keluar dari toko souvenir saya belok kanan menuju gerbang samping ketiga bangunan yang telah saya kunjungi. Saya kembali ke lorong lalu belok kiri dan berjalan lurus menuju gerbang di ujung lorong. 

Singgasana Permaisuri dalam Palace of Earthly Tranquility
Keluar dari gerbang, saya tiba di kompleks kebun kekaisaran atau Imperial Garden. Kebun ditanami pohon-pohon bambu, pinus dan cemara yang telah berusia ratusan tahun. Selain pepohonan, taman juga diisi dengan bukit-bukti batu buatan di antara pepohonan dalam kompleks seluas 12.000 M2. Puas melihat-lihat Imperial Garden, saya berjalan memasuki satu vila bernama Hall of Imperial Peace yang memisahkan taman tersebut ke dua bagian, yakni Timur dan Barat. Vila ini memiliki 20 kamar dan aula terbuka dengan gaya berbeda-beda berhiaskan lukisan-lukisan naga dan burung pionix. Warna vila didominasi warna merah dengan akses biru dan kuning emas. Saya juga masuk,
Paviliun Myriad Springs
mengamati dan memotret satu dari 4 paviliun. 4 paviliun tersebut dibangun di masing-masing sudut taman mewakili 4 mata angin. Paviliun yang saya kunjungi bernama Myriad Springs ini dibangun tahun 1535 pada era dinasti Ming. Paviliun ini dibangun di atas fondasi batu pualam putih setinggi 1 meteran. Paviliun memiliki 4 pintu terbuka dengan atap tinggi bersusun dua dimana atap pertama berbentuk seperti gelombang, sedangkan atap kedua berbentuk bulat seperti atap Temple of Heaven. Seluruh dinding paviliun dicat merah dengan akses kuning emas. Dinding bagian dalam sampai ke langit-langit paviliun dilukis indah dalam warna merah, biru, hitam dan kuning emas. 

Imperial View Hill
Dari paviliun Myriad Springs, saya berjalan kembali ke taman hingga bertemu dengan arus ratusan pengunjung yang sepertinya berjalan ke gerbang luar. Gerbang ini berada di samping kanan bukit batu buatan berwarna putih setinggi 14 meter. Bukit batu buatan ini dihiasi kepala naga dan singa. Dalam bukit batu ini terdapat juga goa buatan yang pintu masuknya berwarna merah. Pintu masuk ke goa buatan ini ditutup dan digembok. Di atas bukti batu tersebut terdapat satu paviliun bernama Imperial View yang menjadi tempat para kaisar dan keluarga mereka menikmati pemandangan dari ketinggian. Melewati gerbang kecil di samping bukit batu buatan tersebut, saya tiba di suatu pelataran terbuka yang terletak antara taman dengan pagar tembok tebal dan gerbang keluar yang disebut Gate of Divine Might yang terletak di bagian Utara Kota Terlarang. Pelataran ini dipenuhi para pengunjung dari berbagai bangsa. Dari pelataran tersebut saya berjalan keluar kompleks melewati satu dari 3 pintu gerbang keluar. Ratusan pengunjung memenuhi pelataran terbuka seluas ratusan meter persegi di luar gerbang Utara. Pelataran ini menjadi pemisah tembok dan gerbang Kota Terlarang dengan suatu jalan raya yang cukup ramai. Saya mengambil beberapa foto lalu berjalan ke papan informasi yang terpasang dekat pinggir jalan. Saya membaca informasi nomor-nomor bis yang melewati tempat tersebut serta arah tujuan bis-bis tersebut. Karena informasi ditulis
Gerbang Divine Might
menggunakan huruf Cina dan Latin, maka saya bisa mengetahui arah tujuan dan bis yang akan saya tumpangi. Namun, saya masih akan menjelajah Taman Jingshan yang terletak di seberang jalan depan gerbang keluar kompleks Kota Terlarang. Karena itu, saya menyeberang jalan lalu belok kiri berjalan di pedestarian menuju arah Barat mencari gerbang masuk ke Taman Jingshan. 

Bersambung...


JELAJAH INDONESIA. Pulau Rote & Ndana: Menjejaki Negeri Para Leluhur

1 perahu dari Pelabuhan Oeseli, Pulau Rote  Akhirnya, perahu nelayan milik Pak Ardin membawa kami mendekati tepi pantai Pulau Ndana. Tep...