Rabu, 22 April 2009

KONTU BERKUBANG DARAH : DIMANAKAH SOLIDARITAS ITU

Esai ini saya tulis dan publikasikan melalui salah satu milis lingkungan pada tanggal 6 Desember 2005 saat saya masih bekerja sebagai Program Officer di Yayasan KEMALA. Tulisan ini saya temukan kembali melaui GOOGLE - yang lalu saya tampilkan kembali di sini.

-------------------------------------------------------------------------

SOLIDARITAS BAGI PARA SAHABAT : SURAT UNTUK PEREMPUAN BERKAOS BIRU.

Tanggal 2 Desember Hari Jumat menjelang malam. Dengan mulut ternganga dan mata nanar, ku tatap lekat berita Metro TV yang menyajikan tindakan brutal aparat Pemkab Muna melakukan pergusuran terhadap warga Kontu. Pada tayangan berita Metro TV terlihat aparat berseragam menggenggam berbagai peralatan,termasuk pentungan serta mengenakan pakaian lengkap,termasuk topi khusus yang menutupi kepala sebagaimana sering dipakai polisi anti teror. Aparat berdiri sambil mendorong dengan tangan dan alat yang dipegang. Mereka membelakangi layar televisi berhadap-hadapan dengan warga perempuan dan laki-laki Kontu yang berusaha mempertahankan diri.

Gerakan dorong mendorong tersebut tiba-tiba berubah brutal saat aparat mulai mengayunkan peralatan dalam genggaman mereka. Mata ku tak berkedip menatap seorang perempuan muda berbaju kaus biru yang menutup kepalanya dengan sehelai kain pendek semacam serbet. Dengan gigih perempuan itu berusaha bertahan bersama beberapa teman perempuan maupun laki-laki yang dikelilingi oleh aparat bersenjata dan berseragam. Tak lama berselang, teman-teman perempuan berkaos biru itu mulai tercerai berai dipukuli dan didorong aparat. Walau demikian, perempuan berkaos biru itu terus bertahan. Mungkin karena geram dengan kekukuhan sang perempuan berkaos biru mempertahankan dirinya, perempuan itu lalu dikerubungi sekitar 3 sampai 4 orang laki-laki yang secara agresif menyerang perempuan itu. Satu diantaranya mengayunkan tangannya ke tubuh perempuan itu. Tangan kanan sang penyerang perempuan itu dengan tepat mendarat di dada sang perempuan, sementara tangan kirinya membuat gerakan mengayun alat semacam pentungan ke arah perempuan. Saat ku perhatikan dengan seksama, tangan kanan penyerang itu tidak hanya membuat gerakan mendorong dada perempuan yang diserangnya, tapi juga melakukan gerakan meremas buah dada perempuan itu. Hanya sepersekian detik memang, namun gerakan meremas buah dada perempuan itu sangat jelas dilakukan.

Tentu saja, saya berkepentingan memperhatikan dengan seksama serbuan aparat yang melakukan penyerangan dengan warga yang bertahan. Kepentingan tersebut didasari suatu hubungan pertemanan dan persahabatan yang telah terjalin diantara saya dengan warga Kontu (baca Catatan Perjalanan saya berjudul Perlawanan Kontu : Perlawanan Perempuan-Perempuan Tak Bernama). Walau secara fisik saya baru bertemu mereka 1 kali di balai pertemuan mereka di tengah-tengah kebun dan ladang mereka, namun secara psikolgis saya dan mereka terikat dalam suatu persahabatan dan pertemanan sebagai sesama yang anti penindasan, anti kekerasan dan menolak setiap kekerasan yang dilakukan negara terhadap warganya sendiri. Warga Kontu adalah penduduk desa yang mencoba bertahan secara damai di tanah dan sumberdaya alam warisan leluhur. Bertahun sudah keberadaan mereka tidak dikehendaki oleh negara melalui Pemkab Muna. Berkali-kali sudah mereka diusir dengan cara-cara kekerasan yang selalu mereka usahakan hadapi dengan damai. Saat jeda yang cukup lama sekitar 1 tahun, komunitas Kontu lalu mulai membuat rencana bersama untuk menata kembali hidup dan kehidupan mereka yang porak poranda diterjang aparat dengan brutal. Sekitar 6 bulan silam, saat aku datang ke sana, kertas warna warni bertuliskan rencana-rencana itu masih bergantungan di dinding-dinding balai pertemuan mereka yang sederhana. Entah kemana perginya rencana-rencana itu saat kebun mereka digerayangi, saat rumah dan lading mereka digergaji, saat perempuan dan laki-laki, tua dan muda, anak-anak hingga kakek dan nenek dikasari dengan cara didorong, dipukuli dan ditendangi hingga sekitar 20 perempuan dan laki-laki mengalami berbagai luka fisik hingga teror phisikis???
Tayangan Metro TV itu membuat ku terguncang, sedih dan juga sangat marah terhadap perlakukan aparat negara yang melakukan tindakan kekerasan dan juga pelecehan seksual melalui gerakan mendorong dan meremas buah dada perempuan di depannya. Perempuan itu tidaklah saya kenal secara personal. Mungkin saja dia adalah satu diatara perempuan-perempuan Kontu yang terus berjuang dan bertahan di bumi leluhur namun tidak pernah dikenal di berbagai fora.

Walau kami tidak saling mengenal secara personal, namun menurut saya perbuatan aparat itu sangat tidak dapat diterima karena telah melanggar nilai-nilai kemanusiaan. Nilai-nilai kemanusiaan yang sifatnya universal, yang tak dibatasi oleh batas-batas geografis, ras, etnis, sex dan lainnya. Tindakan aparat terhadap perempuan itu dan teman-temannya tidak hanya suatu arogransi semata. Tindakan tersebut merupakan suatu kekerasan terencana yang harus diprotes dan diadili oleh nilai dan prinsip-prinsip keadilan bagi sesama. Kekerasan itu sekaligus merepresentasikan cara pikir dan cara pandang patriarki yang mensubordinasikan perempuan sebagai makluk yang dapat dikerasi dan dikorbankan setiap saat dimana saja.
Sambil berusaha melepaskan dirinya dari jamahan tangan aparat, mata perempuan itu seperti berteriak meminta bantuan siapa pun yang melihatnya. Namun, aku hanya bisa menatap nanar layar televisi yang menayangkan pelecehan dan kekerasan itu. Saya dan perempuan itu terpisah ribuan kilometer antara Kontu di Sulawesi Tenggara dengan keberadaan saya di Jogja untuk suatu acara. Saat itu aku hanya bisa berharap ada diantara teman perempuan itu yang cepat membantu, namun harapan itu hanyalah kesia-siaan belaka. Karena teman-temannya yang lain juga sedang sibuk menghadapi pukulan, tendangan dan dorongan aparat. Hanya tetesan air mata ku yang mengalir satu demi satu tanpa bisa berbuat sesuatu untuk perempuan berkaos biru itu. Aku tak bisa tidur nyenyak selama berhari-hari karena memikirkan horor yang dilakukan aparat terhadap warga Kontu, terutama terhadap perempuan berkaos biru itu. Horor itu terus memburu ku bersama berbagai sms yang masuk ke hp ku dari berbagai teman yang ku kenal maupun belum aku kenal sehingga nomornya belum terekam di memori telpon ku. Horor itu terus memburu ku saat email ku buka hari ini dimana beberapa diantaranya berisi seruan solidaritas, kronoligis hingga siaran pers dari Swami yang dengan detail menggambarkan serbuan aparat ke komunitas warga Kontu. Saat membaca semua sms dan email itu, pikiran ku terus membayang wajah perempuan berkaos biru itu. Jiwa ku merintihkan tangisan sunyi terhadap perempuan itu dan teman-temannya. Aku hanya bisa melantunkan permintaan maaf ke langit-langit kamar karena tak dapat membantu perempuan itu menghadapi rengsekan aparat. Kembara pikiran ku terus menerus teringat tatapan perempuan itu, sepertinya dia menggugat ku "kemana kamu saat aku dizalimi secara brutal???, dimana bantuan dan solidaritas mu saat aku dilecehkan???, kemana kau dan teman-teman mu yang selalu berbusa berbicara hingga berpidato tentang solidaritas dan dukungan terhadap mereka yang tertindas, dizalimi dan dilecehkan yang biasa kalian obralkan di berbagai diskusi, meeting, seminar, workshop hingga berbagai milis???... kemana kalian saat aku dan teman-teman di Kontu membutuhkan dukungan kalian, walau itu hanya sehelai surat solidaritas???... walau kalian tidak berada disamping kami, helaian solidaritas kalian akan sangat membantu kami bertahan dalam penderitaan dan penindasan negara yang entah kapan akan berujung. Aku dan teman-teman di Kontu tidak meminta banyak dari kalian para teman, sahabat, sanak dan juga taulan. sebait puisi saja akan menjadi pengobat kenyerian kami. Sebaris lirik lagu saja telah cukup meneguhkan semangat kami untuk bertahan. Selarik surat dari mu dan teman-teman telah dapat menjadi alat perlawanan kami.Kemana hati nurani aparat yang lakukan kekerasan itu??? Kemana solidaritas teman, sahabat, saudara jauh serta para handai taulan di Sultra, Sulawasi, Jakarta, pelosok-pelosok negeri ini hingga kutub utara??? Kemana dan dimana kalian semuannya.. Warga Kontu sedang menanti bait puisi, lirikan lagu hingga carikan surat mu sebagai solidaritas antar teman dan sahabat.


Untuk mu perempuan berkaos biru serta suami dan anak-anak, saudara dan saudari, ayah dan ibu, kakek dan nenek maupun para cucu mu.. ku persembahkan tulisan ini. aku selalu bersama kalian walau keberadaan ku nun jauh di mata.. Hati ku selalu bersama kalian dalam penderitaan ini. Semoga kita bersama tetap kukuh menghadapi kekerasan negara ini. semoga kita akan tetap kuat dan selalu bersama menghadapinya dengan cara-cara damai. cara-cara tanpa kekerasan yang dituliskan berbagai kitab suci tentang kedamaian hidup tanpa kekerasan. seperti yang juga disimponykan berbagai kidung, melintasibatas-batas perbedaan seks, marga, klan, suku,etnis, bangsa, negara, agama dan ras..

Untuk mu perempuan berkaos biru

Untuk mu perempuan-perempuan Kontu

Untuk mu komunitas Kontu Bottom of Form

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

JELAJAH INDONESIA. Pulau Rote & Ndana: Menjejaki Negeri Para Leluhur

1 perahu dari Pelabuhan Oeseli, Pulau Rote  Akhirnya, perahu nelayan milik Pak Ardin membawa kami mendekati tepi pantai Pulau Ndana. Tep...