Selasa, 15 Juli 2014

PARIS : Mengapa disebut City of Love / Kota Cinta?

Bagian I: Menara Eiffel, Museum Louvre dan Basilika Sacre Coeur.

Menara Eiffel di malam hari 

Saya mendapatkan kamar di Lantai 4. Kamar hotel ini ternyata berinterior minimalis dengan ukuran yang pas-pasan untuk 2 tempat tidur. Namun bagi saya tidak masalah, yang penting kamarnya dan tempat tidurnya nyaman digunakan. Saya menduga kamar yang digunakan seluruh anggota rombongan adalah kamar standar dengan fasilitas standar hotel-hotel Eropa dengan harga 1,7 juta per malam. Ukuran kamarnya seperti ukuran kamar-kamar standar hotel Ibis di Jakarta. Taksiran saya ukuran tempat tidurnya adalah selebar 90 - 100cm alias tidak terlalu kecil untuk ukuran badan orang Asia seperti saya. Namun mungkin akan kekecilan untuk ukuran orang Eropa. Setelah menaruh koper di tempatnya, saya lalu memeriksa kamar mandi. Karena buat saya, tempat tidur dan kamar mandi merupakan 2 fasilitas yang sangat saya butuhkan kenyamanannya dalam liburan. Setelah memeriksa kamar mandi yang dilengkapi bath tube serta air panas, saya lalu kembali ke kamar dan mencoba tempat tidurnya. Kesimpulan saya, kamar hotel dan fasilitasinya layak sebagai hotel bintang tiga dengan harga 1,7 juta per malam.

Stasiun Metro sekitar 50 meter dari Hotel
Saya memutuskan beristrahat sekitar 30 menit. Alarm iphone saya pasang guna membangunkan saya jikalau saya jatuh terlelap. Setelah kelelahan perjalanan berlalu dengan istrahat secukupnya, saya kemudian mandi dengan berendam air hangat terlebih dahulu sekitar 15 menit di bath tubenya. Toiletnya hanya menggunakan tissue kering sehingga sebagai orang Indonesia yang terbiasa menggunakan air untuk cebok, saya lalu memutar akal bagaimana cebok menggunakan air. Akhirnya saya menggunakan kombinasi tissue kering yang saya basahi terlebih dahulu atau menggunakan air dari kran mandi dengan cara menampungnya pada gelas kecil yang tersedia di wastafel. Gelas ini seharusnya digunakan menampung air dari kran wastafel untuk sikat gigi, namun karena telah saya gunakan sebagai gelas cebok, maka untuk sikat gigi, saya langsung menadahkan mulut saya ke kran air wastafel atau menadah air menggunakan tangan saja. Singkat cerita, saya telah selesai mandi dan bersih-bersih serta berganti pakain. Segar rasanya setelah istrahat sejenak dan mandi air hangat. Fisik dan mental saya telah siap untuk mengeliling Kota Paris di sore ini hingga tengah malam nanti. Saya turun ke area lobby sebelum waktu 1 jam yang diberikan oleh tour leader habis. Di lobby ternyata telah ada beberapa anggota rombongan yang sedang siap sedia juga.  Kami ngobrol sebentar dilanjutkan dengan aktivitas  masing-masing memanfaatkan wifi di area tersebut untuk berselancar ataupun berkomunikasi dengan teman dan keluarga.

Tak menunggu lama, semua anggota rombongan tour telah berkumpul di lobby, termasuk Lenka yang adalah tour leader kami tersebut dan Carl yang adalah sopir sekaligus asisten Lenka dalam tour 2 minggu ke kota-kota di Eropa Barat. Carl lalu memberikan kami komando untuk cepat-cepat memasuki bis karena bis tidak dibolehkan parkir terlalu lama di jalan depan hotel. Setelah semua anggota rombongan berada dalam bis, Carl lalu menjalankan bis tersebut ke arah kota, Lenka sebagai tour leader mulai berdiri lalu memberikan informasi-informasi dan penjelasan-penjelasan yang diperlukan. Tour sore hingga malam ini adalah semacam orientasi terlebih dahulu kepada semua anggota rombongan tentang tempat-tempat menarik dan layak dikunjungi di Paris. Dalam orientasi tersebut, kami diberi waktu untuk mampir 15 menit di area Louvre Museum, 30 menit di Tracadero untuk melihat dan mengambil foto Menara Effiel dari tempat strategis. Setelah itu, Carl akan menurunkan kami di suatu area dekat ke Basilika Sacre Coeur atau Basilica of the Sacred Heart of Paris yang terletak di puncak tertinggi alam Kota Paris.

Salah satu cafe di sore hari di Paris 
Bis tour membawa rombongan menyusuri jalan-jalan Kota Paris di sore hari musim panas Bulan Agustus. Kesan pertama yang saya peroleh adalah Paris di bulan Agustus sangat panas dan berdebu. Cafe-cafe terbuka di pinggir jalan yang dilalui bis dipenuhi para pengunjung yang didominasi kaum muda. Jalanan kota tidak seramai Jakarta sehingga tidak ditemui adanya kemacetan di seluruh kota selama rombongan kami mengelilingi kota tersebut. Tidak semua tempat yang diorientasikan bisa dikunjungi saat itu juga karena keterbatasan waktu dan juga tour hanya ingin mengenalkan tempat-tempat tersebut kepada anggota rombongan yang akan memutuskan untuk mengunjungi tempat-tempat tersebut secara sendiri-sendiri atau dalam kelompok-kelompok kecil esok hari. Tour leader tak henti-henti menjelaskan secara detail semua tempat yang diorientasikan, termasuk sejarah, tiket masuk, tips dan triks dll. Tak lupa juga tempat-tempat makan dan belanja yang tidak menguras kantong kami.

Depan Museum Louvre

Perhentian pertama rombongan sore ini adalah kompleks Museum Lauvre. Dari luar, museum terdiri atas 3 blok bangunan berwarna coklat pucat kekuningan berbentuk seperti huruf U menghadap Barat dengan halaman yang sangat luas. 2 patung kuda bersama penunggangnya berdiri kokoh diatas alas tiang setinggi 1 meteran mengapit gerbang masuk museum dengan atap berbentuk prisma transparan. Di halaman museum terdapat sebaran tiang-tiang bulat dengan tinggi sekitar 30-40cm dan diamter sekitar 20-30cm. Tiang-tiang tersebut digunakan para pengunjung untuk tempat berfoto dengan cara berdiri diatasnya, atau duduk dan pose lainnya yang disukai masing-masing pengunjung. Hamparan tanah halaman museum adalah campuran tanah liat dan pasir halus. Di tengah hamparan halaman museum diberi pagar-pagar penyekat yang memisahkan tempat lalu lalang kendaraan dengan manusia. Udara masih benar-benar sangat panas, walau telah jam 5 sore. Panasnya sangat terik seperti panas jam 2 siang di Kupang, NTT. Debu pasir di halaman museum juga kadang beterbangan karena angin ataupun lalulalangnya para pengunjung yang masuk dan keluar area tersebut atau sedang berfoto ria dalam berbagai pose di depan bangunan museum. Saya mengambil beberapa foto area sekitar museum sekaligus berpose buat foto diri sendiri sebagai kenang-kenangan mampir ke Museum Louvre. Tiket masuk ke museum dibagi dalam 3 kategori harga, yakni 12, 13 dan 16 Euro. Tiket seharga 12 Euro berlaku bagi kunjungan penuh 1 hari (sesuai jam buka dan tutup museum) untuk melihat-lihat koleksi tetap (permanen) museum, tidak termasuk kunjungan ke area pameran di Aula Napoleon. Tiket ini berlaku juga untuk kunjungan ke Museum Eugene Delacroix. Untuk kategori harga 13 Euro berlaku untuk kunjungan ke pameran-pameran di Aula Napoleon. Sedangkan 16 Euro berlaku bagi kunjungan ke seluruh koleksi 2 museum, yakni Louvre dan Eugene Delacroix, termasuk Aula Napoleon. Rencananya saya akan kembali ke Museum ini besok hari.

Selesai dari Museum Louvre, rombongan dibawa ke tempat-tempat wisata lainnya menyusuri jalan-jalan kota Paris yang lenggang. Rombongan akhirnya tiba di pusat belanja termahal di Paris, yakni Lafayette Galleries dimana harga barang paling murah disini berada pada kisaran 500 Euro atau sekitar 6 juta rupiah. Semua barang bermerek internasional ada disini. Tour menyediakan kartu diskon 10%, namun saya tidak sedang wisata belanja dan juga tidak butuh barang bermerek sehingga kartu diskon tersebut tidak terpakai - yang masih saya bawa balik ke Jakarta. Rombongan tour terus dibawa berkeliling Paris lalu berhenti di Trocadero yang terletak di seberang Sungai Seine dan Menara Eiffel. Di lokasi ini tersedia
Menara Eiffel dari Trocadero
suatu hamparan luas berlantai keramik yang diapit 2 bangunan di kiri dan kanannya. Di depan hamparan bagian kanan saya berjejer kios-kios souvenir yang menjual berbagai souvenir seperti kaos, snow balls, gantungan kunci, dll. Depan hamparan ini berbatasan langsung dengan jalan raya yang dilalui kendaraan sehingga pengunjung harus hati-hati. Kios-kios tersebut sepertinya diatur dengan baik sehingga tidak menghalangi para pengunjung yang masuk dan keluar ke hamparan tersebut. Beberapa polisi memakai topi biru dongker, baju puti dan celana panjang biru dongker terlihat berjaga di sekitar area tersebut. Dari hamparan tersebut, touris dapat memandang dan mengambil foto-foto berlatar belakang Menara Eiffel di seberang - tanpa terhalang suatu bangunan pun.

Pada saat saya dan rombongan tiba, di hamparan tersebut sedang ada demonstrasi orang-orang Mesir menentang penggulingan Presiden Musri oleh militer Mesir beberapa minggu sebelumnya. Salah seorang anggota rombongan asal Malaysia mengambil momentum tersebut untuk turut memberikan solidaritasnya bergabung sesaat bersama para pendemo. Sementara anggota rombongan lainnya, termasuk saya hanya mengambil foto-foto dan juga mengamati daerah sekeliling. Trocadero adalah nama suatu pulau di wilayah Andalusia Spanyol. Nama tersebut digunakan di Paris sebagai suatu peringatan bantuan Prancis bagi Spanyol mengembalikan kekuasaan otokrasi Dinasti Bourbon Ferdinand VII di Spanyol. Di lokasi ini, nasib sial menimpa seorang anggota rombongan asal Srilanka, yakni kehilangan 250 Euro dari kantong celananya karena dicopet. Walau kami telah diingatkan berulang-ulang oleh tour leader sepanjang perjalanan, namun ada teman seperjalanan saya yang kecolongan juga. Sejak di Indonesia, saya juga telah menyiapkan diri dengan  mempelajari berbagai informasi tentang kota-kota yang dikunjungi, termasuk bentuk-bentuk kejahatannya. Karena itu, saya menyediakan beberapa copy passpor dan visa tentunya yang saya simpan terpisah di koper, ransel serta tas pinggang. Demikian juga dengan kartu ATM, kredit dan uang cash untuk menghindari para pencopet di tempat-tempat wisata tersebut.

Bersama Tour Leader
Dari Trocadero, tour dibawa ke arah Utara Kota Paris menuju Basilika Sacre Coeur di daerah perbukitan atau ketinggian kota Paris. Oleh karena kawasan tersebut tidak bisa dilewati bis yang membawa rombongan, maka kami diturunkan di suatu tempat yang jaraknya tidak terlalu jauh dari tempat kunjungan. Kami akan menghabiskan sore sampai menjelang malam di Basilika Sacre Couer menikmati Kota Paris dari ketinggian sekalian menanti waktu makan malam di suatu cafe dekat Basilika. Ternyata kawasan dimana kami turun sangat ramai dengan para pejalan kaki di kiri dan kanan. Jalan yang kami lalui terbagi atas 2 ruas jalan untuk kendaraan, 2 jalur untuk pejalan kaki dan di tengahnya untuk pesepeda. Di kawasan tersebut juga tersedia tempat parkir dan penyewaan sepeda yang berjejer sepanjang jalan. Agar anggota rombongan tidak tersesat karena padatnya lalu lalang manusia di pedestarian yang kami lalui, maka tour leader menggunakan payung tertutup yang diangkat di atas kepalanya sambil berjalan di depan diikuti oleh anggota rombongan. Kami seperti anak-anak ayam yang berjalan mengekori induknya di depan, pikir saya sambil senyum-senyum. Dalam perjalanan menuju Basilika, rombongan kami selalu berpapasan dengan rombongan turis lain dari berbagai negara yang berjalan berkelompok mengiringi tour leader masing-masing yang juga memegang payung tertutup yang diangkat di atas kepala masing-masing. Ada juga touris yang berjalan sendiri atau berdua saja terlihat dari gaya berpakaian serta ransel-ransel yang dibawa. Waktu telah menunjukan jam 7 malam waktu Paris, namun suasananya masih seperti jam 5 sore di Jakarta. Paris di siang hari dalam cuaca Bulan Agustus adalah Paris yang panas dan berdebu, demikian kesimpulan saya dari perjalanan sore itu.

Depan Basilika Sacre Coeur
Sekitar 10 menit berjalan kaki, kami akhirnya tiba di bawah bukit tempat Basilika Sacre Coeur berdiri megah menopang langit Kota Paris. bangunan berwarna putih dengan 3 kubah semi bulat itu menyerupai Basilika St. Petrus di Roma, Italia. Mungkin Basilika ini merupakan replika kecil dari Basilika St. Petrus di Roma. Untuk mencapai Basilika, saya dan anggota rombongan harus mendaki puluhan tangga menuju puncak. Di pintu gerbang masuk, pengunjung telah dihadang oleh para penjual souvenir yang didominasi pemuda asal Afrika. Sama seperti di kawasan Trocadero, para pemuda tersebut menawarkan souvernir gelang berbagai bentuk yang ditawarkan dengan cara dipasangin ke lengan para turis yang tertarik. Karena telah diingatkan oleh tour leader sebelumnya bahwa setelah gelang terpasang, maka touris akan diminta bayaran alias pemaksanaan terselubung, maka dengan halus anggota rombongan saya menolak tawaran tersebut dan berlalu menuju Basilika. Secara perlahan saya terus mendaki tangga demi tangga menuju Basilika. Di beberapa tempat saya berhenti
Paris Utara dari Basilika Sacre Coeur
sejenak menikmati udara sore yang sejuk sambil menikmati Kota Paris dari ketinggian sekaligus mengambil foto-foto atau mengamati ratusan pengunjung yang naik dan turun, berdiri atau pun duduk di hamparan berumput depan Basilika dalam rombongan besar ataupun kecil. Banyak pula yang selonjoran sambil menikmati minuman, termasuk bir dingin di halaman Basilika.

BERSAMBUNG

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

JELAJAH INDONESIA. Pulau Rote & Ndana: Menjejaki Negeri Para Leluhur

1 perahu dari Pelabuhan Oeseli, Pulau Rote  Akhirnya, perahu nelayan milik Pak Ardin membawa kami mendekati tepi pantai Pulau Ndana. Tep...