Jumat, 13 Mei 2016

JELAJAH INDONESIA. LEMBATA: Desa Lamawalo dan Pulau Nuhanera

Bersama para penari cilik di pasar rakyat Tokojaeng
Hari ini rombongan tour menuju Lamawalo dan Nuhanera untuk snorkling dan trekking. Rombongan diangkut 3 kendaraan yang terdiri dari 1 truk dan 2 bus (baca catataan sebelumnya). Setelah meninggalkan kota, kami memasuki kawasan pedesaan melewati jalan berliku yang membelah padang dan bukit-bukit savana berwarna kecoklatan. Pepohonan dan rerumputan terlihat merangas, hanya batang dan ranting yang terlihat perkasa menantang langit bertahan dalam musim panas yang sangat terik dan menyengat di Pulau Lembata. Sesekali kendaraan yang saling beriringan melewati perkampungan yang terlihat sepi. Mungkin penduduknya sedang berada di kebun atau pantai dan laut menjalankan pekerjaan mereka sebagai petani dan nelayan.

Tulang belulang ikan paus
Sekitar 1 jam dari hotel,  iring-iringan kendaraan berhenti di pinggir jalan yang sedang kami lalui. Saya keluar bis mengikuti anggota rombongan lainnya menyeberang ke sisi kanan jalan. Kami sekedar singgah di tempat tersebut untuk  melihat kerangka ikan paus yang terdampar. Kerangka paus tersebut masih utuh dari kepala sampai dengan ekor yang telah tersusun rapi. Kerangka yang terletak di pinggir jalan tersebut hanya diberi tenda daun kelapa sekedarnya. Selesai melihat-lihat dan foto-foto sebagaimana biasa, satu per satu anggota rombongan kembali ke kendaraan masing-masing. Sebelum meninggalkan tempat tersebut, saya sempatkan memotret keindahan teluk di belakang kerangka ikan paus. Lautan biru yang sedang surut meninggalkan endapan lumpur yang ditumbuhi anakan bakau bersanding kehijauan pepohonan bakau yang cukup rimbun di sekelilingnya. Desa Watodiri, Kecamatan Ile Ape Timur, demikian kata Aken Udjan ke saya saat saya menanyakan nama tempat kerangka ikan paus dipamerkan di alam terbuka tersebut.



Bis dan truk yang kami tumpangi terus meliuk mengikuti jalan aspal berliku yang masih cukup bagus. Sesekali bis di depan kendaraan yang saya tumpangi berhenti guna memberikan kesempatan kepada anggota rombongan mendokumentasikan panorama sekitar, terutama keperkasaan gunung Ile Ape di kejauhan. Kadang kami melewati rimbunan pepohonan tanpa daun yang mensiasati musim kering di Lembata. Saat hujan menjejak tanah, pepohonan tersebut akan menghijau lagi sebagaimana pengalaman masa kecil saya dengan pohon-pohon jati di kebun keluarga di kampung. Alam punya mekanisme survive sendiri, pikir saya menikmati pesona coklat yang sesekali diselingi kehijauan tanaman di pekarangan
Pantai pasar rakyat Tokojaeng
dan kebun-kebun penduduk. Ile Ape tak pernah hilang dari pandangan - berdiri kokoh menopang langit dan seperti memberikan perlindungan pada dunia di bawahnya saat tidak aktif. Di sisi kanan jalan terhampar teluk berair biru laut yang menjadi lokasi peternakan mutiara sekaligus menyediakan sumber makanan dan pencaharian bagi para nelayan setempat.

Menempuh perjalanan sekitar 3 jam, akhirnya rombongan tiba di tempat tujuan. Semua anggota rombongan keluar dari kendaraan yang diparkir di pinggir jalan. Rombongan disambut para tetua adat berpakaian adat lengkap yang menjalankan prosesi penyambutan dari pinggir jalan tersebut menuju tempat istirahat di pinggir pantai. Kami menempuh perjalanan sekitar 750 meter dari pinggir jalan utama ke tepi pantai desa Lamawalo.
Penyambutan di area pasar rakyat Tokojaeng, Lamawalo
Sebelum tiba di tepi pantai, rombongan sekali lagi disambut upacara adat Lembata. 2 pria berpakaian adat memegang parang panjang berdiri kokoh dan menghalangi perjalanan rombongan ke tepi pantai. Kedua parang panjang tersebut disilangkan membentuk huruf X. Di belakang kedua pria tersebut berdiri para ibu berpakaian adat dan barisan rapi anak-anak lelaki dalam pakaian adat. Setelah kedua anggota rombongan selesai berbalas sambutan - rombongan tour diwakili para tetua adat yang telah menyambut dan mengawal dari pinggir jalan utama - rombongan diterima. 2 wakil rombongan tour yang terdari dari 1 laki-laki dan 1 perempuan maju menerima kalungan selendang sebagai tanda penerimaan. Musik tradisional menggelegar diikuti tarian kedua pria perkasa, para ibu dan juga barisan anak laki-laki tersebut mengiringi perjalanan perlahan rombongan memasuki area istirahat di tepi pantai.

Pantai pasar rakyat Tokojaeng
Jalan yang sedang kami lalui memisahkan pantai di sebelah kanan dengan lapangan luas dan perumahan penduduk di sebelah kiri. Ile Ape masih tetap terlihat seperti mengawal kampung Tokojaeng tempat kami akan beristirahat dan menaiki perahu menuju tempat snorkling. Lokasi istirahat rombongan di tepi pantai tersebut merupakan lokasi pasar rakyat setempat. Kios-kios kecil beratap daun kelapa dijaga para perempuan muda hingga sepuh bersarung tenunan Lembata. Kios-kios tersebut menjual berbagai jenis barang yang diproduksi sendiri seperti tenunan dan makanan kecil hingga barang-barang industri. Anggota rombongan memisahkan diri masing-masing setelah tiba di lokasi pasar rakyat Tokojaeng. Masing-masing menyibukan diri ke kios-kios di pasar tersebut atau duduk menikmati panorama lautan melalui kerindangan pohon beringin besar yang berada di lokasi tersebut sambil  menikmati kelapa muda yang disiapkan panitia. Saya berkeliling lalu mengajak anak-anak penari tadi berfoto-foto. Anggota rombongan lainnya sedang bercakap-cakap dengan pemilik sekaligus penjual di beberapa kios. Mungkin sedang tawar menawar lalu membeli, terutama kain tenunan berbagai corak, warna dan ukuran dengan harga bermacam ragam juga tentunya.

Snorkling di teluk berjarak 20an menit dari pasar rakyat
Saat perahu-perahu bermotor telah siap, panitia mengumumkan pembagian rombongan ke 3 kelompok yang akan menggunakan 3 perahu motor berbeda menuju tempat snorkling. Kejernihan air laut membelai kulit kaki saya, saat saya melangkah memasuki air menuju perahu motor yang parkir sepuluan meter dari tepi pantai. Karena beberapa anggota rombongan mengalami kesulitan naik perahu yang cukup tinggi, panitia agak sibuk menyiapkan kursi sebagai tangga. Sementara saya telah berada di atas perahu dan memilih tempat di bagian depan sehingga bisa menikmati keindahan alam sekeliling saat perahu melaju menuju tempat snorkling. Setelah semua anggota rombongan berada dalam perahu,
nahkoda menjalankan perahu secara perlahan membelah air biru laut nan jernih dan tenang menuju zona snorkling berjarak 20an menit dari pantai pasar rakyat Tokojaeng di Desa Lamawalo yang menjadi tempat penyambutan rombongan. Ketiga kapal motor kayu beriringan dalam jarak puluhan meter yang mencari tempat terbaik masing-masing di teluk tersebut. Ile Ape berdiri tegar memayungi kawasan sekitar. Saat kapal motor kayu yang saya tumpangi berhenti di tempat tujuan, beberapa anggota rombongan mempersiapkan diri lalu terjun ke kebiruan air laut yang sangat transparan sehingga rombongan yang tinggal di atas kapal dapat  menikmati aktifitas anggota rombongan yang sedang snorkeling. Saya memilih tetap di atas perahu, karena tidak memiliki peralatan snorkeling - walau bisa menggunakan alat snorkeling secara bergantian, namun saya tidak terlalu suka bermain air laut di terik matahari yang pasti akan membakar kulit :).

Tarian barter
Sekitar 1 jam para snorkers menikmati keindahan bawah laut teluk Desa Lamawalo - beberapa bergantian menggunakan peralatannya - satu demi satu kembali ke atas kapal motor kayu masing-masing. Kapal memutar haluan kembali ke tepi pantai pasar rakyat yang sejam lalu kami tinggalkan. Tiba di lokasi pasar rakyat, panitia telah menyiapkan makan siang dengan menu makanan lokal berupa nasi jagung, ikan lawar, sayuran dan lainnya. Selesai makan siang, rombongan disuguhi tarian barter yang merupakan ilustrasi cara berdagang orang Lembata berupa barter antara komunitas yang hidup di tepi pantai dengan komunitas yang hidup di kawasan pegunungan. Warga tepi pantai membawa ikan dan garam yang dibarter dengan hasil bumi pegunungan berupa jagung, singkong dan ubi.

Ile Ape dari puncak bukit Pulau Nuhanera
Sore menjelang saat rombongan dalam 3 kapal motor kayu bergerak menuju kawasan Pulau Nuhanera guna melanjutkan kegiatan snorkeling di lokasi berbeda. Sekitar 30an menit melayari riak-riak air laut biru jernih, rombongan tiba di tepi pantai Pulau Nuhanera yang juga berbentuk teluk sehingga riak air laut seperti riakan air danau semata. Saya turun dari kapal dan berjalan ke tepi pantai berpasir coklat muda / khaki. Terik matahari menyengat kulit sehinga saya berjalan ke tenda daun kelapa yang terpasang di tepi pantai itu. Keindahan pantai dicemari berbagai jenis sampah plastik yang ditinggalkan para penggunjung sebelumnya. Anggota rombongan penyuka snorkling telah membagi diri ke dalam beberapa kelompok dan mulai menikmati keindahan bawah air teluk Pulau Nuhanera. Anggota rombongan lainnya, seperti saya memilih menepi dan beristirahat sejenak di kerindangan tenda daun kelapa atau di bawah kerindangan satu pohon besar di tepi pantai tersebut.

Sebagian rombongan di puncak bukit Pulau Nuhanera
Puas menikmati keindahan sekitar bersamaan dengan condongnya sang mentari ke horizon Barat, saya dan anggota rombongan lain yang tidak melakukan snorkling memilih mendaki ke puncak bukit Pulau Nuhanera. Warna kehitaman perbukitan karena bekas terbakar tersebut sangat kontras dengan warna biru lautan dan langit yang mendominasi panorama sekitar. Saya bersama 3 orang teman mulai mendaki dari belakang tenda daun kelapa yang meneduhi kami. Kami membuat jalur baru yang lebih dekat ke tempat kami berteduh. Kelompok lain memilih menggunakan jalur yang telah ada menuju puncak bukit Pulau Nuhanera. Setelah menempuh waktu sekitar 45 menit, kedua rombongan pendaki bertemu di puncak Nuhanera, menikmati panorama semua sisi Pulau Nuhanera dan sekitarnya yang
Sebagian rombongan di puncak bukit Pulau Nuhanera
seperti berada dalam danau karena ketenangan lautan yang mengeliling Pulau Nuhanera. Sekitar 30an menit berada di puncak, termasuk acara foto-foto bersama, rombongan memutuskan turun kembali ke tepi pantai karena matahari semakin condong ke Barat. Saat rombongan tiba di tepi pantai, para anggota rombongan snorkeling telah berada di perahu motor masing-masing menunggu anggota rombongan pendaki. Ketiga perahu motor yang ditumpangi anggota rombongan mulai bergiliran meninggalkan pantai saat semua anggota rombongan telah berada di masing-masing perahu motor. Di perahu motor yang saya tumpangi ada anggota rombongan, yakni Yuki yang berulang tahun sehingga
Ultah Yuki di atas kapal yang melaju pulang ke Tokojaeng
nyanyian selamat ulang tahun berkumandang di atas perahu motor yang sedang melayari ketenangan lautan sekitar Pulau Nuhanera kembali ke pantai Pasar Rakyat Tokojaeng Desa Lamawalo, Pulau Lembata guna melanjutkan perjalanan menggunakan bis dan truk ke hotel.

Jingga berpadu lembayung senja sedang berbinar di ufuk Barat saat perahu-perahu motor meninggalkan pantai Pulau Nuhanera. Kegelapan malam telah menutupi kawasan sekitar saat ketiga  perahu motor yang kami tumpangi merapat di pantai Pasar Rakyat Tokojaeng. Masing-masing anggota rombongan masuk ke bis dan truk yang telah menanti di tepi pantai untuk mengantar kami kembali ke hotel. Hanya tersisa kegembiraan bersama rasa penat dan lelah seharian
Senja di Ile Ape
bermain di kebiruan laut dan langit yang mengapit savanna coklat dan hitam. Setelah makan malam, semua kembali ke kamar masing-masing untuk beristirahat mempersiapkan tenaga bagi perjalanan subuh hari mengunjungi gunung/pulau berapi Batutara yang bererupsi setiap 20an menit melontarkan abu dan batu panas diiringi nyala kemerahan api dari perut bumi.

Bersambung...



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

JELAJAH INDONESIA. Pulau Rote & Ndana: Menjejaki Negeri Para Leluhur

1 perahu dari Pelabuhan Oeseli, Pulau Rote  Akhirnya, perahu nelayan milik Pak Ardin membawa kami mendekati tepi pantai Pulau Ndana. Tep...