Kamis, 12 Februari 2015

AMAZING INDONESIA. WONDERFUL FLORES : Perjalanan Jakarta - Labuan Bajo.

Kesibukan di bandara Ngurah Rai, Bali
Saya  menggunakan Lion Air dari Jakarta ke Bali pada tanggal 6 November 2014 kemudian menggunakan pesawat Garuda dari Bali ke Labuan Bajo pada hari yang sama. Rencana perjalanan dari Jakarta tertunda sekitar 2 jam karena pesawat Lion yang akan saya tumpangi sedang mengalami masalah teknis, demikian pengumuman yang disampaikan pihak maskapai. Para penumpang lain yang akan menggunakan pesawat yang sama terlihat mengomel dan beberapa berjalan ke meja CS Lion di ruang tunggu terminal 3 Soetta. Saya memilih membaca koran dan juga coba memotret beberapa moment menarik di sekitar ruang tunggu, termasuk memotret seorang anak perempuan yang sedang asyik belajar di tengah lalu lalang para penumpang di ruang tunggu tersebut. Saat pesawat pengganti telah siap, pihak maskapai memanggil para penumpang melakukan boarding. Setiap penumpang diberi sebungkus roti O sebagai kompensasi penundaan jam keberangkatan. Penundaan tersebut tentunya berdampak pada
Menunggu boarding di terminal 3 Soetta
penerbangan saya dari Bali ke Labuan Bajo. Karena jam penerbangan saya dari Jakarta adalah 8.10 pagi dan tiba di Bali pada jam 11 pagi. Dari Bali akan berangkat pada jam 11.55 siang dengan rencana tiba di Labuan Bajo pada jam 13.25 siang. Tidak ada yang menarik selama penerbangan Jakarta - Bali. Hanya obrolan singkat saya dengan seorang Bule asal Brusel yang memperkenalkan dirinya bernama Rudi. Rudi menceritakan pengalamannya berkunjung ke beberapa negara Asia. Kunjungan ke Indonesia saat ini merupakan kunjungan kedua. Tujuan perjalanannya kali ini adalah  Flores yang akan dimulai dari Maumere, ibukota Kabupaten Sikka yang adalah salah satu kabupaten di pulau Flores. Obrolan kami memberi kesempatan pada Rudi melatih bahasa Indonesianya yang cukup lumayan. Rudi menceritakan ke saya bahwa sebelum berkunjung ke Indonesia, dia mempelajari dan telah menguasai 150 kata-kata Indonesia. Saya berbagai cerita dan pengalaman perjalanan di Eropa. Pada akhirnya Rudi memberikan alamat emailnya guna digunakan menghubungi dia jika suatu saat saya berkunjung ke Brusel :).

Salah satu gerbang masuk ke terminal Ngurah Rai
Pesawat Lion yang saya tumpangi mendarat mulus di bandara Ngurah Rai Bali setelah menempuh waktu penerbangan sekitar 1 jam 50 menit. Saya mengikuti para penumpang perjalan ke terminal baru yang megah dengan interior Bali yang sangat kental. Gerbang masuk dijaga 2 patung besar berkain kotak-kotak hitam, putih dan merah perlambang pengusir roh jahat dalam kepercayaan setempat. Sebelum masuk ke ruang tunggu, saya harus berjalan melewati deretan toko sovenir dan restoran yang berjejer menjual berbagai jenis souvernir, makanan dan minuman, termasuk salak Bali yang menjadi salah satu jenis oleh-oleh khas Bali yang selalu dibawa pulang para pengunjung yang berwisata ataupun berbisnis di Bali. Layout dan pencahayaan alami sinar matahari di siang hari pada terminal baru ini mengingatkan saya akan terminal 2 El Prat Barcelona (lihat catatan tentang Barcelona). Saya melewati deretan kios dan restoran mencari konter Garuda yang kemudian saya lihat berada di sebelah kanan di ujung gedung terminal. Saya berjalan ke arah konter yang sedang dikerubungi para calon penumpang lainnya yang satu tujuan dengan saya ke Labuan Bajo.
Salah satu sudut dalam terminal Ngurah Rai
Beberapa bule hanya mengenakan pakaian seadanya serta sandal terlihat duduk selonjor di lantai terminal sambil membaca buku. Petugas konter yang melayani saya menginformasikan penundaan penerbangan sekitar 30 menit. Saya harus membiasakan diri dengan penundaan-penundaan seperti ini, kata saya pada diri sendiri. Inilah kondisi riil negara tercinta. Semuanya santai, tidak harus terburu-buru. Karena itu saya seharusnya punya rencana-rencana cadangan. Hmmm saya masih punya waktu makan siang, pikir saya sambil mengucapkan terima kasih dan berjalan menuju restoran yang terletak berlawanan arah dengan konter Garuda tersebut.

Rudi yang saya kenal di dalam penerbangan Jakarta - Bali sedang makan siang bersama seorang perempuan bule di restoran yang saya datangi. Hi, sapa saya sambil tersenyum dan mengangguk ke perempuan yang duduk di hadapan Rudi. Hi, how is your flight, balas Rudi sambil tersenyum. It delays for about 30 minutes which giving me time for lunch, balas saya. Great, balas Rudi lalu memperkenalkan saya ke perempuan yang ternyata istrinya. Kami berjabat tangan sambil menyebutkan nama masing-masing dan mengucapkan nice to meet you satu sama lain. Saya kemudian memilih meja sendiri dan melambaikan tangan ke arah seorang pelayan restoran yang sedang lewat. Sang pelayan datang bersama lembaran menu. Saya memesan mie ayam bakso dan 1 botol kecil air mineral. Sambil menunggu pesanan disiapkan dan disajikan, saya mengisi waktu berselancar di internet mencari informasi-informasi terkini tentang Labuan Bajo, terutama pulau Komodo dan Rinca.

View dari langit di sekitar bandara Ngurah Rai
Saat saya masih sedang menikmati mie ayam bakso, terdengar pengumuman boarding garuda Labuan Bajo di gate 1. Saya cepat-cepat menghabiskan makanan dan minuman yang tersedia lalu berjalan menghampiri meja Rudi. Saya mengucapkan selamat berpisah ke Rudi dan istrinya lalu bergegas keluar restoran mengambil arah kiri menuju gate 1 yang terletak lumayan jauh dari restoran dalam arah berlawanan dengan konter check in Garuda sebelumnya. Setelah melewati pemeriksaan, saya berjalan ke tangga kemudian keluar bersama para penumpang lain berjalan menuju pesawat ATR Garuda yang sedang parkir puluhan meter dari pintu keluar bangunan terminal. Sebagaimana biasa, setelah semua penumpang menempati kursi masing-masing, prosedur standar keselamatan diperagakan para kru pesawat sambil pesawat memulai gerakan take off . Karena saya duduk sebelah jendela atau biasa disebut window seat, maka saya bisa memotret beberapa foto kesibukan naik turun pesawat dan juga suasana pantai sekitar bandara saat pesawat telah melayang di udara. Demikian juga saat pesawat mulai mendekati Labuan Bajo, sebaran pulau, dataran dan pegunungan menjadi obyek menarik dipotret dari udara dengan segala keterbatasan lensa tele kamera Canon DSRL milik saya. Jam 3 sore saat pewasat ATR Garuda yang saya tumpangi landing di bandara Komodo, Labuan Bajo. Bandara masih dalam tahap pembangunan, termasuk runway dan bangunan terminalnya. Bandara terletak di tepi laut, sebelah kanan yang berhadapan dengan bangunan terminal di atas bukti adalah jejeran bukit dengan pepohonan dan rerumputan berwarna kecoklatan.

Runway bandara Komodo di Labuan Bajo 
Keluar dari pesawat, saya dan penumpang lainnya berjalan mendaki ke bangunan terminal yang terletak di ketinggian lalu masuk ke bangunan  terminal dan menunggu pengambilan bagasi. Setelah pengambilan bagasi, saya berjalan ke arah konter taksi yang terletak samping kiri dalam pintu keluar. Perempuan muda berjilbab yang menjaga konter tersenyum ramah menyambut saya dan menanyakan tujuan. Ke Hotel Rama, kata saya. Enam puluh ribu, balas perempuan tersebut. Uang yang saya berikan ditukar selembar kupon / tiket taksi. Seorang laki-laki menyambut saya dipintu keluar sambil tersenyum mengulurkan tangannya. Kami berjabat tangan dan memperkenalkan diri masing-masing. Stevan, katanya. Jo, balas saya. Stevan mengambil alih koper saya dan mengatakan kami perlu menunggu taksi yang dikemudikan temannya. Sambil menunggu, saya dan Stevan bercakap-cakap menggunakan bahasa campuran dialek kupang dan Indonesia baku saat Stevan mengetahui saya berasal dari Kupang. Keramahan khas Timur menyeruak dalam obrolan kami yang membuat saya merasa berada di kampung sendiri. Saya meminta beberapa informasi terkait pulau Komodo dan Rinca karena saya berencana mengunjungi salah satu pulau tersebut guna memotret binatang purba tersebut dalam perjalanan saya ke tujuan utama kunjungan di Danau Kelimutu, Kabupaten Ende.

Terminal Komodo, Labuan Bajo 
Obrolan saya dan Stevan terhenti saat satu mobil Toyota Inova berhenti di depan kami berdua yang berdiri di selasar terminal. Stevan memperkenalkan saya ke Patti yang menyopiri mobil tersebut. Patti mengambil alih koper saya dan memasukannya ke mobil kemudian membuka pintu mobil dan mempersilahkan saya masuk. Saya berjabatan tangan dengan Stevan dan mengucapkan selamat berpisah kemudian berlalu dari tempat tersebut bersama mobil yang dikemudikan Patti. Dimana bisa mendapatkan informasi tentang kapal yang ke pulau Komodo atau Rinca?, tanya saya ke Patti di sela-sela obrolan kami dalam perjalanan keluar dari kompleks bandata. Oh gampang, nanti kita bisa singgah di information center dalam perjalanan ke hotel, kata Patti dalam dialek Kupang. Sekitar 5 menit kemudian mobil dihentikan di
Bandara Komodo, Labuan Bajo
tepi jalan dekat jejeran kios para travel agent yang memasang plang information center. Patti mengajak saya memasuki satu kios yang cukup besar berukuran sekitar 5 kali 6 meter. Bangunan beratap seng dan berdinding semi permanen tersebut dibagi menjadi dua bagian. Bagian depannya digunakan sebagai kantor yang memamerkan berbagai poster dan foto-foto tempat wisata di pulau Komodo, Rinca dan pulau-pulau lainnya di Kabupaten Manggarai Barat tersebut. Awalnya saya berpikir information center dimaksud adalah sejenis kantor pemerintah yang menyediakan layanan informasi wisata. Ternyata information center di Labuan Bajo adalah salah satu travel agent setempat yang menyediakan paket wisata bagi para pengunjung.

Salah satu jalan di Labuan Bajo
Kalo bapa mau berkunjung ke pulau Komodo tidak bisa pulang hari, kata laki-laki muda yang berjaga di tempat tersebut. Mengenakan sandal, bercelana jeans dilengkapi baju kaos biru, lelaki tersebut dengan ramah dan lancar menjelaskan paket wisata yang dijual travel agentnya. Kalo bapa mo pulang hari, bapa tidak bisa ke Komodo. Hanya bisa ke Rinca, sambungnya. Kalo ke Komodo paketnya 3 hari, per orang bayar 800 ribu rupiah. Itu sudah termasuk makan 3 kali dan menginap di kapal bersama wisatawan lainnya. Kegiatannya berenang, snorkling di beberapa tempat di pulau-pulau kecil sekitar Komodo, trekking dan memotret di Komodo. Kalo ke Rinca, berangkat pagi, pulang sore. Hanya untuk trekking dan foto-foto saja, katanya dengan lancar. Wah saya tidak bisa snorkling, bagaimana?. Ya bapa duduk-duduk baca di kapal saja atau bisa juga berenang di sekitar tempat snorkling, timpalnya. Kalau saya ingin langsung ke pulau Komodo untuk trekking dan foto-foto saja bagaimana, tanya saya. Tidak bisa, karena itu sudah satu paket. Tidak ada wisatawan yang langsung ke Komodo, apalagi wisatawan bule, kata lelaki tersebut. Baik sudah, balas saya dalam dialek Kupang. Terima kasih atas informasinya, saya pikir-pikir dulu di hotel. Kalau jadi, saya akan menghubungi Patti untuk ambil tempat dan bayar, kata saya menutup pembicaraan kami.

Salah satu sudut kota Labuan Bajo 
Saya dan Patti kembali ke mobil yang kemudian disopiri menuju hotel yang letaknya tidak begitu jauh dari "information center" tersebut. Mobil diparkir di depan bangunan hotel berlantai 4 berwarna hijau. Lantai pertama difungsikan sebagai super market. Patti menggeret koper saya ke resepsionis di lantai 2. Seorang perempuan muda menyambut saya dengan senyumnya. Selamat sore, sapa perempuan tersebut. Sore, balas saya dengan senyum ramah juga. Saya sudah booking melalui booking.com, lanjut saya. Atas nama siapa bapa, tanya perempuan tersebut. Saya menyebutkan nama, sambil menyerahkan KTP.


Suasana sore di salah satu sudut kota Labuan Bajo
Bapa, saya pamit dulu, kata Patti. Okay Patti, terima kasih banyak yach, kata saya sambil memasukan uang tip ke genggaman tangannya. Terima kasih banyak bapa, balas Patti sambil tersenyum ramah. Jika bapa butuh kendaraan atau memutuskan ke Komodo atau Rinca, bapa hubungi saya saja, tambahnya. Pasti Patti, balas saya. Patti akhirnya berjalan pergi sambil tangannya menarik ke atas jeans biru gelap yang nampak kedodoran. Setelah urusan administrasi check in selesai, seorang staf laki-laki mengangkat koper saya berjalan ke arah tangga naik ke lantai 4. Kamar 06 yang saya tempati merupakan kamar delux twin beds seharga 400 ribu rupiah per malam. Kamarnya sangat luas seperti luas kamar hotel Santika di Jakarta - yang pernah saya gunakan beberapa kali di tahun 2000an saat harga per malam masih 500an ribu - tentu saja dengan fasilitas yang lebih minim dibanding fasilitas kamar hotel Santika. Saya sebenarnya meminta kamar double delux (one bed), namun kata resepsionis kamar itu sangat terbatas dan masih sedang digunakan. Tidak ada pilihan, saya harus menerima kamar yang tersedia. Setelah staf hotel menyalakan AC dan memastikan lampu kamar berfungsi, saya memberikan tip sebagaimana biasa. Saya memutuskan mandi terlebih dahulu sebelum keluar berkeliling kota Labuan Bajo di sore hingga malam hari.

Arwin - pengojek, guide dan teman ngobrol di Labuan Bajo
Saat saya tiba di halaman hotel sekaligus super market, nampak para tukang ojek sedang duduk bercengkrama di atas ojek mereka yang sedang parkir di depan hotel tersebut. Bapa mau jalan-jalan kah?, tanya salah satu diantara mereka sambil tersenyum ramah. Iya, saya  mau cari keliling kota dan juga cari tiket bis ke Ruteng, balas saya ramah. Pengojek yang menyapa saya mendorong seorang temannya ke depan saya. Kasih berapa kalo keliling sampai selesai makan malam?, tanya saya kepada pengojek tersebut. Terserah bapa saja, balasnya. Bagaimana kalo 50, tanya saya. Dia mengangguk dan bergerak menunggangi
Ikan segar yang siap dibakar sesuai pilihan pembeli
motornya, sambil menyerahkan helm ke saya. Helm saya kenakan lalu ikut naik memboceng di ojek yang telah dihidupkan siap untuk mengantar saya berkeliling Labuan Bajo di sore cerah itu. Kita ke tempat penjualan tiket bis ke Ruteng dulu, setelah itu kita cari sim card untuk HP saya, karena sim card XL yang saya gunakan tidak bisa beroperasi di kota kecil ini. Baik bapa, jawabnya. Siapa nama  mu, tanya saya. Arwin, kata pengojek yang kemudian menjadi teman ngobrol saya sejak sore itu hingga malam saat kami selesai makan malam di jejeran warung pinggir jalan tepi pantai Labuan Bajo.

Bersambung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

JELAJAH INDONESIA. Pulau Rote & Ndana: Menjejaki Negeri Para Leluhur

1 perahu dari Pelabuhan Oeseli, Pulau Rote  Akhirnya, perahu nelayan milik Pak Ardin membawa kami mendekati tepi pantai Pulau Ndana. Tep...