Minggu, 12 Juni 2016

JELAJAH INDONESIA. FLORES: Air Terjun Panas Mengeruda di Ngada.

Menikmati hamparan sawah di jalan menuju Mengeruda
Perjalanan mobil langsung dari Kota Ende ke Kota Bajawa di Kabupaten Ngada, Flores harusnya berlangsung hanya 5 jam. Namun sebagaimana biasa, saya selalu mampir ke sana dan sini terlebih dahulu sehingga saya dan Yudi tiba di hotel sekitar jam 10 malam. Sebelum tahun 2007, Kabupaten Ende langsung berbatasan dengan Kabupaten Ngada. Namun dengan adanya pemekaran Kabupaten Ngada pada tahun 2007 dengan kehadiran kabupaten Nagakeo, maka perjalanan Ende ke Bajawa, ibukota Kabupaten Ngada melewati wilayah Kabupaten Nagakeo. Dari kota Ende, mobil menyusuri jalanan beraspal mulus yang dibangun mengikuti garis pantai Ende dengan sesekali diselingi perkampungan yang dibangun memanjang di pinggiran pantai. Kadang mobil mendaki perbukitan yang dipenuhi kebun-kebun
Panorama dari gardu pandang di perbatasan Ende
penduduk dengan berbagai jenis tanaman. Lautan biru di sebelah kiri seperti terus mengikuti perjalanan mobil yang saya tumpangi. Jejeran tebing, bukit dan gunung hijau di sebelah kanan seperti mengawal perjalanan saya ke Ngada. Kami berhenti sejenak di suatu gardu pandang dekat perbatasan Ende dan Nagakeo. Gardu pandang sederhana ini dibangun seorang penduduk setempat di samping rumahnya di atas tebing tinggi yang membelakangi goresan garis pantai dan laut serta pulau Ende di horizon. Gardu tersebut difungsikan sebagai tempat jualan minuman dan makanan ringan bagi para pelintas atau pengunjung dari kota Ende yang ingin menikmati lukisan Ilahi nun jauh di batas cakrawala. Sambil menikmati makanan dan minuman, para pembeli bisa berleha-leha sejenak menikmati usapan sejuk sepoi-sepoi angin sambil memanjakan mata dengan lukisan Ilahi tersebut. Saya sempatin ngobrol sejenak dengan pemiliknya sambil minta izin memotret dari lokasi tersebut. Setelah itu, saya pamitan kembali ke mobil untuk meneruskan perjalanan ke Kabupaten Ngada - Tanah Para Pemilik Kopi.

Gunung api Ebulobo di horison
Saya dan Yudi tiba di perbatasan Ngada sekitar jam 3 sore. Pantai dan lautan telah menghilang sejak kami meninggalkan wilayah Ende. Panorama berganti jejeran perbukitan diselingi pemukiman, kebun-kebun penduduk, hutan dan belukar menandai perjalanan saya dan Yudi di wilayah Kabupaten Nagakeo hingga Ngada. Sesekali gunung api Ebulobo di wilayah Ngada mengintipi perjalanan kami - hilang timbul dalam gelombang dan kelokan jalan melewati perbukitan dan lembah. Sekitar 10km sebelum kota Bajawa, Yudi membelokkan mobil ke satu jalan kecil di sebelah kanan jalan trans Flores yang kami susuri. "Kita ke air terjun panas Mengeruda melalui jalan ini", kata Yudi. Saya hanya mengiyakan karena saya telah memberitahu Yudi beberapa tempat yang ingin saya kunjungi dan jelajahi di wilayah Ngada, termasuk air terjun panas Mengeruda di Kecamatan Soa. Mobil menyusuri jalanan yang wajahnya telah compang camping. Jalanan beraspal kasar yang kami jalani telah berlubang di berbagai tempat sehingga kecepatan mobil dikurangi guna meminimalisir goncangan. Mobil melewati deretan rumah penduduk di kiri dan kanan jalan sekitar
Hamparan sawah dengan latar gunung api Ebulobo
2km lalu memasuki jalan yang lebih buruk kondisinya melewati kebun-kebun dan hutan belukar. Sekitar 1 jam menyusuri jalan pengerasan dari bebatuan dan berlubang-lubang tersebut, kami tiba di satu pertigaan yang mempertemukan kami dengan jalan lain yang telah beraspal mulus. Kiri dan kanan jalan dihampari  persawahan hijau. Di beberapa tempat, hamparan sawah telah selesai dipanen meninggalkan hamparan berwarna coklat muda / khaki dan batang-batang padi bekas panen yang bersisian dengan hamparan hijau yang masih sedang bertumbuh. Gunung api Ebulobo terlihat perkasa di kejauhan dari hamparan sawah tersebut saat Yudi menghentikan mobil di beberapa tempat sepanjang jalan yang sedang kami susuri guna memberi waktu bagi saya memotret berbagai keindahan alam di sekitarnya. Kadang Yudi mengambil alih kamera untuk memotret diri saya. Yudi dengan senang hati memotret saya dan alam sekitar sekalian mengasah keahlian dasar fotografi yang telah saya ajarkan tahun 2014 saat kami bertemu pertama kali di Ende ketika saya menyewa mobilnya untuk mengantar saya ke Danau Kelimutu (baca catatan tahun 2014 tentang Danau Kelimutu). 

Hamparan sawah dalam perjalanan di Ngada
Beberapa kali kami harus bertanya pada orang-orang di pinggir jalan untuk mendapatkan arah yang tepat ke air terjun panas Mengeruda di Soa - searah airport Ngada di Soa. Yudi pernah mengantar tamu ke air terjun ini, namun saat itu mereka datang dari arah kota Bajawa. Sedangkan saat ini, Yudi mencoba jalan lain dari luar kota Bajawa. Kami tiba sekitar 30an menit sebelum tempat air terjun panas Mengeruda ditutup bagi pengunjung. Yudi memarkir mobil di tempat parkir yang kosong karena hari telah sore. Saya berjalan ke loket penjualan karcis yang letaknya berhadapan dengan parkiran dalam jarak 30an meter. Saya membayar delapan ribu rupiah untuk tiket masuk bagi saya dan Yudi. Air terjun panas
Bermain air di sungai dekat air terjun panas Mengeruda
Mengeruda berada dalam suatu kompleks taman yang tertata rapi dan dikelola dengan baik. Jalan di depan gerbang masuk terbagi ke 2 bagian untuk memudahkan pengunjung masuk dan keluar. Dugaan saya, pada saat ramai, jalan masuk dan jalan keluar bagi pengunjung dipisah agar tidak terjadi pertemuan antara keduanya.

Sekelompok anak kecil bersama seorang perempuan dewasa sedang mandi dan bermain air di sungai kecil yang mengalir di sebelah kiri saya. Di sebelah kanan saya dalam jarak sekitar 40 an meter terlihat satu pohon beringin besar
Air terjun panas Mengeruda
yang dipagari sekelilingnya. Beringin tersebut dikeliling kolam air panas yang menjadi pemandian warga setempat karena setelah beberapa menit saya berada di lokasi tersebut, saya melihat hanya warga setempat yang memasuki area berpagar tersebut. Sepasang laki-laki dan perempuan bule paruh baya sedang bersiap-siap meninggalkan tepian sungai kecil yang menjadi tempat mandi dan main anak-anak perempuan dan laki-laki bersama perempuan dewasa tersebut. Mereka tersenyum dan mengangguk ramah ke saya dan Yudi. Saya membalas sambil menyapa sekedarnya sebagai basa-basi sesama pengunjung. "Foto-foto" teriak kumpulan anak-anak tersebut ke saya dan Yudi. Yudi dengan senang hati mengabadikan kehadiran anak-anak tersebut yang juga bersuka ria berpose di dalam air.

Air terjun panas Mengeruda
Saya turun ke sungai merasai elusan air dingin segar ke kulit kaki-kaki saya. Saya duduk dan mencuci tangan serta muka di sungai tersebut lalu berjalan ke satu pohon rindang yang menaungi air terjun. Air sungai terasa hangat saat saya mencelupkan tangan dan kaki saya ke aliran air di tempat pertemuan air sungai dan air terjun yang seperti membentuk huruf T. Kehangatan air  terjun menggoda saya menikmati cumbuan lembut ribuan lidah air seputih salju. Saya memutuskan mandi di tempat tersebut karena hari telah sore. Kelompok anak-anak dan perempuan dewasa yang mandi di hulu sungai berjarak 20an meter dari tempat saya telah berlalu. Hanya saya dan Yudi di lokasi tersebut serta beberapa pemuda dan pemudi yang duduk-duduk di tepian sungai kecil lain di ketinggian 3 meteran di atas air terjun. Sungai tersebut seperti kanal yang mengalirkan air panas entah dari bagian mana di kawasan tersebut yang berubah menjadi air terjun panas di tempat saya berada saat itu. Air terjun panas itu mengalir jatuh ke sungai di bawahnya yang berair dingin. Pertemuan kedua aliran air tersebut menghasilkan air yang rasa panasnya lebih ringan dibandingkan rasa panas air terjun yang belum bercampur dengan air dingin sungai yang telah ditinggalkan kumpulan anak-anak dan perempuan dewasa itu.

Air terjun panas Mengeruda
Dengan hanya mengenakan celana dalam, saya perlahan-lahan turun ke dalam sungai yang menjadi tempat tumpahan air terjun panas tersebut. Sambil berpegangan pada dahan-dahan pohon yang menjorok dan menggantung di tengah sungai dekat ke air terjun panas, telapak kaki saya perlahan-lahan masuk ke cekungan selebar 1 meteran setinggi pinggang saya dalam sungai di bawah air terjun. Telapak kaki saya menyentuh dasar sungai yang berbatu-batu. Saya mencoba mengekplorasi area sekitar dengan berjalan perlahan sambil berpegangan pada dahan-dahan pohon. Dasar sungai terasa sangat licin di beberapa bagian sehingga saya mengakhiri eksplorasi saya lalu kembali ke lokasi pertempuan air terjun dan aliran sungai yang berbentuk seperti suatu pertigaan jalan. Dengan berpegangan pada dahan pohon, saya menyeberang ke bagian air terjun. Airnya lebih panas dibanding air dalam sungai yang menjadi pertemuan air terjun dan air sungai. Yudi asyik sendiri dengan kamera DSRL saya yang telah saya percayakan kepadanya. Saya menikmati tekanan air terjun panas Mengeruda dalam berbagai posisi. Berulang-ulang saya turun dan naik dari lokasi air terjun ke sungai guna merasakan dan menikmati perbedaan panas dan tekanan air. "Mungkin ini satu-satunya keajaiban alam Indonesia. Air terjun tapi panas yang ketinggiannya hanya sekitar 3 meter", pikir saya sambil berendam. Saya seperti sedang berada dalam kolam jacuzzi.

Pertemuan sungai dan air terjun panas Mengeruda 
Malam telah turun di lokasi air terjun panas Mengeruda saat saya dan Yudi  meninggalkan air terjun panas dan sungai kecil berair jernihnya. Beberapa pemuda dan pemudi masih bercengkerama di sekitar sungai kecil yang mengalirkan air panas dari ketinggian hingga jatuh di tempat air terjun yang bertemu dengan air sungai di bawahnya. Suara-suara percakapan dari kolam dan pohon beringin yang dipagari menandai masih adanya orang lain di lokasi tersebut. Dua lelaki paruh baya sedang duduk-duduk di bangku taman air terjun panas Mengeruda saat saya dan Yudi berjalan ke tempat parkir. Kabut tipis terlihat menggantung di antara pepohonan dan langit saat saya dan Yudi meninggalkan parkiran taman air terjun panas Mengeruda menuju kota Bajawa. Kami masih harus mencari penginapan di kota Bajawa untuk mengakhiri malam sekaligus beristirahat bagi perjalanan selanjutnya esok hari. Saya dan Yudi berkeliling kota kecil yang seakan telah terlelap karena kesunyian malam berbungkus udara dingin
Pertemuan sungai dan air terjun panas Mengeruda
dan kabut tipis. Kami menemukan penginapan Bintang Wisata Hotel di Jalan Palapa No 4 sebagai tempat kami melabuhkan badan di malam ini. Hotel ini berjarak sekitar 100 meter dari perempatan pasar kota Bajawa. Hanya tersisa kamar standar seharga 250 ribu rupiah per malam. Kamar-kamar lain telah dipenuhi turis manca negara. Saya mengambil kamar standar tersebut dan meminta extra bed bagi Yudi karena Yudi tidak mau tidur di kamar sopir bercampur dengan sopir-sopir lainnya. Selesai mandi dan minum kopi panas yang disediakan pihak penginapan, saya dan Yudi keluar mencari makan ke kota yang telah sepi. Hidup seperti berhenti di kota Bajawa. Hanya ada cahaya kerlap-kerlip lampu tanpa keributan dan kesibukan. Kabut dan dingin menutupi seluruh kota saat saya dan Yudi berkeliling mencari tempat makan yang cukup representatif. Yudi memarkir mobil di halaman satu restoran yang masih buka dan cukup ramai terlihat dari banyaknya mobil yang parkir di halaman restoran tersebut. Saat kami masuk, restoran dipenuhi turis manca negara didampingi guide masing-masing. Di resto ini, teman Yudi bernama Mako bergabung dengan kami untuk perjalanan esok hari hingga kami akan berpisah di Labuan Bajo. Mako juga seorang sopir sehingga keduanya bisa gantian menyopiri mobil dari Bajawa ke Manggarai selanjutnya ke Dintor lalu ke Labuan Bajo.

Panorama dari gardu pandang di perbatasan Ende
Malam semakin dingin dan kota ditutupi kabut saat saya, Yudi dan Mako meninggalkan restoran kembali ke Hotel. Walau dingin dan tanpa fasilitas air panas di kamar standar yang saya pakai, saya memutuskan mandi sehingga tubuh menjadi segar dan lebih hangat. Sebaliknya, Yudi yang tidur sekamar dengan saya tidak menyentuh air sama sekali karena takut dingin. Saya mandi sambil melompat-lompat karena air yang sangat dingin. Selesai mandi, badan menjadi lebih hangat sehingga bisa sedikit beradaptasi dengan udara dingin kota Bajawa - sebagaimana nasehat para orang tua yang diturunkan generasi ke generasi. Jika dingin, maka harus mandi sehingga tubuh menjadi lebih hangat. Kasur telah digelar seorang staf hotel
Gunung api Ebulobo di horison 
di lantai samping tempat tidur saya sebagai extra bed bagi Yudi. Mako tidur di kamar yang diperuntukan bagi para sopir karena kasur yang disediakan pihak hotel hanya cukup untuk 1 orang. Saya memakai t-shirt yang saya lapisi dengan sweater lalu membungkus tubuh dengan kain tebal yang disiapkan hotel. Akhirnya saya terlelap bersama semakin kerasnya dengkuran Yudi. Biasanya saya tidak bisa tidur jika ada orang mendengkur.  Mungkin karena lebih rileks setelah berendam dan mandi air panas di Mengeruda, saya terlelap. Dengkuran Yudi bagaikan alunan music pengantar tidur hingga kokokan ayam jantan di pagi hari membangunkan saya menikmati selimut kabut dan dinginnya udara kota Bajawa.


Bersambung...




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

JELAJAH INDONESIA. Pulau Rote & Ndana: Menjejaki Negeri Para Leluhur

1 perahu dari Pelabuhan Oeseli, Pulau Rote  Akhirnya, perahu nelayan milik Pak Ardin membawa kami mendekati tepi pantai Pulau Ndana. Tep...