Kamis, 12 Juni 2014

KELILING LONDON : Sungai Thames, Katedral St. Peter dan Millenium Bridge

Tulisan Kesebelas
SUNGAI THAMES, KATEDRAL ST. PAUL DAN MILLENIUM BRIDGE


Tower Bridge dari atas Thames Cruise
Saya akhirnya memutuskan sudah saatnya meninggalkan kompleks Tower of London setelah puas berkeliling, melihat-lihat dan juga mengambil foto-foto kenangan. Awan kelabu dan gerimis masih terus menyirami London, namun para pelancong terus datang silih berganti. Secara perlahan saya turun dari lantai dua benteng istana Tower of London dan berjalan ke gerbang keluar yang sudah tidak dijaga lagi karena jam berkunjung telah berakhir. Sekeluarnya dari gerbang, saya lalu berhadapan dengan sungai Thames yang membentang di samping kiri saya. Karena tiket city sight seeing yang saya pegang termasuk penggunaan paket Thames cruise alias menyusuri sungai Thames  menggunakan kapal sambil melihat-lihat kota London dari sungai, maka saya memutuskan menggunakannya walau gerimis terus menerus mendera.

Saya lalu ikut antrian menunggu kapal yang akan bergerak dari dermaga di bagian belakang Tower of London atau depan Tower Bridge menuju ke Big Ben. Sekitar 5 menit, kapal yang ditunggu merapat ke dermaga, menurunkan para pelancong yang naik dari dermaga Big Ben, lalu menaikan para pelancong yang sedang menunggu di dermaga Tower of London. Secara perlahan-lahan antrian mulai memendek karena para pengantri  mulai berpindah ke atas kapal mencari tempat duduk masing-masing. Saya hanya butuh menunjukan tiket city sight seeing yang saya pegang lalu petugas pemeriksa tiket mempersilahkan saya bergabung dengan pelancong lainnya.

Kapal terbagi atas tiga dek, yakni bawah, tengah dan atas. Dek bawah yang tertutup sepertinya diperuntukan bagi kru, toilet dan juga ruang mesin. Dek tengah diperuntukan bagi para pelancong sehingga dibuat terbuka  samping kiri, kanan dan bagian belakangnya dilengkapi banyak kursi yang tersusun rapi menyisahkan 2 lorong di kiri dan kanan sebagai jalan masuk dan keluar. Hampir seluruh
Pemandu yang sedang cuap-cuap di atas kapal
dek atas terbuka dilengkapi deretan bangku yang hanya menyisahkan satu lorong di tengah pagi para pelancong maupun kru kapal berlalu-lalang.

Saya memutuskan mengambil tempat duduk di dek atas sehingga dapat menikmati pemandangan secara lebih leluasa. Beruntung saya masih menyimpan mantel plastik putih yang dibagikan di atas bis city sight seeing sehingga saya dapat menggunakan mantel tersebut sambil duduk di dek terbuka atas kapal. Saat kapal mulai bergerak menyusuri sungai Thames, di depan kapal tampil seorang pemuda berkaus putih bercelana pendek biru dongker dilengkapi pelampung mulai cuap-cuap menjelaskan dinamika sosial di sepanjang sungai Thames dalam perjalanan sejarah Inggris, termasuk sejarah kehadiran berbagai bangunan tua dan modern serta jembatan-jembatan yang dilalui kapal tersebut. Salah satu yang menarik adalah
Waterloo Bridge
sejarah Waterloo Bridge yang dulunya bernama Ladies Bridge karena kanon katanya, jembatan tersebut dibangun oleh para perempuan London. Pada saat jembatan tersebut dibangun, para lelaki sedang pergi bertempur di medan perang sehingga para perempuan lah yang membangun jembatan tersebut. Berbagai bangunan modern yang  muncul belakangan seiring perjalanan Inggris dalam sejarah bangsa-bangsa juga tak lupat dari cuap-cuap pemandu yang menceritakan sejarah kelahiran bangunan-bangunan tersebut, penggunaan / fungsinya hingga siapa pemilik bangunan / gedung-gedung yang kelihatan dari sungai yang dilalui. Pemandu juga menjelaskan perbedaan antara Tower Bridge dan London Bridge yang sering keliru dipersepsikan oleh para pelancong.  Kedua jembatan tersebut merupakan jembatan yang berbeda dengan sejarah panjang yang berbeda pula. Saya lalu teringat saat melewati London Bridge yang tidak terlalu kelihatan keunikan arsitekturnya - kelihatan seperti jembatan-jembatan modern biasa lainnya di London ataupun dunia. Sangat berbeda dengan Tower Bridge yang langsung terlihat keunikannya saat terlihat.

Diiringi gerimis, para pelancong terus menerus mengagumi berbagai bangunan bersejarah sepanjang sungai Thames. Pemandu terus menjelaskan dalam aksen Inggrisnya yang sangat kental sambil sesekali menyelingi penjelasannya dengan humor membuat saya kadang tersenyum atau bahkan tertawa seperti pelancong lainnya. Tak berasa 45 menit telah berlalu sejak kapal mulai mengangkat
The Shard of London - Salah satu bangunan tertinggi di Eropa
sauh dari dermaga Tower of London. Akhirnya kapal pun membuang jangkarnya di dermaga Big Ben. Sang pemandu telah menunggu di pintu keluar memegang ember kecil untuk pemberian tips dari para pelancong. Saya memasukan 5 Euro ke dalam ember tersebut. Sang pemandu masih sempat menanyakan asal negara saya sehingga dengan bangga saya menjawab Indonesia. Mungkin karena tip yang saya berikan cukup besar sehingga pemandu ingin mengetahui dari mana asal negara saya - yang saya tahu pasti mungkin dia belum pernah mengetahui ataupun mendengarnya. Sambil tersenyum dia hanya mengangguk-angguk sambil menjabat tangan saya lalu mengucapkan selamat jalan.

Saya melangkah keluar dari kapal mengikuti pelancong lain yang beiringan keluar. Dari dermaga hanya butuh beberapa langkah mendaki ke atas jalan di depan Big Ben yang berseberangan dengan stasiun undergound (tube) Westminster. Saya sempatkan mampir di kios-kios souvenir yang berjejer sepanjang pinggir jembatan ke pertigaan yang memisahkan jembatan dengan stasiun. Setelah melihat beberapa souvernirs lalu tawar-menawar, membayar dan mengambil barang lalu melangkah meninggalkan tempat tersebut kembali ke arah gereja Westminster di depan lapangan berumput
Jalan keluar di pinggir sungai Thames
coklat yang membentang memisahkan kawasan gereja tersebut dengan Big Ben, Taman patung Nelson Mandela (saya tidak tahu nama taman tersebut, namun karena di taman tersebut beriri patung Nelson Mandela, maka saya sebut saja taman Patung Nelson Mandela) serta stasiun Westmister. Saya  mengamat-amati kawasan sekitar sambil melihat peta untuk mencari halte bis sight seeing terdekat. Akhirnya saya menutuskan untuk menunggu bis city sight seeing di sebelah jembatan yang mengarah ke London Eye di belakang saya. Saya lalu berjalan kembali ke arah stasiun Westminster bersama ratusan orang yang sedang berjejalan lalu lalang di kawasan tersebut. Karena hari masih cukup terang walau telah jam 7 malam, saya memutuskan untuk mengunjungi Katedral St. Paul.

Sama seperti gambaran perjalanan sebelumnya menggunakan bis city sight seeing, saya pun tiba di depan Katedral megah tersebut. Kubah putih keabuannnya menjulang dari antara bangunannya yang juga berwarna senada.  Seperti umumnya bentuk gereja-gereja di Eropa pada abad pertengahan. Katedral St. Paul pun terlihat agung dengan dinding tembok tebal. Katedral ini memiliki 2 pintu menghadap jalan yang melintas di depannya. Satu pintu menghadap jalan raya tanpa terhalang gedung lain, sedangkan pintu lainnya menghadap jalan yang melintas di sampingnya
Depan Katedral St. Paul 
sekaligus menghadap suatu jalan lorong menuju  Millenium Bridge yang terletak sekitar 100 meter dari jalan tersebut. Oleh karena jam kunjungan telah lewat, maka pintu-pintu Katedral telah tertutup rapat, saya hanya dapat mengagumi keindahan dan kekokohan bangunan sekaligus arsitekturnya dari luar. Setelah itu secara perlahan saya berjalan menyusuri jalan lorong yang berhadapan dengan pintu samping Katedral menuju ke Millenium Bridge. Hanya sedikit orang yang melintas, termasuk seorang perempuan yang sedang jogging sore karena suasananya seperti senja di Jakarta walau jarum jam telah melewati jam 7 malam. Sebelum kaki menapaki Millenium Bridge terlebih dahulu saya membaca semacam prasasti berisi informasi tentang jembatan tersebut - yang diresmikan oleh Ratu Elisabeth.

Nama resmi jembatan Millenium tersebut adalah London Millennium Footbridge. Jembatan ini dibangun pada tahun 2000 menggunakan konstruksi baja sebagai jembatan penyeberangan orang (tidak untuk kendaraan) yang melintasi sungai Thames yang menghubungkan kawasan bernama Bankside dengan City of London. Panjang jembatan 114 meter dengan lebar 4 meter, diresmikan pada 10 Juni 2000. Dua hari setelah peresmiannya, penggunaan jembatan tersebut ditutup  hampir selama 2 tahun untuk perbaikan karena saat digunakan dalam 2 hari pertama setelah peresmiannya,  jembatan selalu berayun saat dilewati para pejalan kaki. Penggunaannya dibuka kembali pada tahun 2002. Walau demikian, saat saya berjalan diatasnya pada tanggal 24 Agustus 2013, saya  masih merasakan sedikit goyangan saat para pejalan kaki lainya berlalu lalang diatasnya.
Di atas Millennnium Bridge - Katedral St Paul
di latar belakang
Sisi Selatan Jembatan terletak dekat Globe theatre, Bankside Gallery dan Tate Modern, sedangkan sisi Utaranya terletak dekat City of London School yang terletak di bawah St. Paul's Cathedral, demikian menurut Wikipedia.com. Setelah berjalan-jalan beberapa menit juga berdiri menyandar di pinggiran jembatan di atas sungai Thames menikmati udara malam dan memperhatikan kapal-kapal yang hilir mudik di bawah jembatan dan para pejalan kaki yang melewati jembatan serta setelah mengambil beberapa foto, saya lalu berjalan kembali ke arah Katedral St. Paul. Sekitar 10 meter dari jalan yang membentang di sisi Selatan Katedral, saya belok kanan menuju suatu taman kecil yang terletak di antara jalan tersebut dengan sejumlah bangunan di seberangnya. Setiba di taman, saya memutuskan duduk beristrahat sambil minum dan makan sandwich yang saya simpan di ransel sekaligus mengamat-amati kawasan sekitar taman yang mulai diterangi lampu2 taman, lampu jalan dan juga lampu kendaraan yang lalu lalang di jalan depan tanam. Lebih jauh ke Selatan, samping kiri belakang bangku taman yang saya duduki nampak sekumpulan orang masih dalam pakaian kerja sedang kongkow-kongkow di semacam cafe - terlihat dari gelas-gelas minum yang dipegang orang-orang tersebut serta senda gurau dan canda tawa yang sesekali terdengar telinga ku. Kebanyakan dari mereka berdiri di luar bangunan cafe - kondisi yang sangat berbeda dengan cafe-cafe di Jakarta - dimana para pengunjungnya selalu disediakan tempat duduk yang nyaman dan fasilitas wifi untuk berselancar di dunia maya. Sepertinya kebanyakan cafe yang menjadi tempat nongkrong kelas pekerja menengah di Eropa mememiliki tempat duduk terbatas bagi pengunjungnya
Millenium Bridge dari atas sungai Thames
sehingga kebanyakan pengunjung selalu berdiri sambil menenteng gelas minum masing-masing. Suasana yang sama saya temui saat berkunjung ke Sevilla, Spanyol pada bulan Oktober tahun 2011. Saat di Sevilla, seorang teman asal Italia mengajak bertemu dan kongkow di salah satu cafe di kota tersebut - dimana kursinya sangat terbatas sehingga kebanyakan pengunjungnya berdiri saja sambil menikmati minuman, snacks dan ngobrol dengan teman masing-masing.

Prasasti peresmian oleh Ratu Elizabeth 
Setelah sekitar 30 menit beristrahat di taman tersebut, saya lalu memutuskan pulang ke hotel untuk packing dan beristrahat mempersiapkan keberangkatan esok hari tanggal 24 Agustus ke Paris - Prancis. Saya lalu mempelajari peta serta mencari informasi nomor bis yang akan saya tumpangi dari halte tersebut menuju North Greenwich. Setelah mendapatkan nomor bis dan rute serta petunjuk dimana saya harus turun untuk berganti bis atau Tube, saya lalu bangun dari bangku taman dan secara
perlahan berjalan ke arah halte yang berjarak sekitar 10 meter dari tempat saya duduk. Sekitar 5 menit menunggu di halte, bis yang saya tunggu berhenti, saya lalu bergegas naik, menempelkan karcis elektronik yang saya pegang ke alat pembaca di samping sopir - lalu berjalan ke dalam dan naik ke dek atas agar bisa duduk menikmati malam di Kota London dari atas bis. Singkat cerita, saya akhirnya tiba di hotel Holiday Inn Express Greenwich, tempat saya nginap selama berada di London. Sebelum mandi dan beristrahat, saya memutuskan mengemas kembali barang-barang bawaan ke koper sehingga tidak kerepotan di pagi hari saat harus berpindah ke Paris. Setelah itu, saya mandi air hangat dan tidur lelap hingga pagi hari.

Big Ben dari atas sungai Thames


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

JELAJAH INDONESIA. Pulau Rote & Ndana: Menjejaki Negeri Para Leluhur

1 perahu dari Pelabuhan Oeseli, Pulau Rote  Akhirnya, perahu nelayan milik Pak Ardin membawa kami mendekati tepi pantai Pulau Ndana. Tep...