Minggu, 03 April 2016

JELAJAH INDONESIA - JAWA TENGAH. SEMARANG: Lawang Sewu dan Kota Lama

Lawang Sewu di sore hari
Hari hampir senja saat saya tiba di Lawang Sewu yang terletak di depan Bundaran Tugu Pemuda / Muda. Sisi depan bangunan warisan Belanda ini menghadap jalan arteri yang cukup ramai. Sekeliling kompleks dipagari pagar besi berwarna hitam setinggi 3 meteran. Udin mencari tempat parkir di luar kompleks bagian samping yang dilintasi sungai. Saya keluar dari mobil dan berjalan ke gerbang yang cukup ramai oleh lalu lalang pengunjung yang masuk dan keluar. Loket karcis terletak di samping kiri gerbang dilihat dari jalan raya. Jika dilihat dari dalam kompleks, maka loket karcis terletak di sisi kanan. 2 petugas keamanan berjaga di depan gerbang. Mereka mengarahkan setiap pengunjung ke loket karcis, termasuk saya.
Lawang Sewu di malam hari
Setelah membeli karcis, saya melenggang masuk ke halaman. Di sebelah kanan saya terhampar halaman hijau yang cukup luas. Saya berjalan ke hamparan rerumputan secara hati-hati agar tidak menginjak rumput dan tanaman lainnya. Saya mencari posisi strategis pengambilan foto-foto Lawang Sewu dari sisi samping. Selesai sisi samping yang berhadapan dalam satu garis lurus ke bundaran dan tugu Pemuda di luar kompleks, saya berjalan ke belakang hingga tiba di pintu berpalang - seperti di stasiun kereta Jakarta - Bogor - yang dijaga seorang petugas keamanan berpakaian safari biru gelap. Saya menyerahkan karcis masuk yang telah saya beli di gerbang depan. Petugas merobek karcis sekaligus mempersilahkan saya melewati pintu berpalang. Saya berjalan lurus ke halaman belakang Lawang Sewu menuju satu pohon besar dan rindang yang mungkin usianya setua Lawang Sewi.

Halaman belakang Lawang Sewu
"Bangunan Lawang Sewu dibangun pada 27 Februari 1904 dengan nama lain Her hoodkantor van de Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij (Kantor Pusat NIS). Awalnya kegiatan administrasi perkantoran dilakukan di Stasiun Semarang Gudang (Semarang NIS), namun dengan berkembangnya jalur jaringan kereta yang sangat pesat, mengakibatkan bertambahnya personil teknis dan tenaga administasi yang tidak sedikit seiring berkembangnya administrasi perkantoran. Akibatnya kantor NIS stasiun Semarang tidak lagi memadai... NIS mempercayakan rancangan kantor pusat NIS Semarang kepada Prof. Jacob F. Klinkhamer (TH Delft) dan B.J. Quendang, arsitek yang berdomisili di Amsterdam. Seluruh proses perancangan dilakukan di Belanda, baru kemudian gambar-gambar dibawa ke Kota Semarang. Melihat dari cetak biru Lawang Sewu tertulis bahwasite plan dan denah bangunan ini telah digambar di Amsterdam pada tahun 1903. Begitu pula kelengkapan kerjanya dibuat dan ditandatangani di Amsterdam tahun 1903", https://id.wikipedia.org/wiki/Lawang_Sewu.

Jendela dan pintu-pintu Lawang Sewu - lantai 2 
Lawang Sewu atau Seribu Pintu merupakan sebutan masyarakat setempat terhadap bangunan yang memiliki pintu dan jendela sangat banyak. Bangunan ini berlantai dua dan berbentuk U. Di bagian belakang huruf U tersebut terdapat bangunan lain yang berdiri sendiri dengan arsitektur yang sama, namun berbentuk bangunan rumah daripada bangunan kantor sebagaimana Lawang Sewu. Konon, rumah tersebut merupakan tempat tinggal kepala kantor NIS. Seluruh bangunan didominasi warna putih dengan aksen hitam pupus / coklat tua pada pintu, jendela dan balok-baloknya. Setelah memotret sisi dalam, termasuk rumah kepala stasiun, saya berjalan lurus memasuki salah satu sisi bangunan. Dari lantai dasar saya naik ke lantai 2 menikmati arsitektur dan suasana senja di luar yang makin sejuk dan tamaram. Semua ruangan di lantai 1 dan 2 dipisahkan satu lorong lurus dari depan hingga
Lawang Sewu 
belakang. Selain pintu-pintu yang menghadap lorong di dalam dan balkon di lantai 2, semua ruangan memiliki pintu penghubung satu sama lain dalam satu garis sehingga jika dilihat dari suatu bagian akan terlihat membentuk satu garis lurus yang semakin jauh semakin kecil. Jendela-jendela besar berwarna hitam seukuran pintu membuat semua ruangan bermandikan cahaya dan udara. Kamera saya tak berhenti mendokumentasikan keelokan Lawang Sewu seiring kekaguman saya terhadap warisan sejarah itu bersama tekad pemerintah daerah dan masyarakat melestarikannya. Tak terlihat secuil pun sampah di tempat-tempat yang telah saya telusuri.

Salah satu lorong Lawang Sewu


Saya berpindah dari samping belakang ke depan melewati sisi berlawanan dari sisi yang telah saya lalui sehingga saya bisa memutari dan melihat seluruh bangunan utama Lawang Sewu dari bagian luarnya. Di bagian depan sebelum pintu utama - yang ditutup bagi umum - terdapat satu kereta kuno yang dilestarikan. Mungkin untuk mengingatkan para pengunjung bahwa Lawang Sewu yang indah tersebut adalah kantor NIS pada masanya. Setelah puas memotret, saya berjalan menuju gerbang. Namun saya tidak langsung keluar gerbang, saya berdiri menikmati suasana sekitar di batas hamparan halaman berumput yang telah saya lewati saat memasuki kompleks tersebut. Malam mulai turun seiring kilauan lampu jalan, rumah penduduk dan juga bangunan-bangunan di kota Semarang.





Stasiun Tawang di malah hari
Saya meninggalkan Lawang Sewu menuju Kota Lama Semarang dengan tujuan pertama Stasiun Tawang. Stasiun ini juga merupakan bangunan warisan Belanda berarsitektur Eropa abad pertengahan. Mobil yang saya gunakan parkir di pinggir jalan luar kompleks stasiun. Saya keluar mobil dan berjalan ke gerbang kompleks yang telah saya lewati. Dari gerbang saya belok kanan menyusuri jalanan dalam kompleks yang dilalui para penumpang maupun kendaraan bermotor pengantar dan penjemput. Kekunoan bangunan stasiun yang dimahkotai cahaya lampu menampilkan pesona Eropa di tempat tersebut. Saya duduk menyelip diantara para calon penumpang, pengantar, penjemput dan para porter
Stasiun Tawang
yang sedang nongkrong sambil ngobrol atau merokok di tembok rendah pembatas tempat parkir dan bangunan stasiun - menikmati keindahan malam bangunan stasiun. Setelah puas menikmati pesona bangunan dalam diam, saya bangun dan berjalan menjelajah bangunan stasiun dari ujung ke ujung sekaligus medokumentasikan keindahannya.

Bangunan utama stasiun berwarna putih dengan model bangunan bertumpuk / bersusun 3 yang semakin kecil ke atas.  Pada puncak bangunan bertengger kubah persegi berwarna putih namun disinari cahaya hijau di malam hari. Arsitektur bangunan ini mirip dengan Lawang Sewu atau Museum Fatahilah di Jakarta. Bagian pertama / bawah dilengkapi selasar / teras terbuka dengan pintu masuk berbentuk kubah di masing-
Stasiun Tawang di malam hari
masing sisi dan 3 di bagian depannya. "Bangunan ini diresmikan tanggal 19 Juli 1868. Nama Tawang diambil dari kampung di dekat stasiun, yakni Tawangsari" https://id.wikipedia.org/wiki/Stasiun_ Semarang_Tawang.  Selesai menikmati dan mendokumentasikan stasiun Tawang Semarang, saya berjalan kembali ke gerbang lalu menyeberangi jalan raya menuju Podler (tempat penampungan air) yang semarak dalam germerlap cahaya lampu malam Kota Semarang. Puluhan orang sedang duduk santai menikmati malam di pinggiran Podler. Keempat sisi podler seluas lapangan sepak bola tersebut dikelilingi jalan bagi kendaraan dan manusia. Salah satu sisinya langsung berbatasan dengan jejeran bangunan tua Kota Lama Semarang. Saya sempatkan berjalan di 2 sisi menikmati aktivitas para pengunjung lain yang asyik dengan kesibukan masing-masing.

Restoran depan Gereja Blenduk
Sekitar 30an menit menikmati suasana malam di Podler dan sekitarnya, saya dan Udin meninggalkan lokasi tersebut menuju Gereja Blenduk - yang adalah salah satu ikon Kota Lama Semarang. Mobil diparkir di depan salah satu bangunan tua tak berpenghuni yang gelap gulita. Hanya lampu jalan yang sedikit menerangi sekitarnya. Jalan depan Gereja Blenduk sangat ramai oleh lalu lalang kendaraan di kedua sisinya. Di halaman gedung sebelah kiri terlihat puluhan motor parkir di halaman gereja. Sekitar 20an meter di sisi kiri berdiri jejeran warung makanan yang sangat ramai. Di seberang jalan depan gereja berjejer bangunan-bangunan tua yang ruang bawahnya difungsikan sebagai restoran, warung dan lainnya. Selesai memotret keindahan gereja Blenduk di malam hari, saya mengajak Udin mampir makan malam di restoran 29 di depan gereja Blenduk. Lokasi gereja dan sekitarnya merupakan akhir perjalanan saya malam ini. Selesai makan malam, Udin mengantar saya ke hotel Horison untuk melabuhkan tubuh menanti pagi guna berpindah ke kawasan Dieng di Kabupaten Wonosobo.

Gereja Blenduk di malam hari
Subuh hari, saya telah meninggalkan kamar hotel menuju kawasan Kota Lama. Saya ingin menjelajah dan mendokumentasikan kawasan tersebut di pagi hari. Saya meminta sopir taksi menurunkan saya di depan Gereja Blenduk. Selesai mendokumentasikan bagian depan gereja, saya menyeberang dan berjalan ke bagian belakang gereja melalui jalan kecil di samping gereja. Jalanan ini seperti melingkari kompleks gereja sehingga saya tiba di sisi sebelah gereja yang semalam digunakan sebagai tempat parkir puluhan sepeda motor. Di sisi ini terdapat satu taman asri yang cukup terawat.
Gereja Blenduk di pagi hari
Beberapa warga terlihat sedang duduk-duduk di taman. Sedangkan di samping dan di dalam gereja terlihat aktivitas umat yang akan beribadah minggu. Setelah memotret semua sisi gereja, saya berjalan keluar melalui taman menyusuri gang yang berada di samping taman mengarah ke Podler dan stasiun Tawang yang berada di arah sebelah kiri saya dari taman itu. Saat menghentikan satu becak yang kebetulan lewat. Saya meminta bapak tua pengemudi becak mengantar saya ke Podler dan stasiun Tawang. Di beberapa tempat yang kami lewati, saya meminta bapak pengemudi becak berhenti beberapa menit guna memberikan waktu pada saya memotret berbagai monumen warisan masa lalu.

Stasiun Tawang di pagi hari
Di salah satu sudut Podler yang berbatasan dengan jejeran bangunan tua, saya turun dan membayar becak yang saya tumpangi. Di sudut ini terlihat satu bangunan tua berwarna merah cerah yang terlihat sangat terawat - yang adalah pabrik rokok. Dari perempatan jalan pemukiman tersebut saya berjalan ke arah stasiun Tawang yang berada puluhan meter di seberang jalan raya. Secara kebetulan saya melihat sunrise di Podler yang semalam telah saya kunjungi. Saya tak menyia-nyiakan momen sunrise yang tidak saya ketahui sebelumnya. Beberapa orang terlihat jalan dan lari pagi mengitari Podler. Beberapa lain hanya duduk-duduk menikmati pagi hari yang sangat tenang. Hanya suara kendaraan di jalan yang menderu
Sunrise di Podler 
saat melewati jalan raya yang memisahkan kompleks stasiun Tawang dan Podler.

Selesai menjelajah dan memotret stasiun Tawang di pagi itu, saya kembali menyebarangi jalan menuju Podler menyusuri jalanan yang telah saya lalui sebelumnya. Di perempatan depan pabrik rokok berwarna merah itu, saya belok kanan menelusuri sisi seberang jalanan depan pabrik rokok. Saya masuk keluar berbagai gang di Kota Lama mendokumentasikan berbagai bangunan tua yang sebagian besar tidak berpenghuni.
Salah satu bangunan tua di Kota Lama Semarang
Saya terus berjalan hingga tiba di jalan raya depan kantor Pos yang juga merupakan salah satu bangunan tua warisan sejarah. Selesai memotret Kantor Pos dan sekitarnya, saya meminta seorang tukang ojek mengantar saya kembali ke hotel, karena saya tidak mendapatkan taksi di pinggir jalan depan Kantor Pos.

Bersambung...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

JELAJAH INDONESIA. Pulau Rote & Ndana: Menjejaki Negeri Para Leluhur

1 perahu dari Pelabuhan Oeseli, Pulau Rote  Akhirnya, perahu nelayan milik Pak Ardin membawa kami mendekati tepi pantai Pulau Ndana. Tep...