TAPAK-TAPAK PEMBAWA EMBER : Manokwari – Jakarta – Jayapura
Bagian 2 : Merenda Hari di Jayapura
Kamis, 21 Desember 2006.
Menggunakan pesawat Garuda pukul 21.55, saya meninggalkan Jakarta menuju Manokwari melalui Jayapura. Karena sebagian besar barang-barang saya masih tersimpan di Jayapura dan juga saya harus melapor dan koordinasi dengan kantor UNDP Jayapura, maka saya telah meminta kantor UNDP Jayapura untuk mengotorisasi perjalanan saya ke Jayapura – yang adalah prosedur standar UNDP. Permintaan saya tersebut disetujui oleh Program Coordinator UNDP – sehingga sebelum ke Manokwari saya mampir di Jayapura selama beberapa hari. Tak banyak cerita yang bisa dituturkan tentang perjalanan tersebut, karena perjalanan di malam hari membuat saya memilih tidur daripada berjaga. Perjalanan udara ini tentu saja seperti rute regular Garuda menuju Jayapura dengan menyinggahi Bandara Ngurah Rai di Dempasar serta Bandara Timika hingga berakhir di Bandara Sentani – Jayapura pada pukul 8.00 atau 8.30AM.
Di Bandara Sentani pada pagi hari tanggal 22 Desember 2006, saya telah dijemput Pak Bustari – pemilik rumah yang saya kontrak. Walau bermaskas di Manokwari, namun pada 2 minggu pertama masa tugas ku di Jayapura membuat saya memutuskan untuk mengontrak satu rumah mungil di daerah Angkasa Jayapura – milik pak Bustari. Angkasa merupakan daerah elit di Jayapura. Rumah-rumah di kawasan tersebut mayoritas milik pejabat pemerintah dan pengusaha sukses. Halaman untuk setiap rumah cukup luas untuk tempat parker 10 – 20 mobil jenis kijang J. Udaranya masih dingin dan bersih – seperti di daerah Puncak. Kabut sore menjelang malam hingga embun subuh menyongsong pagi masih dapat ditemui di daerah Angkasa. Tinggal di kawasan Angkasa seperti tinggal di kawasan gabungan Pondok Indah di Jakarta Selatan dengan kawasan Puncak yang berudara segar, bersih bahkan kadang dingin di subuh hari. Rumah-rumah besar dengan halaman luas serta view kawasan pantai – laut dan pulau-pulau kecil sekitar teluk Jayapura sangat mempesona di pagi hari kala mentari tersenyum mesra dan membelai lembut penuh kehangatan ataupun di sore hari saat sang surya bergegas ke peraduannya di penghujung malam.
Sepanjang perjalanan, saya dan pak Bustari ngobrol ngarol ngidul tentang berbagai topik sampai kami tiba di rumah. Saya mengucapkan terima kasih lalu turun dan beranjak ke rumah mungil ku. Di kamar, tubuh ku hempas ke tempat tidur melanjutkan tidur ku yang terputus-putus sepanjang perjalanan udara Jakarta – Jayapura.
Di tengah teriknya mentari Jayapura, Marghareta (Program Secretary) menelpon saya meminta saya datang ke kantor untuk rapat penyusunan Annual Work Plan (AWP) 2007. Saya mengiyakan lalu melangkah ke kamar mandi guna menikmati kesejukan air pegunungan Angkasa. Kesegaran terasa mengisi setiap pori-pori tubuh ku saat butir-butir air mencecap dan mengaliri helai-helai rambut menelusur jejak kulit hingga jatuh di ujung-ujung jari kaki ku. Saat berganti pakaian selesai, mobil jemputan telah menunggu di halaman rumah.
Saat tiba di kantor, semua staf program telah berada di ruang rapat. Bhisnu (Team Leader Community Development), Illa Ladamay (Team Leader Perencanaan dan Review Kebijakan), Popon Andrawati (Team Leader Monev), Haryo Wibowo (Operation Manager), Robert Mandosir (Program Officer for Papua Province), Paul Sutmuller (Program Coordinator UNDP), Lambang (Specialist for Grant Mechanism), saya mengucapkan salam sambil tersenyum simpul lalu mengambil tempat duduk. Rapat dipimpin oleh Program Officer Papua Province karena Program Coordinator sedang cuti – walau secara fisik hadir di rapat hari ini. Keikut-sertaan saya ke pertemuan tersebut hanyalah untuk mengetahui proses-proses yang terjadi di kantor UNDP Jayapura Oleh karena status saya di kantor UNDP Jayapura adalah “tamu”. Walau demikian, sesekali saya mengajukan pendapat, memberi komentar mengomentari atau usul saran terhadap topik-topik rencana kerja yang dibahas.
Selama beberapa hari di Jayapura, saya hanya mengisi waktu dengan mempelajari berbagai dokumen serta diskusi informal dengan bagian operation dan specialist yang ada – karena beberapa diantara mereka telah cuti ke hometown maupun ke tempat liburan seperti Bali dan Lombok.
Pada tanggal 29 Desember, hari terakhir weekday di bulan Desember, staf tersisa di kantor diundang makan siang untuk merayakan ulang tahun Sylvia Fofid (Operation Assistant / OA) di pantai Bass G Jayapura. Saat jam makan siang tiba, hanya tersisa 3 staf, yakni saya, Haryo (OM) dan Marghareta. Kami lalu diantar Frans (driver) ke pantai Bass G. Namun kami lah rombongan pertama yang tiba, karena itu saya berinisiatif mengambil berbagai foto guna mengabadikan keindahan pantai tersebut. Tentu saja tak lupa foto-foto diri saya dan teman-teman di lokasi tersebut juga saya abadikan sebagai suatu kenangan dari sebagian perjalanan hidup dan karir ku.
Pantai Bass G, demikian nama tempat rekreasi tersebut. Saya tidak dapat menelusuri asal usul nama tersebut. Konon, pada waktu-waktu lampau, pantai tersebut merupakan salah satu tempat rekreasi favorit bagi warga Jayapura. Sayangnya, banyak pihak di sekitar kawasan pariwisata itu lalu melakukan klaim klaim terhadap kawasan itu dan memungut distribusi yang besarnya ditetapkan sendiri-sendiri – sehingga memberatkan para pengunjung. Akibatnya, terjadi penurunan drastis pengunjung ke kawasan tersebut. Padahal, kawasan wisata tersebut sangat indah dinikmati. Gelombang laut nan biru berlomba menuju pantai menepuk butiran-butiran pantai bersama buih-buih putih seperti salju beringan dengan belaian lembut sang bayu semilir di bawah bayang-bayang sejuknya ratusan pohon ketapang dan kelapa.
BERSAMBUNG
Aku, Sang Penjelajah#Langit itu ayahku#Bumi itu ibuku#Gunung-gunung itu kakaku#Lautan samudera itu adikku#Sungai ngarai itu sodaraku#Padang-padang itu sodariku#Hutan rimba belukar itu temanku#Tebing-tebing itu sobatku#Bintang-gemintang itu kekasihku#Mentari pagi itu pujaanku#Surya senja itu cintaku##Aku, Sang Penjelajah#Perjalanan itu ibadah#Berkelana itu doa#Mengasoh itu kidung##Aku, Sang Penjelajah#Tak terikat waktu#Tak terkurung ruang#Tak terpaku tempat##Aku, Sang Penjelajah#Akan ku daki..
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
JELAJAH INDONESIA. Pulau Rote & Ndana: Menjejaki Negeri Para Leluhur
1 perahu dari Pelabuhan Oeseli, Pulau Rote Akhirnya, perahu nelayan milik Pak Ardin membawa kami mendekati tepi pantai Pulau Ndana. Tep...
-
Ini juga posting JADUL tahun 2007. Saat bongkar-bongkar blog baru ketahuan kalo posting ini belum dipublikasikan pada tahun 2007... lama am...
-
Saya menulis esai ini pada 12 September 2005 yang dipublikasikan salah satu milis lingkungan Indonesia. Tulisan ini saya temukan kembali mel...
-
Kemah Tabor di Mataloko Saya memilih sarapan roti lapis telur dadar bersama kopi Bajawa. Yudi dan Mako memilih nasi goreng bersama kopi...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar