|
Depan Menara dan Museum Gentala Arazy |
Saya tidak pernah menyangka bahwa Jambi menyimpan sejumlah tempat wisata yang asyik dikunjungi dan dinikmati. Salah satunya bernama Jembatan Gentala Arazy. Saya mengetahui tempat ini secara kebetulan karena menginap di hotel Hiltop Jambi yang lokasinya hanya selemparan batu dari Jembatan ini. Jembatan in berbentuk huruf S dibangun melintasi Sungai Batanghari menghubungkan Kota Jambi dengan kampung-kampung di sebelah sungai yang biasanya diakses menggunakan perahu-perahu kecil atau jika menggunakan kendaraan bermotor maka harus memutar melalui Jembatan Aur Duri I atau II yang letaknya cukup jauh dari Hotel. Jembatan ini hanya diperuntukan bagi para pejalan kaki. Karena itu, tidak ada kendaraan bermotor yang bisa melintas karena tidak disediakan akses apapun. Kedua ujung jembatan berbentuk anak-anak tangga. Pada ujung Jembatan bagian kota Jambi terdapat tempat nongkrong sore hingga malam hari bernama Tanggo Rajo. Bagian lainnya terdapat Menara Gentala Arazy yang dibawahnya terdapat Museum Gentala Arazy. Museum ini menyediakan berbagai informasi tentang masuk dan berkembangnya Islam di Jambi serta proses pembangunan Jembatan Gentala Arazy sejak 2012 sampai 2014 sepanjang 503 meter dengan lebar 4 meter. Pada sore dan pagi
|
Jembatan Gentala Arazy saat sunset |
hari saya mencoba menelusuri jembatan tersebut pulang pergi dari bagian Tanggo Rajo ke Menara Gentala Arazy. Sedangkan pada malam hari saya mencoba menikmati gemerlap cahaya di tiang-tiang jembatan melalui balkon bagian belakang hotel atau duduk menikmati jagung bakar di salah satu warung terbuka di tepian sungai Batanghari. Sunset di Kota Jambi juga dapat dinikmati di Jembatan ini pada kedua sisinya.
|
Di atas Jembatan Gentala Arazy |
Saat saya menyusuri Jembatan ini di suatu sore, terlihat ratusan orang juga sedang berjalan-jalan dan foto sana foto sini di berbagai bagian Jembatan tersebut. Bahkan sekelompok penyanyi muda sedang mendendangkan beberapa lagu guna mengumpulan dana bagi rencana perjalanan mereka ke Sulawesi Tengah. Saya menggunakan kesempatan tersebut berkenalan dan ngobrol beberapa menit lalu mendonasikan 50 ribu rupiah bagi mereka. Saya juga tak lupa meminta pengunjung lain memotret diri saya di atas Jembatan tersebut mendokumentasikan momen kunjungan saya di tempat tersebut.
Lokasi Tanggo Rajo di bawah Jembatan didominasi kuliner jagung bakar dan kelapa muda, selain bakso, mie dan lainnya. Pada sore hari puluhan anak muda nongkrong di Tanggo Rajo menunggu dan menikmati sunset sebagaimana yang saya juga lakukan di sore itu. Selain sunset, saya juga menikmati perahu-perahu
|
Menikmati senja Sungai Batanghari |
kecil yang lalu lalang dari kedua sisi, entah mengantar orang atau nelayan yang sedang kembali ke rumahnya. Tidak ada kapal besar seperti pada sungai-sungai di Kalimantan yang berlayar melewati sungai Batanghari. Seorang karyawan hotel mengatakan ke saya bahwa pada zaman dulu, sungai Batanghari menjadi urat nadi lalu lintas perdagangan dan aktivitas warga Jambi. Namun, seiring perjalanan waktu, sungai tersebut mengalami pendangkalan parah sehingga kapal-kapal besar tidak bisa lagi melaluinya.
Saat saya mengunjungi Museum Gentala Arazy di sore hari, museum telah hampir tutup. Namun
|
Salah satu bagian dalam Museum Gentala Arazy |
mengetahui saya datang dari Jakarta, petugas museum dengan ramah mempersilahkan saya masuk dan melihat-lihat berbagai koleksinya. Tidak ada tiket masuk ke museum alias gratis. Saat saya menanyakan mengapa tidak ada tiket masuk, sang petugas mengatakan belum ada Perda. Saya melongo sejenak kemudian melangkah masuk sambil memberikan senyum ramah ke petugas tersebut. Di dalam museum masih terdapat beberapa pengunjung yang kebanyakan anak muda, baik yang berjalan sendiri, dalam group 4-5 orang maupun yang berpasangan. Setelah menghabiskan sekitar 1 jam menikmati koleksi museum, saya mengucapkan terima kasih ke petugas jaga yang masih setia di depan pintu menunggu para pengunjung terakhir keluar.
Dari museum, saya menaiki tangga menuju area terbuka Menara Gentala Arazy. Saya mengamati dan memotret beberapa obyek, termasuk memotret Jembatan Gentala Arazy dari sisi Menara. Depan Museum merupakan area terbuka hingga gerbang yang berbatasan dengan jalan. Sebelah kiri museum terdapat relief berwarna abu-abu di tembok pembatas kompleks Museum dan Menara dengan pemukiman. Sebelah kanan area terbuka museum berderet semacam tenda-tenda berwarna putih. Saya lupa mendekati dan memeriksa area tersebut.
Tanpa terasa senja hari mulai menjejak. Secara perlahan sang matahari makin bergeser ke Barat
|
Aktivitas warga di Jembatan Gentala Arazy pada senja hari |
ditandai perubahan warna langit dan matahari dari putih menjadi kekuningan, kuning dan akhirnya jingga saat matahari mencapai posisi ideal sunset. Setelah sunset berakhir, saya beranjak kembali ke Tanggo Rajo menyusuri Jembatan Gentala Arazy yang masih ramai oleh para pengunjung. Saat saya tiba di sisi Tanggo Rajo, lampu warna-warna penghias tiang-tiang Jembatan telah menyala dan berubah-ubah warnanya. Saya memesan jagung bakar dan kelapa muda lalu duduk menikmati sungai Batanghari di malam itu hingga puas.
|
Jembatan Gentala Arazy menjelang malam |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar