Setelah sarapan gaya Inggris - biasa dikenal dengan nama English breakfast, saya pun keluar hotel untuk berkeliling kota London. Kawasan sekitar sedang diguyur gerimis. Karena saya selalu membawa payung lipat, maka gerimis tidak menjadi masalah saat itu. Dengan menggunakan payung, saya memutuskan berjalan kaki dari hotel ke stasiun North Greenwich untuk menumpang Underground atau Tube atau kereta bawah tanah ke pusat Kota London. Saya lalu menyeberangi perempatan depan hotel, berjalan sebentar lalu menyeberangi lagi satu perempatan tidak jauh dari halte bis pertama saat saya turun dari bis di hari kedatangan saya di kawasan tersebut. Setelah menyeberang perempatan, saya hanya perlu berjalan lurus sekitar 5 menit menuju stasiun.
Gerimis telah berhenti saat saya tiba di stasiun. Hari ini saya merencanakan pergi terlebih dahulu ke kantor London Pass, yakni semacam karcis harian yang dikelola oleh suatu agen turis di London. Pengguna karcis ini dapat masuk secara gratis ke berbagai tempat yang telah memiliki kerjasama dengan agen tersebut. Penggunanya juga tidak perlu masuk dalam antrian biasa untuk masuk ke tempat-tempat wisata - berfungsi seperti fast track pass di Universal Studio Singapura - yang pernah saya gunakan saat berkunjung ke tempat wisata tersebut tahun 2010 silam. Saya membeli London Pass mengikuti saran di salah satu buku wisata tentang London yang diberikan seorang teman. Saya lalu mencari karcis tersebut melalui google yang ternyata sangat mudah ditemukan. Layaknya website penjualan lainnya, website London Pass juga mempromosikan sejumlah kemudahan bagi pengguna jika membeli terlebih dahulu secara online - walau sebenarnya dapat dibeli juga di tempatnya di London. Oleh karena penukaran bukti pembelian online dengan karcis baru akan mulai dilakukan jam 10 pagi, maka saya memutuskan menghabiskan waktu terlebih dahulu di sekitar stasiun North Greenwich - dengan mengunjungi kawasan O2 yang terletak di belakang bangunan stasiun.
Sebelum beranjak ke area O2 di belakang bangunan stasiun, saya berhenti sejenak di dalam gedung stasiun mengamati bangunan tersebut. Langit bangunan terletak sekitar 20 meter dari lantai tempat saya berdiri - seperti lasimnya bangunan-bangunan di Eropa. Pintu-pintu kaca tembus pandang memudahkan lalu lintas masuk keluar penumpang Underground. Di atas pintu-pintu kaca tersebut dipasang dinding-dinding kaca yang juga tembus pandang hingga menyentuh atap. Suasananya lenggang mungkin karena masih terlalu pagi. Pengalaman pertama saya pergi ke Itali dan Spanyol pada tahun 2011 menunjukan bahwa aktivitas luar rumah baru dimulai pada jam 9 pagi ke atas. Hanya ada satu kios subway yang menjual makanan cepat saji seperti hotdog dan sejenisnya serta minuman ringan. Kios ini terletak di dekat pintu masuk sebelah kanan. Terlihat juga beberapa bilik - mungkin kantor-kantor urusan Underground - yang masih dalam keadaan tertutup.
Kawasan Arena O2 di belakang stasiun North Greenwich |
The O2 arena merupakan suatu stadion multi fungsi berbentuk tenda perkemahan warna putih pucat atau abu-abu dengan 12 tiang warna kuning menembus atapnya - seperti tiang-tiang kapal berwarna kuning dilihat dari jauh. Dibangun pada tahun 2003 dan selesai pada tahun 2007 yang digunakan sebagai arena konser musik, maupun olahraga terutama pada tahun 2012 untuk Olimpik dan Paraolimpik musim panas. Stadion ini dapat menampung penonton hingga 20 ribu orang dan merupakan stadion terbesar kedua di London. Setelah puas melihat-lihat dan mengambil beberapa foto arena dan foto diri, saya lalu berjalan kembali ke stasiun untuk berangkat ke pusat Kota London.
Tak lama menunggu, kereta yang dinanti tiba. Setelah para penumpang yang turun keluar, saya dan para calon penumpang lain yang menunggu di peron melangkah masuk dan mengambil tempat duduk di bangku-bangku kosong yang masih tersedia. Sesuai petunjuk online penukaran bukti pembelian dengan tiket London Pass harus dilakukan di kantor agen tersebut, maka saya harus bertukar kereta di stasiun Green Park, berganti dari Jubilee line ke Piccadilly line arah Cockfosters. Saya lalu turun di stasiun Leicester Square, yakni stasiun kedua setelah Green Park. Pemandangan di luar stasiun sangat berbeda dengan di North Greenwich. Jalan yang berseliweran di antara gedung-gedung. Sesuai petunjuk online yang telah saya print dan pegang, saya lalu berbelok ke arah kiri menyusuri pedestarian yang langsung berbatasan dengan deretan bangunan berbagai bentuk dan gaya. Jalan depan saya ramai oleh lalu lalang kendaraan bermotor, namun tidak macet seperti Jakarta. Jalannya juga tidak selebar jalan Sudirman - Thamrin di Jakarta. Tidak ada jembatan penyeberangan yang mengganggu pemandangan seperti di Jakarta. Kota sepertinya telah mulai sibuk beraktifitas, karena selain kendaraan juga banyak turis dan warga London yang lalu lalang. Para turis yang lalu lalang kelihatan dari gaya pakaian harian, bercelana pendek dan berkaus oblong serta beberapa memegang peta. Punggungnya menyandang tas ransel beraneka bentuk dan warna.
Setelah berjalan sekitar 25 meter dari stasiun, saya melihat seorang karyawan bis wisata City Sight Seeing berdiri di sampaing bis menggunakan seragam yang sama warnanya dengan bis wisata tersebut, yakni dominan warna merah. Tiket bis wisata ini telah saya beli melalui internet seharga 28 pound atau sekitar 532.000 rupiah per hari. Bis ini mulai beroperasi sejak jam 8.30 pagi sampai jam 4.30 atau jam 5 sore, tergantung paket wisata yang diambil - yang terdiri dari original package, full sight seeing package (termasuk kapal / boat menyusuri Sungai Thames) dan Museum Package. Tiketnya berlaku selama 24 jam, artinya jika digunakan pertama kali pada jam 12 siang misalnya, maka tiket tersebut masih dapat digunakan sampai dengan jam 12 siang esok harinya.
London Pass dan City Sight Seeing merupakan 2 agen wisata berbeda. City Sight Seeing menjual tiket wisata berkeliling London menggunakan bus-bus wisata berwarna dominan merah dengan aksen garis melintang kuning di bagian depan dari atap ke badan bis. Bis-bis ini sama seperti bis penumpang umum di London adalah bis bertingkat 2 dengan atap terbuka. Biasanya dikenal dengan istilah hop on dan hop off, karena pemegang karcis / tiket dapat naik turun di halte mana saja sesuai kebutuhan dalam sesuai paket waktu yang dibeli. Sedangkan London Pass menjual tiket untuk kunjungan ke tempat-tempat wisata di London yang telah memiliki kerjasama dengannya. Tiket London Pass juga dapat digunakan untuk mendapatkan diskon di restoran dan toko tertentu di London. Dengan menggunakan City Sight Seeing maka turis dapat turun dan naik di berbagai halte yang telah ditentukan yang jaraknya tidak terlalu jauh dari tempat-tempat wisata yang dikunjungi. Saya disarankan menggunakan bus ini oleh seorang kenalan warga negara Inggris asal India. Kami bertemu saat dia melakukan penelitian tentang program Padat Karya di Jawa Barat dan Jawa Timur, dimana saya menemani dia sebagai penterjemah. Atas saran kenalan tersebut, saya lalu membeli tiket online City Sight Seeing di www.hop-on-hop-off-bus.com. Bukti pembelian harus ditukar di tempat-tempat penukaran di London - yang ternyata sangat mudah ditemukan karena para karyawannya tersebar di berbagai halte bus City Sight Seeing maupun tempat-tempat tertentu untuk penjualan dan pembelian serta penukaran tiket yang dibeli online. Para karyawan menggunakan seragam yang sewarna dengan bus wisata City Sight Seeing, yakni warna merah dengan aksen kuning. Bus yang sama juga ada di kota-kota lain di Eropa. Hanya berbeda sama belakangnya. Misalhnya City Sight Seeing London untuk bis yang beroperasi di Kota London. City Sight Seeing Madrid untuk bis yang beroperasi di kota Madrid. Semua tiket bisa dibeli online melalui internet ataupun membeli langsung di atas bis atau di kios-kios penjualan yang tempat-tempat strategis pinggir jalan di kota-kota utama Eropa.
Pada awalnya saya hanya ingin bertanya dimana tempat penukaran tiket bis City Sight Seeing. Perempuan muda yang memakai seragam City Sight Seeing yang sedang berdiri di samping bis wisata warna merah tersebut lalu bertanya apakah saya telah membeli tiket?. Saya jawab bahwa saya telah membeli secara online. Perempuan itu lalu meminta bukti pembelian sambil menjelaskan bahwa saya dapat menukarkan bukti tersebut dengan tiket ke dia. Setelah menerima bukti yang saya sodorkan, perempuan itu lalu menscan bukti tersebut yang menghasilkan tiket yang bisa langsung diprint dari mesin scan yang dipegangnya. Sambil menyerahkan tiket dan peta rute, halte dan tempat-tempat wisata yang dilalui ke saya, perempuan itu berpesan agar saya menyimpan tiket tersebut dengan baik karena akan diperiksa oleh sopir ataupun karyawan City Sight Seeing yang ada di setiap bis wisata saat saya akan naik ke bis-bis tersebut. Perempuan itu juga menjelaskan bahwa tiket yang saya beli sudah termasuk pengunaan kapal menyusuri sungai Thames secara gratis. Dia lalu bertanya apakah saya mau langsung menggunakan kapal atau mau menggunakan bis terlebih dahulu. Jika ingin menggunakan kapal saat itu, maka saya dipersilahkan naik ke bis yang tersedia di situ yang akan mengantar semua turis ke tempat naik kapal. Saya menjawab bahwa saya ingin menggunakan bis terlebih dahulu untuk melihat-lihat kota London dan mungkin saya akan menggunakan kapal di sore hari setelah puas keliling kota. Perempuan itu lalu mengarahkan saya ke Trafalgar Square untuk menunggu bis City Sight Seeing Sebelum berlalu, saya menanyakan tempat penukaran tiket London Pass. Perempuan itu menjawab bahwa tempatnya tidak terlalu jauh dari tempat kami. Saya hanya perlu berjalan lurus sedikit lagi melewati teater lalu menyeberang karena tempat penukaran tiket terletak di seberang jalan. Kami saling mengucapkan terima kasih dan salam perpisahan lalu saya berjalan lagi menyusuri pedestarian di depan saya.
Sekitar 50 meter kemudian, saya melihat kios berbentuk silinder dengan atap topi baja tersebut diseberang jalan di sebelah kanan saya. Kelihatannya banyak turis hilir mudik di tempat tersebut terlihat dari gaya pakaian dan bawaannya. Saya lalu menyeberang ke bangunan tersebut. Ternyata loket penukarannya ada di bawah tanah. Saya lalu masuk dan menuruni tangga besi yang tersedia di situ. Ruangan yang didominasi warna putih dengan lebar sekitar 3 x 4 meter persegi tersebut dipenuhi para turis yang datang sendiri, berpasangan maupun berkelompok. Di sebelah kiri saya tersedia 4 loket penukaran yang dijaga 4 perempuan berkaos putih. Tersedia juga 1 sofa yang terletak di antara loket terakhir sebelah kanan saya dengan tangga dan pintu keluar. Berhadapan dengan loket-loket penukaran tiket tersebut berjejer lemari yang memamerkan sekaligus menjual berbagai souvenir Kota London. Saya ikut mengantri hingga tiba di depan salah 1 loket. Bukti pembelian online saya serahkan ke petugas yang lalu menukarnya dengan 1 tiket dan 1 buku saku petunjuk tempat-tempat wisata yang dapat dikunjungi gratis menggungakan London Pass. Tiket dalam bentuk cetakan warna biru tua dengan tulisan London Pass telah diberi pembungkus plastik transparan yang juga telah diberi tali gantungan sehingga bisa digantung saja di leher saat jalan-jalan di kota tersebut - seperti kartu pengenal karyawan di kantor-kantor yang menempati gedung-gedung bertingkat di Jakarta. Dengan menggunakan London Pass, turis tidak perlu membeli tiket masuk ke paling tidak 10 tempat wisata terkenal di Kota London, antara lain Tower of London, Westminster Abbey, Windsor Castle, London Bridge dan St. Paul's Cathedral. Harga tiket dipaketkan dalam 1 hari atau 2 hari atau 3 hari dan juga 6 hari. Makin banyak hari, makin murah harganya. Contoh harga untuk 1 hari untuk 1 orang dewasa adalah 47 pound atau sekitar 893.000 rupiah. Sedangkan harga untuk 2 hari untuk 1 orang dewasa adalah 66 pound atau sekitar 1.254.000 rupiah.
Belakang tempat penukaran tiket London Pass |
Dalam www.wikipedia.org ditulis Trafalgar Square didisain oleh William Wilkins yang juga mendisain Galeri Nasional yang dibangun pada tahun 1932-1938 di kawasan tersebut. Desain Trafalgar Square disetujui Kantor Perbendaharaan Kerajaan pada tahun 1937 untuk dibangun. Namun Wilkins meninggal pada April 1840. Rencana baru yang diajukan oleh Charles Barry disetujui dan pembangunan Square tersebut dimulai Juli 1840. Paralel namun terpisah dari rencana pembangunan Trafalgar Square, di tahun 1838, panitia kenangan terhadap salah satu pahlawan Inggris bernama Horatio Nelson mendekati pemerintah untuk mengusulkan pembangunan monumen Nelson di kawasan tersebut sebagai suatu peringatan terhadap kemenangan Inggris dalam perang melawan Prancis di Trafalgar. Usulan tersebut disetujui sehingga diadakan suatu kompetisi desain yang dimenangkan oleh William Railton. Pembangunan Kolom Nelson dimulai pada tahun 1840 bersamaan dengan pembangunan Trafalgar Square yang didesain oleh Charles Barry. Tanpa mengetahui sejarah ini, saya pasti berasumsi bahwa tugu dan patung merupakan bagian dari Square tersebut. Sedangkan Galeri Nasional dimana saya berdiri di depannya pada saat tersebut dibangun terpisah. Ternyata pada rencana awal justru sebaliknya yang terjadi, Galeri Nasional dibangun terlebih dahulu menyatu dengan Trafalgar Square. Selain 2 kolam air mancur, kolom Nelson bersama 4 singa pengawal, di ruang publik ini juga terdapat 2 patung Jenderal Kerajaan Inggris, yakni Sir Charles James Napier dan Sir Henry Havelock. Sir James Napier adalah komandan tentara kerajaan Inggris di India yang ditunjuk pada tahun 1842 pada usia 60 tahun. Pada masa kepemimpinannya, Inggris menduduki Provinsi Sindh (Pakistan). Patungnya didesain oleh George Cannon Adams pada tahun 1855. Sir Henry Havelock juga merupakan salah satu Jendral Kerajaan Inggris yang bertugas di India mulai tahun 1823 lalu berpindah ke Birma dan kemudian Afganistan. Patungnya didesain oleh William Behnes dan dibangun tahun 1861.
Trafalgar Square |
BERSAMBUNG
Tidak ada komentar:
Posting Komentar