Bagian dalam Hotel Beijing 161 Wangfujing |
Setelah beristirahat sekitar 1 jam di kamar, saya mandi kemudian ganti pakaian lalu keluar hotel untuk mulai menjelajah. Tujuan jelajah saya hari ini adalah Fragrant Hill untuk menikmati perubahan warna-warni daun pepohonan di musim gugur sebagaimana yang saya lihat di internet. Dari internet pula saya mendapatkan informasi bagaimana akses ke Fragrant Hills yakni menggunakan subway kemudian disambung dengan bis. Karena saya hanya mengandalkan akses wifi di hotel untuk mendapatkan informasi online selama berada di Beijing, maka sebelum berangkat saya mempelajari terlebih dahulu rute dan stasiun subway tempat saya akan turun untuk ganti subway hingga tiba di stasiun terakhir. Setelah siap, saya meninggalkan hotel. Keluar dari pintu depan hotel, saya belok kanan menyusuri jalan gang sejauh 20an meter lalu belok kanan lagi menyusuri pedestarian jalan utama South Dongsi menuju stasiun Dongsi yang berjarak sekitar 200an meter dari belokan tersebut.
Di stasiun Dongsi saya menuju line 6 guna menumpang
subway ke stasiun Ping'anli lalu akan berganti subway / metro ke line / jalur 4 yang berakhir di stasiun Anheqiao North. Di jalur ini saya akan turun di stasiun Beigongmen yang berjarak 12 stasiun
Turun disini untuk ganti bis ke Fragrant Hills |
dari Ping'anli atau satu stasiun sebelum stasiun Anheqiao North. Dengan waktu tempuh sekitar 30an menit, metro yang saya tumpangi tiba di stasiun Beigongmen. Sesuai informasi internet, saya keluar melalui pintu keluar / exit A. Saat tiba di luar stasiun, saya melihat di sebelah kiri saya terbentang jalan raya yang cukup lebar dan tidak terlalu ramai dilalui kendaraan. Kebanyakan kendaraan yang lalu lalang adalah bis-bis besar yang terlihat baru dan bersih. Pintu keluar ke jalan hanya ada satu sehingga memudahkan saya memilih jalan keluar untuk melanjutkan ekplorasi mencari halte bis yang akan saya tumpangi ke Fragrant Hills. Saya memilih arah kanan dari depan pintu stasiun subway lalu jalan lurus menyusuri pedestarian yang dibatasi oleh pagar setinggi dada orang dewasa dengan jalan bagi sepeda atau motor lalu jalan bagi mobil. Tidak jauh dari gerbang stasiun terdapat satu kompleks yang dipenuhi bis-bis besar berwarna biru. Di seberang jalan juga terdapat kompleks lain yang dipenuhi bis-bis besar berwarna merah dan kuning. "Sepertinya kedua kompleks tersebut adalah pool bis karena tidak terlihat penumpang naik dan turun", duga saya sambil terus berjalan dan mengamati daerah sekitar untuk membiasakan diri dengan lingkungan baru tersebut. Tiba di ujung pool bis warna biru, saya melihat seorang lelaki tua berseragam biru pucat seperti sedang berjaga di depan gerbang. Saya menghampiri lelaki tersebut mengucapkan salam dalam bahasa Cina sambil tersenyum. Sebelum lelaki tersebut menjawab, saya menunjukan foto Kuil Fragant Hills dan informasi dalam bahasa Cina tentang rute dan nomor bis yang telah saya simpan di HP. Lelaki tersebut menunjuk ke halte di jalan yang ada di sebelah kiri saya. Saya mengangguk sambil mengucapkan terima kasih dalam bahasa Cina lalu beranjak meninggalkan lelaki tua tersebut.
Pedestarian dari stasiun metro ke halte bis 318 |
Saya berjalan ke halte bis yang berjarak 100an meter dari tempat saya bertanya ke lelaki tua. Sinar matahari sore yang cukup terik tak bisa menghilangkan udara dan angin dingin yang sepoi-sepoi mengusap bagian-bagian tubuh saya yang tidak tertutup jaket tebal panjang. Sebelum mencapai halte, saya berdiri memperhatikan keadaan sekitar, termasuk bis dan orang-orang yang lalu lalang di sekitar situ. Setelah melihat beberapa kali bis 318 yang saya tunggui melintas di jalan seberang, saya memutuskan menyeberang ke halte di seberang jalan. Setelah menyeberang melalui tanda penyeberangan, saya berjalan ke sebelah kiri karena melihat banyak orang lalu-lalang di pedestarian jalan sebelah kiri yang terhubung ke jalan utama yang barusan saya seberangi. Saat saya berdiri mengamati lalu lintas di pertigaan tersebut, saya melihat papan informasi bertulisan latin menginformasikan jalan tersebut menuju istana musim panas (Summer Palace).
Papan informasi di luar gerbang stasiun Beigongmen |
Puluhan perempuan dan laki-laki dengan usia berbeda sedang menunggu bis di halte tersebut. Saya menghampiri sekelompok anak muda laki-laki yang sedang ngobrol. Saya menunjukan gambar dan tulisan rute serta nomor bis ke Fragrant Hills dalam bahasa Cina yang saya simpan di HP lalu menanyakan apakah halte ini merupakan halte menunggu bis ke Fragrant Hill atau halte seberang yang telah saya tinggalkan. Mereka semua tidak ada yang tahu bahasa Inggris sehingga kami berkomunikasi menggunakan bahasa tarzan sambil senyum atau ketawa-ketawa. 2 orang ibu yang sedang menunggu bis di halte tersebut ikut nimbrung mengajari saya bahasa Cina tentang nomor bis 318 yang saya ikuti dengan senang hati namun telah saya lupakan sehingga tidak bisa saya tulis di sini :).
Jalan depan stasiun Beigongmen |
Saat bis 318 berhenti di halte tersebut, kedua ibu dan anak2 muda yang saya ajak komunikasi menunjuk ke bis tersebut memberikan isyarat pada saya untuk naik ke bis tersebut. Saya mengangguk mengucapkan terima kasih dalam bahasa Cina lalu berusaha naik ke bis yang penuh sesak. Bis penuh sehingga saya harus mendorong ke kiri dan kanan - "seperti naik comuter line pada pagi atau sore hari kerja di Jakarta", pikir saya - untuk mendapatkan tempat berdiri. akhirnya, saya berhasil masuk dan berdiri dekat tiang depan pintu bis yang menjadi tempat gantungan alat elektronik pembaca kartu pembayaran ongkos bis. Karena berjejalan, maka saya tidak sempat menempel kartu saya ke alat tersebut. Seorang petugas perempuan berseragam biru gelap duduk di bangku sebelah kanan bis. Petugas perempuan ini mengawasi para penumpang sekalian menerima pembayaran uang kas serta kadang meneriakan sesuatu dalam bahasa Cina ke sopir atau ke para penumpang dalam bis atau yang akan naik di halte saat bis berhenti. Alat elektronik pembaca kartu pembayaran bis tersedia di 2 tempat, yakni di depan dekat petugas dan di belakang karena bis memiliki 2 pintu di depan dan belakang. Para penumpang bisa naik dan turun melalui 2 pintu tersebut. Kartu pembayaran ditempel ke alat pembaca elektroniknya 2 kali, yakni pada saat naik dan turun. Pada saat turun, kartu tersebut memberi isyarat ke sopir atau petugas penjaga dalam bis untuk memberitahu sopir berhenti dan membuka pintu bis di halte jika ada penumpang yang akan turun.
PKL di jalan ke gerbang Timur Fragrant Hills |
Pagar stainless setinggi dada saya memisahkan area tempat petugas perempuan tersebut duduk atau sesekali berdiri dengan lorong tempat para penumpang, termasuk saya yang sedang berdiri di lorong tersebut. Di depan petugas tersebut terdapat meja kecil berukuran lebar 10-15 cm dengan panjang sekitar 1 meter tempat petugas meletakan karcis bis dan juga uang pembayaran para penumpang yang tidak menggunakan kartu elektronik sebagai alat pembayaran. "Fragrant Hills?, tanya saya ke petugas tersebut sambil memberikan kartu saya ke petugas perempuan tsb untuk ditempelkan ke alat pembaca kartu karena posisi saya telah bergeser makin ke depan dekat sopir diakibatkan oleh masuknya para penumpang baru. Petugas tersebut hanya mengangguk sambil menerima kartu saya. Setelah menempelkan kartu ke alat elektronik yang berada sebelah kirinya, kartu dikembalikan ke saya. Karena bis makin penuh sesak - seperti naik comuter line di pagi atau sore hari jam kerja di Jakarta, maka di beberapa halte saat bis berhenti, petugas perempuan tersebut meneriakkan sesuatu dalam bahasa Cina yang membuat beberapa penumpang di halte yang akan naik membatalkan rencananya. Mungkin petugas tersebut memberitahu para calon penumpang di halte bahwa bis terlalu penuh atau meminta mereka menunggu bis berikut, duga saya.
Akses ke gerbang Timur Fragrant Hills |
Setelah berhenti dan melewati belasan halte, bis berhenti di halte terakhir dimana semua penumpang berhamburan keluar saat petugas perempuan tersebut mengumumkan sesuatu dalam bahasa Cina. Saya ikut turun lalu berjalan mengikuti puluhan orang yang berjalan ke satu arah - yang saya perkirakan menuju Fragrant Hills. Tempat bis menunrukan semua penumpang hanya berjarak sekitar 10 meter dari suatu pertigaan jalan. Setelah tiba di pertigaan tersebut, saya berdiri beberapa menit memperhatikan bis-bis dan mobil-mobil serta ratusan orang yang lalu lalang di kiri, kanan, muka dan belakang. Setelah menurukan semua penumpang, bis yang saya tumpangi kembali melaju ke pertigaan lalu belok kiri karena jalan yang akan dilalui adalah jalan 1 arah. Saya menyeberang lalu belok kanan mengikuti ratusan orang yang berjalan ke arah kanan alias berlawanan arah dengan jalan yang sedang dilalui bis atau kendaraan lain yang mengarah ke kiri. Dari pertigaan tersebut, saya berjalan sekitar 25 meter hingga
PKL di jalan ke gerbang Timur Fragrant Hills |
tiba di pertigaan lain yang juga merupakan jalan satu arah. Di pertigaan ini saya belok kiri menyusuri pedestarian / trotoar yang cukup lebar. Trotoar ini menjadi pembatas satu taman di sebelah kiri yang dibuat memanjang sepanjang trotoar yang saya susuri dengan jalan bagi mobil di sebelah kanan saya. Sekitar 30an meter dari pertigaan, saya dan puluhan pejalan kaki berhenti menonton pertunjukan kungfu di pinggir jalan dekat taman. Seorang lelaki tua berjanggut panjang putih (seperti di film-film kungfu Cina) yang sepertinya menggunakan tenaga dalam melipat-lipat tubuhnya ke bentuk-bentuk berbeda. Para penonton bertepuk tangan lalu memberikan donasi berupa uang logam ataupun uang kertas. Saya melanjutkan perjalanan lalu mampir di toilet umum yang terletak di pinggir trotoar yang sedang saya susuri dalam jarak 20an meter dari pertunjukan kungfu tersebut. Bangunan toilet terbagi ke 2 bagian berbeda. Di bagian depan terdapat 2 ruang dimana salah satunya mempunyai pintu tertutup berwarna coklat sedangkan ruang depannya dibiarkan terbuka. Di belakang ruang terbuka ini terdapat ruang toilet bagi perempuan di sebelah kiri dan laki-laki di sebalah kanan. Pintu ke ruang toilet bagi laki-laki digantungi kain pintu berwarna hijau dengan tulisan Cina. Saat saya melangkah masuk ke bagian toilet, bau pesing menyengat hidung sangat terasa. Banyak tisu bertebaran di lantai menambah kesan joroknya toilet tersebut.
Keluar dari toilet, saya belok kiri melanjutkan perjalanan saya menyusuri trotoar hingga tiba di satu pertigaan lain yang terletak di sebelah kanan saya dan berjarak sekitar 100an meter dari tempat bis menurunkan penumpangnya. Saya memilih berjalan terus hingga tiba di pertigaan kedua yang yang berjarak sama, yakni sekitar 100 meter dari pertigaan sebelumnya. Karena trotoar dan jalan yang saya susuri mentok di pertigaan ini, maka saya belok kanan mengikuti arus manusia yang berjalan di bagian kanan jalan tersebut. Jalan yang sedang saya susuri ini tidak memiliki trotoar sehingga saya harus hati-hati karena banyak kendaraan berupa bis dan mobil yang juga lalu-lalang di jalan 2 arah tersebut. Saya terus berjalan melewati para penjual souvenir dan makanan kecil yang terkonsentrasi di depan satu pool bis. Saya mampir beberapa menit di tempat seorang laki-laki penjual jagung rebus. Saya membeli 2 tongkol jagung muda rebus panas seharga 5 yuan. Setelah menerima jagung rebus yang diambil dari dalam panci berisi air mendidih dan uap panas tebal yang mengepul-ngepul, kedua tongkol jagung yang telah saya beli tersebut dimasukan ke kantong plastik transparan. Saya ingin membeli jagung kuning, namun pembeli di depan saya yang mendapatkan jagung tersebut. Saat giliran saya tiba, jagung kuning telah habis sehingga saya hanya mendapatkan jenis berwarna putih. "Tak apa, yang penting bisa mengganjal perut yang mulai lapar", pikir saya sambil melanjutkan langkah kaki di jalan yang terus mendaki.
Denah kompleks Fragrant Hills |
Jalan tersebut berakhir di anak-anak tangga bagian luar suatu kompleks - yang kemudian saya ketahui sebagai gerbang Timur Fragrant Hills. Gerbang keluar dan masuk masih berjarak sekitar 100 meter dari anak-anak tangga yang telah saya lewati. Di sebelah kanan saya dalam jarak 5 meter dari tangga terakhir yang saya lewati berdiri satu tugu batu bertulisan aksara Cina. Tugu batu ini dikerubuti para pengunjung yang sibuk berfoto ria. Setelah mengamat-amati lingkungan sekitar dan juga para pengunjung yang berfoto di tugu batu tersebut, saya jalan lagi hingga tiba di suatu pelataran yang cukup luas berukuran sekitar 50x150 meter. Pelataran ini berbentuk huruf U terbalik menghadap ke posisi saya yang sedang berdiri menghadap gerbang. Di bagian kanan saya berjejer bangunan kios yang membentuk huruf L dalam posisi horisontal. Jejeran kios ini berada dalam satu garis lurus dengan satu pohon besar berdaun kuning yang dikenal dengan nama smoke trees. Di belakang jejeran kios dan pohon tersebut dalam jarak sekitar 15 meter terdapat bangunan lain berbentuk huruf I dalam posisi horizontal. Di depan saya berdiri megah gerbang masuk dan keluar berwarna merah tua dengan seluruh asesoris / pernik-pernik bernuansa Cina. Di sisi kiri saya dalam jarak sekitar 25 meter dari gerbang terdapat bangunan lain berbentuk memanjang atau huruf I dalam posisi horisontal seperti bangunan tempat toilet. Salah satu bagian bangunan di sebelah kanan atau sebelah kiri saya saat saya berdiri menghadap ke bangunan tersebut difungsikan sebagai loket penjualan tiket masuk ke Fragrant Hills. Di depan gerbang berjarak sekitar 15 meter dalam satu garis lurus terdapat bukit bunga buatan yang dipenuhi bunga berbagai warna.
Tiket masuk ke Fragrant Hills |
Setelah mengamat-amati lingkungan sekitar, saya berjalan menuju loket tiket yang sedang dikerumuni beberapa pengunjung. "how much" tanya saya. "fifteen", jawab petugas perempuan yang menjaga loket. Saya menyerahkan uang 100yuan lalu mendapatkan kembalian 85yuan bersama selembar tiket berukuran 5x20cm. Saya lalu balik dan melipir ke kanan saat melihat jejeran bangku taman di lokasi tersebut. Saya duduk di salah satu bangku sambil menikmati jagung rebus yang saya beli di pinggir jalan menuju ke tempat ini. Setelah selesai menikmati jagung rebus sambil mengamat-amati ratusan pengunjung yang hilir mudik di tempat tersebut, terutama yang asyik berfoto di taman bukit bunga depan gerbang, saya bangun dan melangkah menuju gerbang. Sebelum masuk, saya sempatkan berfoto di depan gerbang terlebih dahulu mumpung agak sepi. Selesai foto, saya berjalan menuju pintu masuk yang dijaga seorang petugas laki-laki dan seorang petugas perempuan. Saya menyerahkan tiket ke petugas perempuan yang menyobek salah satu sisi tiket lalu menyerahkan kembali ke saya dan mempersilahkan saya masuk.
Geunjeongjeon Hall dan jembatan di atas danau buatan |
Bangunan yang difungsikan sebagai gerbang merupakan bagian dari 5 bangunan dalam kompleks tempat tinggal keluarga kerajaan / imperial residence pada era dinasti Qing. Di belakang bangunan ini terdapat 2 bangunan lain yang lebih kecil berada di sisi kiri dan kanan bangunan gerbang. Setelah itu dalam jarak sekitar 50an meter dari gerbang dalam satu garis lurus terdapat bangunan lain yang disebut Geunjeongjeon Hall. Bangunan Geunjeongjeon Hall inilah yang menjadi ikon Taman Fragrant Hills di informasi-informasi online yang saya temukan di internet. Karena itu, setelah melewati gerbang pemeriksaan tiket, saya langsung berhadapan dengan bangunan Geunjeongjeon Hall berwarna merah tua.
Geunjeongjeon Hall dan 1 dari 2 smoke trees |
Bangunan ini dalam sejarah dinasti Qing digunakan sebagai tempat kerja dan pertemuan kaisar-kaisar dinasti Qing dengan para menteri mereka. "Geunjeongjeon hall dibangun tahun 1745, yakni tahun kesepuluh pemerintahan kaisar Qianlong. Bangunan asli telah dibakar habis oleh tentara gabungan Perancis dan Inggris pada tahun 1860, yakni tahun kesepuluh masa pemerintahan kaisar Xiangfen. Restorasi bangunan dan taman sekitarnya dilakukan tahun 2002-2003" (www.ebejing.gov.cn). Warna bangunan didominasi merah tua dengan garis-garis kuning emas pada pintu dan jendelanya. Bagian plang di langit-langitnya dihiasi beberapa warna lain yang didominasi warna biru muda. Di sisi kiri dan kanan bangunan terdapat 2 pohon yang disebut smoke trees dalam bahasa Inggris. Daun-daun kedua pohon ini telah berubah warna menjadi kuning dan kemerahan.
Smoke tree |
Kedua pohon smoke bersama Geunjeongjeon hall menjadi obyek foto menarik bagi ratusan pengunjung yang berseliweran di tempat tersebut. Dalam jarak sekitar 7 meter dari bangunan setelah kedua pohon tersebut terdapat satu kolam berair jernih dan bersih. Satu jembatan berbentuk busur terbalik selebar 2 meteran melintas di atas kolam sebagai penghubung jalan dari gerbang masuk ke halaman depan Geunjeongjeon hall dalam satu garis lurus. Jembatan ini menjadi tempat strategis para pemburu foto yang ingin mengabadikan diri mereka dengan latar belakang smoke trees dan Geunjeongjeon hall . Saya ikut-ikutan mengambil tempat di jembatan dan beberapa foto di lokasi ini lalu berjalan menuju Geunjeongjeon hall. Jarak Geunjeongjeon hall dari jembatan sekitar 5 meter. Geunjeongjeon hall dibangun di atas tanah yang ditinggikan sejajar dengan tinggi jembatan. Untuk Mencapai pintu Geunjeongjeon hall, para pengunjung perlu melewati 6 anak tangga yang terbuat dari semen. Setelah melewati tangga, para pengunjung hanya bisa melihat-lihat ke dalam Geunjeongjeon hall dari 3 pintu yang dibuka namun dihalangi pagar besi setinggi dada orang dewasa alias pengunjung tidak diperkenankan masuk ke dalam Geunjeongjeon hall. Saat berdiri di pintu utama menghadap ke gerbang, keduanya gerbang dan pintu utama Geunjeongjeon hall berada dalam satu garis lurus. Selain akses melalui jembatan, pengunjung bisa berjalan memutari kolam ke kiri atau ke kanan menuju Geunjeongjeon hall. Di sebelah kanan saya terdapat bangunan lain berjarak 20an meter yang juga didominasi warna merah tua. Demikian juga di sebelah kiri saya. Bangunan yang disebelah kiri merupakan toko souvenir yang menjual berbagai cendera mata dengan harga lumayan mahal sehingga saya hanya masuk dan melihat-lihat alias window shopping :) saat kembali dari dalam Taman Fragrant Hill. Sedangkan bangunan yang di sebelah kiri tidak saya ketahui fungsinya karena tidak dibuka untuk umum.
Geunjeongjeon Hall, smoke trees dan toko souvenir |
Puas melihat-lihat dan foto-foto di kompleks imperial residence, saya berjalan mengikuti para pengunjung lain ke arah kanan jika dilihat dari gerbang masuk atau sebelah kiri bangunan utama jika berdiri menghadap gerbang. Jalan ini berada dalam 1 garis lurus dengan kedua smoke trees berdaun indah di halaman depan Geunjeongjeon hall. Tepat di samping kanan Geunjeongjeon hall dalam jarak sekitar 1 meter berdiri tebing batu yang seperti pagar alam bagi bangunan Geunjeongjeon hall. Tebing ini membentuk pagar setengah lingkaran dari samping kanan Geunjeongjeon hall ke bagian belakangnya. Tebing berada dalam satu garis lurus dengan toko souvenir di sebelah kanan depan Geunjeongjeon hall.
Geunjeongjeon Hall, smoke trees |
Di antara tebing dan toko souvenir terdapat tangga semen menuju jalan di atas tebing yang merupakan satu-satunya jalan ke bagian lain dalam Taman Fragrant Hill. Saya mendaki anak-anak tangga menuju jalan selebar 3-4 meter yang terletak di ketinggian dalam satu garis lurus dengan dinding toko souvenir di sebelah kiri saya dan tebing di sebelah kanan. Keduanya, terbing dan toko souvenir mengapit tangga tersebut. Jalan yang dibuat dari susunan lempengan-lempengan batu warna abu-abu gelap tersebut mengingatkan saya akan jalan bagi para pejalan kaki dalam kompleks tempat tinggal saya di Kalibata City. Jalan ini membawa saya dan para pengunjung lainnya ke dalam kompleks Taman Fragrant Hill. Saya tiba di suatu perempatan berjarak sekitar 75 meter dari kompleks imperial residence. Di sebelah kiri saya terpasang papan informasi setinggi pinggang orang dewasa. Papan berwarna coklat dengan tulisan putih tersebut bertuliskan aksara Cina dan Latin (bahasa Inggris) beserta tanda panah penunjuk arah memberikan kemudahan bagi pengunjung mengetahui arah dan lokasi berbagai tempat dalam Taman tersebut, antara lain seperti danau, kuil dan paviliun.
Papan informasi dalam Taman Fragrant Hill |
Kompleks imperial residence di Fragrant Hill berada dalam Taman Fragrant Hill / Fragrant Hills Park. "Taman ini berjarak 28 km dari Kota Beijing ke arah bagian Baratlaut Beijing. Luas Taman adalah 162ha dengan puncak tertinggi 558m dari permukaan laut di lokasi bernama Xianglu Peak (Incense Burner Peak). Taman ini dibangun mulai tahun 1186 pada era dinasti Jin (1115-1234) yang kemudian diperluas pada zaman dinasti Yuan dan Ming" (website travel china guide). Selain Kuil, para pengunjung juga bisa menikmati perubahan warna daun-daun pohon maple dan pohon smoke dari hijau ke kuning dan merah di musim gugur. Sayangnya setelah berjalan hampir 3 km dalam Taman, saya hanya menemukan beberapa pohon yang daunnya telah berubah kuning atau merah. Itupun dalam jarak yang berjauhan sehingga tidak menarik dijadikan obyek foto. Jalan masuk ke Taman ini ada 2, yakni dari bagian Utara atau Selatan. Saya masuk melalui gerbang Timur / East gate di bagian Selatan.
Informasi tentang Danau Jingcui |
Setelah sekitar 500 meter menyusuri jalan yang terus mendaki, saya tiba di lokasi danau / lake bernama Tranquility Green (Jingcui Lake). Danau ini berjarak sekitar 50an meter dari pinggir jalan di punggung bukit pada ketinggian sekitar 30an meter. Karena danau berada di lembah, maka saya dan puluhan pengunjung berjalan turun ke danau untuk menikmati ketenangan air dan suasana sekitarnya. Danau dikeliling semak belukar dan pohon-pohon besar yang menjadi tempat berteduh ratusan burung-burung kecil yang terbang berputar-putar di danau pada waktu tertentu lalu balik bertengger lagi di pohon-pohon sekitar danau. Setengah danau dipenuhi bunga teratai yang layu dan mati sehingga tidak menarik dijadikan obyek foto. Dalam jarak ratusan meter di sebelah kiri tempat saya berdiri menghadap danau melintas satu jembatan kecil di atas danau yang menghubungkan kedua sisi danau yang dipagari dinding-dinding bukit. Saya menikmati keindahan dan ketenangan danau yang sesekali diselingi atraksi terbang ratusan burung di atas danau selama 30an menit. Setelah itu saya kembali mendaki ke jalan dan meneruskan perjalanan saya bersama ratusan pengunjung yang terus mengalir dan mengisi jalan-jalan dalam Taman itu walau hari semakin sore. Udara dingin terasa makin menggigit kulit sehingga saya merapatkan jaket, menutup kepala dan memperat syal serta memakai sarung tangan yang selalu saya bawa di kantong jaket panjang saya.
Danau Jingcui |
Setelah menempuh jarak sekitar 4 km mengikuti jalan naik dan turun dalam Taman Fragrant Hills dimana saya tidak menemukan lokasi kumpulan pohon-pohon maple yang daun-daunnya telah berubah warna menjadi merah untuk obyek foto saya sebagaimana yang saya lihat di internet, saya memutuskan pulang ke hotel. Saya tidak tahu apakah tanggal kedatangan saya tepat atau tidak untuk menemukan perubahan warna daun-daun tersebut. Namun dingin semakin menusuk dan hari semakin sore sehingga lebih baik saya pulang daripada tersesat seperti di Jepang karena pulang malam ke hotel :). Saya menyusuri jalan yang telah saya lalui kembali ke kompleks imperial residence.Saya singgah beberapa
Dalam Taman Fragrant Hills |
menit di toko souvenir, namun karena harga barangnya mahal-mahal, saya hanya melihat-lihat lalu keluar dan foto-foto lagi di depan danau buatan depan Geujeongjeon hall kemudian keluar dari pintu sebelah kanan di gerbang yang sama yang telah saya lalui saat masuk ke Taman. Tiba di luar gerbang, saya celingukan mencari toilet. Saya menuju papan informasi berwarna coklat setinggi 2 meter bertulisan putih di sebelah kanan gerbang berjarak 25an meter dari loket penjualan tiket. Toilet terletak di bangunan yang berseberangan dengan bangunan loket penjualan tiket alias berada di sebelah kiri gerbang dalam jarak 70an meter. Saya berjalan ke bangunan toilet yang melewati satu pohon besar di kiri dan jejeran kios para penjual teh di kanan dalam jarak 20an meter. Saat saya masuk ke toilet laki-laki, bau pesing menguar menerpa hidung. Toiletnya cukup luas dan besar, sayangnya dalam kondisi jorok sama seperti toilet pertama di pinggir jalan yang saya gunakan saat berjalan ke Fragrant Hills. Selain bau pesing, banyak tisu bertebaran di lantai. Saya cepat-cepat menyelesaikan kencing saya, cuci tangan di wastafel lalu ngacir keluar untuk mendapatkan udara segar. Toilet laki-laki dan perempuan bersebelahan dalam bangunan berbentuk huruf I horizontal tersebut.
PKL di jalan masuk dan keluar sebelum gerbang Fragrant Hills |
Saya berjalan pulang sambil melihat-lihat jejeran kios para penjual teh. Beberapa kios dikerubuti para pembeli yang duduk minum sambil ngobrol santai dan tertawa-tawa. Saat tiba di lokasi tugu batu dan anak-anak tangga keluar kompleks tersebut, saya berhadapan dengan 2 jalan masuk dan keluar. Saya memilih jalan kiri karena jalan di bagian kanan telah saya susuri saat menuju kompleks Fragrant Hills. Jalan sebelah kiri yang saya susuri dipenuhi jejeran kios souvenir, restoran dan kios para PKL yang menjual berbagai makanan kecil, termasuk sate gurita dan sate daging babi. Saya berjalan sambil melihat-lihat dan mengambil foto. Di satu kios makanan kecil saya berhenti karena ingin mencoba sate gurita. Menggunakan bahasa isyarat tangan, saya menunjuk 1 sate gurita mentah dan menanyakan harganya. Penjual mengangkat 5 jarinya alias harganya 5 yuan atau 10ribu rupiah. "hmm, cukup mahal", hitung saya dalam hati. Namun karena saya penasaran akan rasanya, saya
Makanan ringan dari gurita :) |
mengambil 1 tusuk sate mentah dan memberikannya ke penjual. Penjual membakar sate tersebut di tempat pembakaran yang terbuat dari besi berbentuk kotak persegi panjang sebesar 25x50cm. Kotak tersebut dipanasin bagian bawahnya menggunakan nyala api dari kompor. Sate di letakan di dalam kotak oleh penjual lalu ditekan-tekan menggunakan satu alat lain berbentuk seperti strika pakian yang juga terbuat dari besi. Setelah dibolak-balik sekitar 5 menit, penjual membubuhkan sejenis bubuk ke sate tersebut lalu menyerahkannya ke saya. Sambil berjalan saya mencoba 2 potong sate tersebut yang terasa sangat asin dan masih setengah mentah. Saya hanya makan setengah lidi sate, sisanya saya buang ke tempat sampah di jalan yang sedang saya lewati. Tiba di ujung jalan pada pertigaan yang saya telah lewati saat menuju Frgrant Hills sebelumnya, saya melihat penjual bakpau sedang mengukus bakpau di pinggir jalan sebelah kiri saya. Harum bakpau dan uap putih yang mengepul-ngepul menarik saya mendekati tempat tersebut. Saya membeli 4 bakpau yang masih mengepulkan uap panas seharga 5yuan. Satu bakpau sebesar kepalan tangan saya terasa sangat nikmat saat potongan pertama masuk mulut. Bakpau yang saya nikmati sekaligus menghilangkan rasa asing di mulut saya karena mencicipi sate gurita setengah matang sebelumnya.
Bakpau di pinggir jalan |
Tiba di pertigaan yang berjarak 5 meter dari penjual bakpau, saya belok kiri menyusuri trotoar hingga tiba di satu pertigaan lagi yang berjarak sekitar 25 meter dari pertigaan tempat penjual bakpau. Saya menyeberang ke kanan lalu berjalan menyusuri pedestarian jalan sebelah kanan tersebut. Saya terus berjalan mencari halte bis 318 yang akan saya gunakan kembali ke stasiun Beigongmen. Puluhan orang berjalan ke arah yang sama dengan saya. Setelah berjalan sekitar 700 meter dari pertigaan, saya melihat terminal bis. Terminal berada dalam suatu kompleks tertutup yang dikeliling berbagai bangunan. Gerbang masuk dan keluarnya diberi pagar yang dijaga petugas laki-laki berseragam abu-abu. Saya terus berjalan hingga tiba di gerbang keluar bis dari dalam terminal. Tepat di sebelah kanan gerbang ini terdapat antrian manusia yang mengular hingga ke tepi jalan. Saat sedang antri, puluhan orang yang baru tiba berhamburan ke dalam terminal melalui gerbang yang pintunya dibuka karena ada bis yang akan keluar. Puluhan orang tersebut diteriaki petugas yang mengusir mereka keluar dari terminal dan sepertinya diminta antri. Sambil berjalan keluar, puluhan laki-laki dan perempuan tersebut balas meneriaki petugas menggunakan bahasa mereka.
Dalam Taman Fragrant Hills |
Tempat antrian yang berada persis di sisi luar gerbang terminal tidak terlalu luas sehingga para pengantri berdesak-desakan di lokasi tersebut. Tempat antrian ini bersebelahan dengan jalan satu arah yang dijejali minivan. Para calo minivan berteriak-teriak sepertinya mengajak sekaligus menawari para pengantri maupun orang yang lalu lalang untuk naik minivan. Karena saya tidak mengerti bahasa dan arah, saya tenang-tenang saja terus mengantri. Setelah antrian agak longgar dan bergerak maju karena para calon penumpang di bagian depan telah masuk ke bis, saya sadar kalo antrian saya berada di atas trotoar yang memisahkan jalan minivan dan terminal bis. Sekitar 20an menit, saya tiba di halte yang berada di ketinggian sekitar 1 meter dari trotoar. Saya bersama calon penumpang menaiki tangga menuju halte lalu berdesak-desakan dalam halte yang diberi pagar-pagar besi berwarna putih setinggi dada saya. Pagar-pagar besi ini membentuk lorong-lorong menuju pintu-pintu halte yang terhubung ke bis-bis nomor berbeda. Nomor masing-masing bis berwarna putih telah ditulis pada papan berwarna hijau yang digantung di atas halte menghadap ke antrian para calon penumpang sehingga para calon penumpang masuk ke lorong yang pintunya menuju bis dengan nomor yang sama - seperti lorong-lorong di halte-halte transjakarta / busway. Bedanya pada halte-halte busway di Jakarta yang digunakan adalah nama tempat bukan nomor.
Depan toko souvenir |
Saat saya sedang sesak-sesakan bersama calon penumpang lain dalam lorong berpagar besi di halte, seorang penumpang beradu argumen dengan petugas penjaga pintu halte. Sepertinya calon penumpang tersebut tidak puas dengan tindakan petugas yang mengizinkan beberapa calon penumpang di depan dia masuk ke bis. Saat tiba gilirannya, petugas menutup pintu halte sehingga calon penumpang tersebut tidak bisa keluar menuju bis. Keributan 2 orang tersebut menjadi bertambah ramai saat calon penumpang lain ikut-ikut nimbrung sepertinya membela calon penumpang yang pertama ribut. Di sisi lain, teman-teman petugas terminal juga ikut nimbrung sehingga terjadilah keributan dengan nada suara tinggi antara kedua belah pihak saling sambar satu sama lain. Keributan tersebut berhenti dengan sendirinya saat bis 318 yang kami tunggu tiba dan berhenti dekat pintu halte. Saat pintu halte setinggi dada orang dewasa tersebut dibuka, para calon penumpang berhamburan ke bis yang dalam kondisi kosong. Saat saya tiba di dalam bis, semua kursi telah terisi penuh sehingga saya hanya bisa berdiri di lorong dalam bis. Bis semakin penuh sesak karena di setiap halte tempat bis menurunkan penumpang selalu ada penumpang baru yang masuk dalam jumlah lebih banyak dari penumpang yang turun. Pintu bagian belakang bis sepertinya rusak, sehingga para penumpang yang akan turun diminta turun dari pintu depan oleh petugas di atas bis. Karena saya berdiri di bagian belakang, maka secara perlahan saya mencoba bergeser ke depan mendekati pintu untuk turun. Di tengah lorong, seorang laki-laki marah-marah atau mungkin hanya mengomel dalam nada tinggi karena saya dorong ke samping. Saya mencari jalan ke depan diantara penumpang yang berdiri rapat dan berdesak-desakan agar saya bisa mendekati pintu keluar. Saya hanya bisa membalas omelan laki-laki tersebut menggunakan bahasa isyarat mencoba menjelaskan bahwa pintu belakang rusak sehingga saya harus turun dari pintu depan. Lelaki tersebut terus mengomel, namun akhirnya saya berhasil lewat mendekati pintu bis di bagian depan.
Stasiun transit subway/metro |
Saat bis mendekati halte tempat saya menunggu pertama kali yang ternyata salah sehingga saya pindah ke halte seberang, saya menempelkan kartu ke alat pembaca kartu di dekat pintu bagian depan bis. Namun bis melaju melewati halte tersebut dan berhenti di halte berikut yang berjarak sekitar 250an meter dari halte tersebut. Saya dan sebagian besar penumpang turun di halte tersebut. "Huh, jika tahu seperti itu, saya tidak perlu dorong-dorongan pindah dari bagian belakang ke depan bis", pikir saya sambil menyusuri pedestarian yang cukup luas menuju tempat penyeberangan berjarak sekitar 100 meter dari halte. Di tempat penyeberangan ini saya menyeberang bersama beberapa pejalan kaki lain. Sampai di seberang, saya hanya perlu menyurusi pedestarian sekitar 50an meter menuju gerbang stasiun subway/metro dimana saya akan menumpang metro ke stasiun Dongsi untuk kembali ke Hotel Beijing 161 Wangfujing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar