|
Landscape di sepanjang jalan |
Sekitar 1 jam perjalanan, seorang perempuan yang duduk di kursi belakang berbicara dalam bahasa Burma ke sopir. Bis pun berjalan perlahan lalu menepi dan berhenti. Perempuan tersebut berjalan melewati lorong dan turun lalu menghilang di kerimbunan pepohonan pinggir jalan. Beberapa penumpang, termasuk saya ikut turun mencari tempat masing-masing untuk mengosongkan kantong kemih. Setelah itu saya cepat-cepat kembali ke bis, namun si perempuan yang minta bis berhenti belum kembali. Akhirnya seorang perempuan lain yang mungkin adalah anggota keluarga atau teman seperjalanan perempuan itu turun dan menyusul. Sopir dan kondektur tidak terlihat bersungut-sungut ataupun terburu-buru. Keduanya terlihat santai mengunyah sirih (nyirih) dan meludah ke luar bis sambil ngobrol dalam bahasa mereka. Sopir juga mengenakan hem lengan pendek warna putih dan
longyi warna hijau. Mungkin itu pakaian seragam mereka, duga saya. Keduanya sopir dan kondektur terlihat menyisipkan handphone mereka di pinggang. Bagaimana jika jatuh ya, pikir saya. Namun hingga saya turun di Mandalay, tidak terlihat adanya masalah menaruh handphone dengan cara hanya disisipkan pada lilitan
longyi di pinggang. Cara mengikat
longyi juga terlihat berbeda dengan cara orang Indonesia mengenakan sarung, terlihat dari adanya semacam kantong kecil di depan. Mungkin itu bagian ikatannya untuk memperkuat atau tidak mudah longgar.
|
Landscape sepanjang jalan |
Kelancaran perjalanan Bagan - Mandalay terhalang oleh kempesnya salah satu ban bis. Untuk itu, bis harus berhenti cukup lama di salah satu poolnya yang terletak di pinggir jalan yang dilalui. Semua penumpang turun merenggangkan tubuh dan mengusir kebosanan. Saya dan beberapa penumpang laki-laki lainnya mencari tempat untuk mengosongkan kantong kemih. Setelah melongok kiri dan kanan, namun tidak menemukan toilet, saya lalu mengikuti 2 penumpang laki-laki berjalan ke luar gerbang pool. Kedua laki-laki yang mengenakan
longyi duduk jongkok di luar gerbang dan kencing seperti para perempuan kencing di kampung-kampun. Selesai kencing mereka bangun dan berjalan pergi begitu saja sehingga saya menjadi tahu bahwa di balik
longyi mereka pasti tidak mengenakan celana dalam :). Saya kemudian mengambil posisi menghadap tembok pagar, membelakangi jalan lalu mengosongkan kantong kemih. Selesai itu, saya kembali ke bis, namun penggantian ban belum selesai.
|
Lingkungan sekitar hotel Rama Mandalay |
Beberapa penumpang kelihatan bercakap-cakap satu sama lain. Saya lalu berkenalan dengan 2 pemuda asal Malaysia. Mereka juga dalam perjalanan wisata ke Mandalay. Kami bertukar cerita tentang tempat-tempat wisata yang telah dikunjungi. Mereka memulai dari Yangon lalu ke Bagan kemudian ke Mandalay dan akan kembali ke Yangon lagi untuk pulang ke Malaysia. Penggantian ban memakan waktu 1 jam lebih barulah bis siap kembali menyusuri jalanan menuju Mandalay. Akhirnya bis tiba di kota Mandalay setelah menghabiskan waktu 4 jam. Dugaan saya jika tidak ada masalah dengan ban, maka waktu tempuh akan lebih cepat, yakni sekitar 3 jam saja. Berbeda dengan informasi waktu tempuh di internet yang 6 jam. Mungkin jalanan yang dilalui penulisnya saat itu belum semulus saat saya
|
Jalan utama kota Mandalay |
melewati jalan tersebut yang berdampak pada adanya perbedaan waktu cukup jauh, yakni 3 jam. Setelah satu demi satu warga lokal diturunkan di tempat masing-masing, hanya para turis yang tertinggal di bis, yakni saya, 2 pemuda Malaysia dan sepasang bule. Sopir menanyakan alamat tujuan masing-masing di hotel yang berbeda-beda. Pusat kota sangat ramai oleh ruko-ruko bertingkat 3 dan 4. Terdapat juga 1 mall besar yang terlihat ramai. Jalanan utama di pusat kota cukup lebar dan dibagi menjadi 2 jalur (seperti Sudirman - Thamrin di Jakarta, namun tidak selebar Sudirman ataupun Thamrin tentunya) menggunakan pembatas di tengah. Kedua sisi jalan dipenuhi jejeran ruko yang juga difungsikan sebagai bank, toko, restoran, bakery, hotel dll. Sepasang bule tersebut diturunkan di salah satu hotel yang terletak di jalan utama itu. Setelah itu, bis memasuki jalan kecil mencari-cari hotel Rama
|
Pagi hari di jalan depan hotel Rama Mandalay |
Mandalay yang telah saya booking online melalui www.booking.com sebagai tempat saya menginap 3 hari di kota tersebut. Akhirnya saya tiba di hotel kecil di jalan 28th street, sekitar 3 blok dari jalan utama yang telah dilewati.
Welcome to Rama Mandalay sir, sapa seorang lelaki berwajah Asia Timur (seperti orang India) yang sepertinya merupakan manager hotel.
Thanks, I would like to check in, balas saya sambil menunjukan bukti bookingan yang saya simpan di HP.
May I pay it using credit card or it has to be cash only, tanya saya.
We can either accept card or cash, kata lelaki tersebut. Karena mempertimbangkan keterbatasan uang tunai yang saya pegang, saya memutuskan membayar menggunakan kartu kredit. Namun, koneksi bermasalah sehingga setelah tidak berhasil mencoba beberapa kali akhirnya saya putuskan membayar
|
Pagi hari di jalan depan hotel Rama Mandalay |
tunai. Toh saya masih punya waktu untuk ambil tunai lagi di ATM. Selesai urusan administrasi, saya menanyakan bagaimana caranya mendapatkan mobil untuk berkeliling ke tempat-tempat wisata, termasuk ke Mandalay Hill. Lelaki tersebut mengatakan mereka bisa menyediakan. 25.000 kyat atau 25 dollar selama setengah hari. Saya setuju saja karena tidak punya pilihan dan juga tidak perlu membuang waktu. Saya minta disediakan sopir yang bisa berbahasa Inggris. Namun kenyataannya permintaan saya tidak dipenuhi sehingga sepanjang kunjungan ke tempat-tempat wisata sampai dengan malam hari, saya dan sopir hanya berbicara menggunakan bahasa tubuh. Setelah menerima kunci, saya lalu beranjak ke lift di depan resepsionis guna menuju lantai 3 tempat kamar saya. Kamar deluxe seharga 50 dollar per malam yang saya pesan ternyata sangat luas dilengkapi tempat tidur ukuran 160x2 meter dengan 2 bantal dan 2 guling. Kamar juga dilengkapi meja rias, tv layar datar dan 1 set sofa, termasuk mejanya.
|
Pagi hari di jalan depan hotel Rama Mandalay |
Setelah
ngadem dalam kamar ber-AC sekitar 30 menit, saya lalu mandi, ganti dan keluar hotel untuk makan siang. Manajer menginformasikan beberapa pilihan tempat makan yang berjejer di jalan tempat hotel tersebut. Saya memutuskan mencoba resto terdekat di samping hotel bermana
beer star. Semua pengunjung restoran ini adalah laki-laki. Mereka duduk berkelompok, bercakap-cakap dan menikmati bir di gelas-gelas besar. Tissu bertebaran di lantai, walau restoran menyediakan tempat sampah di lantai setiap meja - terlihat agak jorok. Apalagi beberapa dari pengunjung yang sedang nyirih meludah berulang-ulang ke tempat sampah. Saya mengambil tempat duduk agak jauh dari kelompok-kelompok tersebut. Seorang pelayan perempuan menghampiri saya, namun saat saya memulai
|
Cocacola dingin di resto Beer Star |
percakapan dalam bahasa Inggris, pelayan tersebut menggeleng sambil tersenyum kemudian pergi memanggil temannya. Seorang pemuda memakai hem putih lengan pendek dan longyi hijau tua menghampiri saya. Saya lalu memesan makan siang dengan lauk ikan dan coca cola. Saya menghabiskan sekitar 30 menit makan siang sambil mengamati tingkah-pola pengunjung lainnya. Akhirnya saya kembali ke hotel menunggu mobil jemputan untuk memulai eksplorasi saya di Mandalay.
Bersambung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar