Tulisan Kelima
Setelah urusan visa ke dua negara, yakni Inggris dan Italia (untuk negara-negara Uni Eropa yang menggunakan visa Schengen), maka persiapan fisik dan kebutuhan lain pun dimulai. Karena berbagai informasi online menasehatkan jangan meletakan semua barang berharga dalam 1 kantong, maka saya menyempatkan diri membeli tas pinggang tipis untuk penyimpanan uang tunai dan copy passport untuk penggunaan seketika saat dibutuhkan. Passport asli dan duit lainnya saya simpan dalam ransel. Copy semua dokumen perjalanan juga saya siapkan dalam 1 map dan simpan di koper untuk antisipasi kejadian tidak terduga, atau tindak kejahatan. Saya juga membeli sejumlah celana pendek dan kaus mengingat waktu kunjungan adalah musim panas di Eropa. Saya juga membekali diri dengan obat-obatan, terutama untuk diare, luka dan juga kelelahan di kaki dan betis yang pasti akan terjadi karena kunjungan ke berbagai obyek wisata di kota-kota yang akan saya kunjungi. Pakaian, termasuk topi dan syal yang akan dibawah pun dipilih yang benar-benar diperlukan sehingga tidak telalu memberatkan dan bisa dibawah dalam 1 koper saja untuk memudahkan perpindahan berbagai alat transportasi.Penyiapan fisik juga saya lakukan dengan terus mengintensifkan olahraga di gym yang telah biasa saya lakukan. Selain angkat beban untuk melatih fisik, saya juga semakin giat mengikuti kelas berbagai jenis yoga dan pilates untuk melatih kelenturan dan ketahanan tubuh. Makanan dan minuman juga saya perhatikan dan seleksi untuk mencegah sakit, terutama sakit perut karena perut saya sensitif terhadap makanan pedas dan asam. Fisik dan mental saya siapkan dengan matang, selain barang bawaaan dan juga obat-obat telah siap 2 minggu sebelum tanggal keberangkatan.
Jam 8 malam tanggal 22 Agustus 2013, menggunakan taxi blue bird saya bertolak dari rumah di Matraman ke Bandara Soekarno Hatta, terminal 2E untuk keberangkatan Internasional. Saya tiba sekitar jam 9malam, dimana antrian di berbagai konter telah mengular. Saya lalu mengikuti antrian di salah satu konter online check in, karena menggunakan fasilitas check in online yang disediakan oleh Emirates, saya telah melakukan check in sebelumnya melalui internet. Saya hanya perlu melapor lagi dan menyerahkan koper untuk disimpan di bagasi pesawat. Ternyata calon penumpang yang melakukan online check ini juga lumayan banyak, sehingga saya harus sabar mengantri. Sambil antri dan menepis kebosanan dalam antrian yang panjang dan padat, saya bermain-main dengan iphone yang tidak pernah lepas dari tangan sambil sesekali mengamati berbagai tingkah pola para pengantri dari berbagai suku bangsa dan bahasa dengan berbagai gaya masing-masing. Akhirnya giliran saya tiba di depan petugas konter, saya menyerahkan bukti online check in dan passport saya untuk diproses lebih lanjut. Akhir dari proses adalah ketika saya menerima boarding pass dengan nomor kursi 47E, berangkat jam 00.40 tanggal 21 Agustus, alias subuh hari. Setelah itu saya berjalan dan mengantri ke bagian pemeriksaan passport dan visa yang tidak terlalu panjang antriannya. Sekitar 5 menit kemudian, passport daya telah mendapatkan cap petugas sebagai tanda persetujuan yang membuat saya bisa melewati batas pemeriksaan dan masuk ke area menuju ruang tunggu. Karena waktu masih menunjukan jam 11 malam, maka saya mampir dulu di starbuck cafe menyeruput segelas coklat panas dan sepotong kue coklat hangat. 45 menit kemudian saya beranjak ke ruang tunggu, namun ternyata pesawat yang akan saya tumpangi tidak dapat berangkat sesuai jadwal, yakni 00.40 pagi waktu Jakarta dengan perkiraan waktu tiba di Dubai pada jam 05.30 pagi waktu Dubai untuk transit dan melanjutkan dengan penerbangan 07.45 pagi dari Dubai dengan perkiraan waktu tiba di London pada jam 12.15 siang.
Masalah dimulai, ketika pesawat yang saya gunakan dari Jakarta ke Dubai tidak dapat berangkat sesuai jam keberangkatan yang tertera di boarding pass. Selain bosan dan gelisah menunggu dalam ketidak-pastian, saya mulai memikirkan dampak lanjutan keterlambatan tersebut ke penerbangan lanjutan saya dari Dubai ke London. Akhirnya ketidakpastian penantian tersebut, berakhir dengan pemanggilan bagi para penumpang untuk boarding pada jam 1.45 subuh dengan perkiraan pesawat akan berangkat dari Jakarta ke Dubai pada jam 2.30 pagi. Secara otomatis keterlambatan penerbangan dari Jakarta mempengaruhi penerbangan lanjutan saya dari Dubai ke London yang direncanakan berangkat 07.45 pagi tanggal 21 Agustus dari Dubai Airport yang akan tiba di Heatrow Airport pada jam 12.15 siang tanggal yang sama. Saat pesawat Emirates dengan nomor penerbangan 359 yang saya tumpangi tiba di airport Dubai pada pagi hari tanggal 21 Agustus 2013, pesawat yang akan saya tumpangi ke London telah berangkat.
Transit di Ariport Dubai cukup memakan waktu, karena harus berpindah dari terminal kedatangan ke terminal keberangkatan. Setelah keluar dari pesawat, saya menaiki bus yang telah disediakan Emirates untuk mengantar para penumpang ke terminal kedatangan. Tiba di terminal kedatangan, saya mencari konter Emirates untuk melapor dan mendapatkan pergantian pesawat, sekalian dengan boarding pass Dubai London, karena boarding pass yang telah saya peroleh di Jakarta secara otomatis tidak berlaku. Setiba di konter, saya harus antri namun beruntunglah antrian yang saya ambil tidak terlalu panjang. Setelah tiba di depan konter, saya lalu menyerahkan boarding pass dan menjelaskan bahwa saya harusnya berangkat menggunakan pesawat yang nomornya tertera di boarding pass tersebut. Petugas konter menginformasikan kepada saya, bahwa pesawat tersebut telah berangkat sesuai waktu yang tertera di boarding pass, karena itu saya akan diberangkatan dengan pesawat berikut pada jam 09.30pagi. Saya bertanya apakah tidak ada pesawat yang waktunya lebih dekat, sehingga saya bisa segera berangkat karena mempertimbangkan jadwal yang telah saya susun untuk kunjungan ke beberapa tempat saat tiba di London pada siang hari tanggal 21 Agustus 2013. Petugas menjawab bahwa pesawat yang akan saya tumpangi berikut adalah pesawat yang paling pagi akan ke London. Dia menambahkan bahwa saya cukup beruntung langsung mendapatkan penerbangan berikut, dibanding penumpang lain yang harus menunggu hari berikut. Saya lalu mengucapkan terima kasih kepadanya lalu meminta petugas tersebut untuk memproses lebih lanjut pergantian pesawat yang akan saya tumpangi. Akhirnya saya mendapatkan boarding pass pengganti denan kursi nomor 60E. Saya bersyukur bisa langsung berangkat pada hari dan tanggal yang sama. Tidak terbayangkan jikalau harus tertunda ke hari berikutnya, maka jabwal kunjungan yang telah saya susun dengan teliti pasti akan kacau balau.
Setelah mendapatkan boarding pass untuk penerbangan berikut menggunakan pesawat Emirates nomor EK 029, saya lalu mencari jalan menuju terminal keberangkatan. Saya masih sempat mengamati gedung tempat saya berdiri untuk mencari arah menuju terminal keberangkatan ke London. Saya lalu memilih satu lorong dan berjalan menyusuri lorong tersebut, karena tidak pasti apakah jalan yang saya pilih tersebut benar atau tidak menuju ke terminal keberangkatan, saya akhirnya memutuskan bertanya pada 2 petugas kebersihan yang sepertinya sedang beristrahat menjalankan tugasnya. Mereka menunjuk ke depan dan mengatakan kepada saya agar berjalan terus mengikut lorong tersebut. Setelah berjalan beberapa lama, saya melihat seorang staf darat perempuan Emirates (dari seragam yang digunakan, termasuk dasi dan lambang di dada kiri atas) berjalan berlawanan arah alias menuju ke arah saya. Saat berpapasan, saya memutuskan menyapa dan menanyakan arah sambil menunjukan boarding pass yang saya pegang. Staf perempuan tersebut dengan ramah memberikan informasi sekaligus membuka pagar pembatas dari tali dan mempersilahkan saya melewati jalan tersebut menuju area pemeriksaan penumpang yang datang dan pergi.
Di area tersebut berjejer mesin-mesin XRay dengan para petugas berpakaian jas yang sedang berjaga di depan komputer dan samping pintu XRay yang harus dilalui oleh setiao orang. Selain itu ada juga petugas dengan seragam berbeda dalam potongan baju dan celana biasa menjaga di depan mesin berjalan untuk mengatur berbagi nampan tempat para penumpang meletakan berbagai benda logam, termasuk jaket dan sepatu. Tentunya, saya juga harus melewati para petugas dan gerbang XRay tersebut. Untuk itu semua barang logam seperti cincin, kalung, sabuk (ikat pinggang), uang logam dan lain-lain sejenisnya, serta sepatu, kaos kaki dan jaket harus dilepas, diletakan dalam suatu nampan plastik yang telah disediakan lalu diletakan pada mesin berjalan yang akan melewatkannya ke mesin XRay. Setelah semuanya beres, saya masih memerlukan waktu untuk memakai kembali sabuk, cincin, kaos kaki dan sepatu. Setelah itu saya berjalan ke arah lift yang dijaga oleh beberapa petugas yang mengatur orang-orang untuk keluar masuk lift-lift tersebut. Melalui lift-lift tsb saya dan para penumpang lain yang transit menuju ke area kereta bandara yang akan akan kami tumpangi dari terminal kedatangan menuju terminal keberangkatan. Tidak lama menunggu, kereta, pintu-pintu terbuka secara otomatis, para penumpang naik dan pintu-pintu tertutup otomatis lalu kereta pun berjalan menuju terminal keberangkatan. Semua orang sibuk dengan urusan masing-masing tentunya. Tiba di terminal keberangkatan, para penumpang berhamburan keluar dan mencari jalan masing-masing di dalam terminal yang terang benderang dan gemerlap dengan berbagai kesibukan. Toko-toko serbaada, toko pakian, parfum, jam tangan hingga perhiasan emas seeprtinya buka 24 jam. Saya bergegas menuju papan informasi elektronik besar yang terpampang di suatu area di tengah-tengah terminal keberangkatan untuk mencari ruang tunggu pesawat. Setelah mendapatnya nomor ruang tunggu, saya tidak langsung menuju ruang tunggu tersebut. Saya menyempatkan diri mencari toilet untuk bersih-bersih, termasuk sikat gigi - yang dilakukan oleh banyak penumpang. Kertas pembersih dan air tersedia dalam bilik-bilik toilet untuk digunakan bersih-bersih selesai buang air besar. Airnya agak panas, karena itu harus hati-hati jika tidak akan terkejut saat menggunakannya pertama kali. Tersedia juga cairan pewangi yang digunakan bersama kertas toliet bagi para penumpang yang terbiasa bersih-bersih menggunakan kertas toilet saja sebagaimana di negara-negara Eropa. Selesai bersih-bersih, saya lalu berkeliling di terminal untuk window shopping sambil mengisi waktu tunggu. Saya juga mampir di salah satu kafe untuk sarapan. Toko-toko dan kafe-kafe menerima pembayaran tunai dan kartu. Pembayaran tunai dapat menggunakan dollar atau euro atau dirham. Jika pembayaran menggunakan dollar atau euro, maka pengembaliannya akan menggunakan dirham. Karena itu paling aman adalah melakukan pembayaran menggunakan kartu.
30 menit sebelum jam keberangkatan yang tertera ti boarding pass tiba, saya berjalan ke pintu yang nomornya tertera di boarding pass. Di depan pintu telah antri beberapa orang dari berbagai bangsa. Saya ikut mengantri, tidak lama kemudian petugas melepaskan tali penghalang dan satu per satu calon penumpang berjalan menuju 2 petugas yang berjaga memeriksa boarding pass dan passport. Setelah selesai diperiksa dan discan ke mesin, saya selanjutnya berjalan menuju ruang tunggu yang secara bertahap mulai dipenuhi para calon penumpang. sekitar 15 menit kemudian, petugas melalui pengeras suara mempersilahkan penumpang klas bisnis untuk masuk terlebih dahulu diikut oleh penumpang zona tertentu sebagaimana tertulis di boarding pass. Akhirnya zona saya dipanggil, namun saya harus melewati kerumunan penumpang yang berdiri di depan pintu menunggu zona-nya dipanggil. Ada satu dua penumpang yang zona-nya belum dipanggil mencoba masuk, namun petugas yang ketat memeriksa boarding pass meminta mereka menunggu panggilan. Setelah berdesak-desakan sebentar, akhirnya saya berhasil juga melewati pintu dan berjalan dalam lorong berkarpet biru lembut menuju ke pesawat. Di depan pintu pesawat, saya di sambut 1 pramugara dan 1 pramugari yang berdiri di kiri dan kanan pintu, menanyakan nomor kursi dan mempersilahkan saya mengambil lorong kiri menuju ke kursi saya. Setelah semuanya beres, pesawat lalu berangkat menuju London pada jam 10.30 pagi waktu Dubai alias terlambat lagi 40 menit dari waktu yang tertera di boarding pass, yakni jam 09.40 pagi. Ternyata Emirates pun masih delay. Dengan pengalaman ini, saya akan mempersiapkan diri lebih baik untuk perjalanan-perjalanan selanjutnya incase terjadi delays yang berdampak pada reservasi hotel dan lainnya.
Bersambung ke Tulisan Keenam.
Aku, Sang Penjelajah#Langit itu ayahku#Bumi itu ibuku#Gunung-gunung itu kakaku#Lautan samudera itu adikku#Sungai ngarai itu sodaraku#Padang-padang itu sodariku#Hutan rimba belukar itu temanku#Tebing-tebing itu sobatku#Bintang-gemintang itu kekasihku#Mentari pagi itu pujaanku#Surya senja itu cintaku##Aku, Sang Penjelajah#Perjalanan itu ibadah#Berkelana itu doa#Mengasoh itu kidung##Aku, Sang Penjelajah#Tak terikat waktu#Tak terkurung ruang#Tak terpaku tempat##Aku, Sang Penjelajah#Akan ku daki..
Sabtu, 07 Desember 2013
Jumat, 22 November 2013
JALAN-JALAN KE EROPA BARAT: Seni Mengurus Reservasi Tiket, Hotel dan Visa
Tulisan Keempat
Untuk reservasi tiket pesawat dan kereta serta hotel di Eropa, saya mengandalkan internet. Pada saat selesai jam kerja, saya menyempatkan diri memantau pergerakan harga tiket dan harga kamar berbagai hotel melalui situs-situs pelancongan seperti yang telah saya sebutkan di Tulisan Kedua. Dari pengamatan tersebut, saya mendapatkan kenyataan bahwa harga tiket dan juga kamar hotel selalu berubah-ubah. Harga pada hari-hari kerja berbeda dengan harga pada akhir minggu - yang biasanya dimulai pada Hari Jumat sore. Harga-harga yang saya sebutkan pada Tulisan Ketiga merupakan harga termurah pada saat itu - yang saya dapatkan pada hari kerja, yakni biasanya Rabu atau Kamis malam.
Tiket "murah" Valueing Air untuk penerbangan Amsterdam - Barcelona pada pagi hari tanggal 3 September 2013, saya peroleh setelah mengamati pergerakan harga di internet selamat 2 minggu. Saya mencari harga tiket melalui beberapa website, namun yang sering saya gunakan adalah www.kayak.com dan www.bookpanorama.com. Harga tiket kelas yang sama untuk maskapai yang sama memiliki perbedaan antara penyedia layanan online berbeda. Ada penyedia layanan online yang langsung melakukan claim pembayaran jasa melalui debit kartu kredit yang digunakan untuk bertransaksi pada saat transaksi pemesanan dilakukan. Model ini saya temukan pada saat saya melakukan pemesanan hostel di Amsterdam melalui www.HostelBookers.com. Penyedia jasa online ini langsung melakukan debit 10% dari harga kamar pada saat pemesanan dilakukan. Penyedia jasa lain memiliki cara berbeda, yakni mengikutsertakan fee jasa penjualan mereka ke harga tiket atau kamar sehingga harga yang dibeli melalui penyedia jasa online tersebut agak lebih mahal dibandingkan membeli langsung ke pihak maskapai atau hotel. Ada juga penyedia jasa layanan online yang mempromosikan tidak adanya fee yang dibayarkan pemesan ke pihaknya. Alias harga yang terpapar di website penyedia jasa tersebut adalah harga nyata pihak hotel.
Karena kondisi jual beli seperti itu, maka saya selalu mengusahakan semaksimal mungkin memesan langsung ke website maskapai atau ke hotel, jika bisa langsung mengakses website maskapai ataupun hotel. Saat saya memesan tiket Valueing Air, saya mencari perbandingan harga antar berbagai maskapai penerbangan di Eropa melalui website kayak.com. Setelah mendapatkan informasi harga termurah dengan waktu tercepat, saya lalu masuk ke website maskapai bersangkutan dan memesan tiketnya melalui website tersebut. Sebelum memesan tiket, saya melakukan pengamatan pergerakan harga tiket setiap hari untuk mendapatkan pola kisaran harga tertinggi dan terendah yang terjadi pada hari-hari tertentu. Harga tiket dipengaruhi oleh jam dan tanggal keberangkatan, lokasi tempat duduk yang dipilih dan berat bagasi yang dibawah. Untuk itu, pada saat pemesanan tiket, calon penumpang juga harus memilih kursi masing-masing yang telah diberi informasi harganya. Website vueling air menyediakan 3 pilihan harga, yakni dasar / basic, optima atau disebut juga best choice, dan excellence. Saya memilih pilihan tengah yakni best choice dimana harganya berada di antara basic dan excellence. Harga yang dipilih, masih akan ditambahkan dengan biaya manajemen sebesar 5 Euro untuk setiap tiket dan biaya tambahan sebesar 1,99 Euro jika pembayaran dilakukan menggunakan kartu kredit. Contoh saat saya memesan tiket perjalanan Amsterdam - Barcelona pada tanggal 3 September 2013, jam 7 pagi, harga tiket best choice adalah 99 Euro, ditambah biaya manajemen 5 Euro, ditambah biaya pembayaran menggunakan kartu kredit sebesar 1,99 Euro, maka total sebelum biaya tambahan untuk kursi dan bagasi adalah 105,99 Euro.
Sebelum memilih kursi, pemesan harus mengisi detail data penumpang berupa nama, email, nomor telpon, negara dan kota asal penumpang. Setelah itu, klik lanjutkan lalu akan muncul lembar isian customize your flights yang berisi informasi berat dan ukuran bagasi, biaya tambahan yang harus dibayar, asuransi dan juga kursi yang akan dipesan dengan melalui denah yang disediakan lengkap dengan informasi harga kursi atau biaya tambahan yang akan ditambahkan ke tiket. Karena saya memperkirakan bahwa berat dan ukuran bagasi yang saya bawah masih masuk dalam kategori bebas biaya tambahan, maka saya hanya melanjutkan ke pemilihan kursi, dimana saya memilih dekat gang agak ke depan, yakni nomor 6B seharga 6 Euro.Dengan demikian total harga tiket adalah 105,99 + 6 Euro (harga kursi) = 111,99 Euro.
Setiap naik pesawat saya selalu memilih duduk dekat gang dengan pertimbangan memudahkan ke toilet dan juga berdiri dan jalan-jalan dalam penerbangan jarak jauh. Setelah semua proses tersebut selesai, harga keseluruhannya muncul di lembar terakhir yakni payment details. Pada lembaran ini, saya mengisi data-data kartu kredit saya, lalu mengkonfirmasi pembelian tiket yang saya pesan. Secara otomatis, sistem mengirim boarding pass ke alamat email yang telah dicantumkan di lembaran ketiga. Boarding pas tersebut berisi semua informasi yang diperlukan, yakni nama lengkap saya, nomor pesawat, tanggal dan jam keberangkatan, airport keberangkatan dan airport tujuan serta nomor kursi.
Penjualan tiket kereta raileurope juga menggunakan pola yang sama. Pada jam dan tanggal tertentu, harga tiket lebih murah atau lebih mahal dari jam dan hari tertentu lainnya. Secara tidak sengaja, pola tersebut saya temukan pada pemesanan tiket raileurope pertama kali pada malam hari Jumat. Karena saya mencoba melakukan pemesanan pada tengah malam menggunakan ipad di tempat tidur, saya ketiduran sampai pagi. Pdahal pada saat itu, saya telah mendapatkan informasi pilihan harga yang tersedia untuk waktu dan tanggal yang saya pilih dalam perjalanan Barcelona ke Madrid. Karena ketiduran, maka pemesanan tiket tidak saya selesaikan sampai dengan pengisian lembar informasi pemesan dan pembayaran. Saat saya mengulangi pemesanan pada esok harinya, harga semalam telah berubah jauh lebih mahal. Setelah menemukan pola harga yang berubah sesuai hari dan jam pemesanan, saya lalu memutuskan mengamati dulu pergerakan harga dari hari ke hari, sampai menemukan pola pergerakan harga antara harga terendah / termurah dan harga tertinggi / termahal. Setelah mendapatkan polanya, saya lalu memesan tiket RENFE harga termurah sekali jalan dari Barcelona ke Madrid dan tiket PP Madrid Cordoba. Kereta cepat antar kota di Spanyol disebut RENFE. Sedangkan kereta dalam kota, misalnya di Madrid dan Barcelona disebut METRO, sama dengan istilah bagi kereta dalam kota di Paris dan Roma. Raileurope menyediakan slot khusus bagi pemesan dari negara-negara Asean. Karena itu, pada saat melakukan pemesanan, sistem secara otomatis mengarahkan pemesan dari negara-negara Asean ke slot tersebut. Kemungkinannya sistem juga telah memiliki sistem deteksi koneksi internet pemesan, sehingga sistem langsung bisa mengidentifikasi pemesan dari negara-negara Asean yang diarahkan ke slot tiket bagi negara-negara Asean.
Hal lain yang perlu dicatat adalah bahwa penjualan tiket kereta baru dibuka 30 hari dari tanggal pengunaan tiket. Pada waktu awal mencoba, ternyata penjualan tiket belum dilakukan bagi calon pembeli atau pemesan dari negara-negara Asean, karena saya melakukannya terlalu awal alias tidak dalam periode 30 hari tersebut. Secara otomatis, sistem online penjualan meminta alamat email saya agar dapat diinformasikan waktu dimulainya penjualan tiket sehingga saya bisa melakukan pemesanan atau pembelian. Kantor penjualan raileurope yang berpusat di Singapura juga sangat responsif. Pada waktu melakukan pemesanan online untuk perjalanan PP Madrid - Cordoba, sistem tiba-tiba tidak merespon pengiriman tiket secara otomatis sebagaimana saat saya melakukan pembelian tiket Barcelona ke Madrid. Debit atas kartu kredit saya sebesar harga tiket telah dilakukan karena pada saat transaksi terjadi, saya langsung mendapatkan sms dari penyedia kartu kredit bahwa saya telah melakukan transaksi pembelian tiket kereta raileurope sesuai harga yang saya beli. Saya lalu menulis email melalui sistem yang telah disediakan di website raileurope. Dalam waktu 24jam, saya menerima jawaban bahwa dana yang telah didebet akan diproses pemulangannya dalam periode waktu 1 minggu. Untuk itu, tiket yang telah dipesan dibatalkan. Pembeli diminta melakukan pemesanan ulang. Saya melakukannya lagi sebagaimana diminta dan kenyataannya saat tagihan kartu kredit saya terima sebulan kemudian, transaksi yang dibukukan hanya 2 transaksi, yakni pembelian tiket kereta cepat Barcelona - Madrid dan Madrid - Cordoba PP.
Pola yang sama juga terjadi pada jual beli kamar hotel secara online. Pemesanan jauh-jauh hari sebelum tanggal nginap akan mendapatkan kamar dengan harga "murah". Hal yang saya tidak lakukan karena keragu-raguan saya tentang apakah akan menginap dekat Airport Schiphol Amsterdam atau menginap di salah satu hotel di tengah Kota Amsterdam. Di dekat Airport Schiphol tersedia banyak pilihan hotel dari hotel bintang lima seperti Sheraton dan Novotel sampai dengan hotel bintang tiga, antara lain Ibis dan Mercure atau yang sangat dekat dan bisa diakses dengan berjalan kaki adalah hotel Citizen Amsterdam. Di dalam airport juga tersedia hotel transit untuk istrahat dalam periode waktu maksimal 24 jam, yakni hotel Yotel Schiphol Amsterdam. Karena belum memilih dan melakukan booking jauh-jauh hari, maka saat saya akan melakukan pemesanan satu bulan sebelum tanggal nginap di Hotel Ibis atau Yotel atau Citizen, semua hotel tersebut telah penuh, sehingga pemesanan online ditutup. Hotel di tengah kota, terutama sekitar stasiun Centraal Amsterdam juga penuh, terutama Hotel Ibis dan Multatuli. Karena tidak punya pilihan, saya kemudian memesan satu hostel dekat Centraal Stasiun Amsterdam dengan harga yang menurut saya sangat mahal. Jika saya bandingkan dengan harga di hotel Ibis (Budget) sebesar 54 Euro, maka tentunya harga Hostel Dam sangat mahal karena harga 1 kamar twin share untuk 1 malam adalah 154 Euro. Dengan demikian berbagai berita bahwa biasanya harga kamar hostel lebih murah dari hotel belum tentu benar. Pengalaman saya merupakan pelajaran berharga agar melakukan pemesanan jauh-jauh hari sebelum tanggal penginapan dan juga harus rajin melakukan riset harga untuk membandingkan kelas, jarak dan harga kamar antar hotel, antar hostel / wisma dan antar hotel dengan hostel.
Sambil mempersiapkan kelengkapan dokumen. Saya juga mengisi aplikasi visa secara online ke Kedutaan Inggris. Pengurusan visa di kedua kedutaan, yakni Inggris dan Italia dilakukan oleh pihak ketiga sebagai penyedia jasa. Saat saya mengajukan aplikasi visa ke Keduataan Italia untuk perjalanan di tahun 2011, pengurusan visa masih ditangani langsung di kedutaan di Jalan Diponegoro. Pada saat itu, kita bisa melihat adanya antrian orang di depan kedutaan dan Jalan Diponegoro. Saat ini, antrian tersebut tidak pernah terlihat lagi, karena pengurusan visa ke Kedutaan Italia dan beberapa negara Uni Eropa, Australia dan juga Inggris telah dialihkan ke pihak ketiga, yakni VFS. Dari pencarian online saya menemukan website penyedia jasa tersebut, termasuk informasi syarat-syarat yang harus dipenuhi, kelengkapan dokumen dan biaya yang harus dibayarkan, yakni di www.vfs-uk-id.com. Dalam website tersebut tersedia beberapa menu pilihan sesuai kebutuhan pelamar. Salah satu informasi dan dokumen penting yang harus diisi dan disiapkan adalah passport sebelumnya, jika pernah memiliki passport lain dari passport yang sekarang sedang berlaku. Setelah mengisi semua informasi yang diminta pada formulir online yang kemudian harus diprint untuk dibawa dan diserahkan pada jam dan tanggal yang telah dipilih. Untuk itu, di website tersebut juga tersedia menu book an appointment yang harus dipilih untuk masuk ke pemilihan jam dan tanggal penyerahan dokumen aplikasi visa. Pada saat memilih menu tersebut, maka saya dibawa ke suatu formulir online yang harus diisi dengan nama lengkap, nomor passport, jumlah pelamar, lalu klik selanjutnya untuk masuk ke suatu format kalender yang menyajikan waktu dan tanggal dalam warna hijau untuk dapat dipilih sesuai kebutuhan. Jika tidak ada tanggal berwarna hijau, itu artinya semua tanggal yang disediakan dalam periode tertentu untuk pengajuan aplikasi visa telah penuh. Kita harus menunggu sekitar 1 minggu lagi untuk mendapatkan tanggal berwarna hijau sebagai tanda bahwa pengajuan aplikasi visa telah dibuka lagi.
Karena ketidak-tahuan di awal-awal usaha mendapatkan jam dan tanggal penyerahan aplikasi, maka saya sempat berpikir bahwa sistem komputer saya bermasalah. Namun setelah saya mencoba beberapa kali di hari berbeda, namun tidak menemukan perubahan, maka saya mencoba menelpon ke VFS melalui nomor telpon yang tertera di website tersebut. Dari telpon tersebut, saya mendapatkan penjelasan bahwa jika di kalender online tidak tersedia tanggal dalam kolom berwarna hijau, maka saya harus menunggu dan mencoba lagi di minggu berikutnya. Pada saat itu, pihak VFS juga menginformasikan tentang tanggal kalender online akan dibuka lagi untuk pelamar berikut - yang tentunya memudahkan saya untuk mengakses website tersebut di tanggal yang telah disebutkan. Setelah berhasil mendapatkan jam dan tanggal penyerahan dokumen aplikasi visa, saya sekali lagi memeriksa semua dokumen yang akan saya serahkan untuk memastikan bahwa semuanya telah tersedia. Dalam website juga telah diingatkan bahwa informasi yang akurat dan kelengkapan dokumen akan sangat membantu meyakinkan pihak kedutaan untuk menyetujui permintaan visa.
Singkat cerita, saya mendapatkan waktu penyerahan dokumen pada jam 10.30 pagi tanggal 3 Juni 2013. Sebelum jam 10 pagi, saya telah membawa formulir aplikasi visa yang telah saya isi dan tandatangani bersama semua dokumen pendukung lainnya ke kantor penyedia jasa pengurusan visa tersebut ke PT VFS Service Indonesia yang beralamat di Lantai 22, Zona B, Plaza Asia. Jalan Jendral Sudirman, Jakarta. Untuk sampai ke lantai 22, saya harus meninggalkan KTP di lantai dasar lalu diberi kartu pengunjung. Tiba di lantai 22, saya menginformasikan ke ke security tentang jam penyerahan dokumen yang telah saya book. Security meminta saya menunjukan passport dan bukti bookingan online yang telah saya print. Ransel saya diambil dan disimpan di loker yang tersedia di ruang security. Saya diminta mematikan semua alat komunikasi lalu dipersilahkan masuk ke ruang penyerahan dokumen.Di dalam ruangan tersebut tersedia banyak kursi tempat para pelamar menunggu panggilan. Di depan kursi-kursi pelamar visa, tersedia suatu meja panjang dengan kursi-kursi dalam kubikal yang diduduki para staf perempuan dan laki-laki berpakaian rapi yang menerima dan memeriksa semua dokumen. Selain pelamar yang datang sendiri mengurus pengajuan aplikasi visa, banyak juga karyawan agen perjalanan yang lalu lalang dengan tumpukan dokumen. Saya mulai kesal saat jam telah menunjukan 10.30 sebagaimana diperjanjian online yang telah saya print, namun nama saya belum juga dipanggil. Saya lalu bertanya ke security yang menjaga pintu ruang pengambilan foto dan sidik jari. Security meminta saya menunggu saja sampai dipanggil. Namun saya perhatikan sepertinya para karyawan agen perjalanan mendominasi semua tempat pengujuan aplikasi dan mereka sangat akrab dengan semua staf pengurus aplikasi visa. Karena jam telah menujukan jam 11 alias telah lewat dari jam yang ditentukan, saya lalu langsung maju ke salah satu konter yang kosong untuk menanyakan kapan saya akan dipanggil. Petugas meminta bukti booking online yang saya bawa sehingg saya lalu langsung dipersilahkan duduk. Petugas lalu meminta semua dokumen yang saya bawa, mencatat lalu memasukan ke dalam amplop khusus.
Sambil memeriksa dokumen-dokumen tersebut, secara sambil lalu, petugas menanyakan beberapa hal antara lain saya kerja dimana, tujuan perjalanan, berapa lama, siapa yang membiayai dan seterusnya. Meski kesannya sambil lalu, namun saya tahu bahwa petugas tersebut sedang melakukan tugasnya mewawancarai saya. Saya usahakan menjawab semuanya dengan benar dan tepat sebagaimana yang saya tuliskan di dokumen-dokumen yang sedang diperiksa. Biaya pengurusan visa dibagi ke dalam beberapa kategori, yakni kunjungan, bisnis, sekolah dan lain lain. Untuk kunjungan atau visit, waktu berlakunya visa akan menentukan biaya yang dibayarkan. Untuk itu, biaya paling murah adalah visa yang berlaku untuk 6 bulan. Pada saat saya menulis catatan ini, biaya visa untuk 6 bulan adalah sebesar 1.520.000 (satu juta lima ratus dua puluh ribu) rupiah. Saat saya mengurus visa pada bulan Juni 2013, biaya visa yang berlaku selama 6 bulan adalah 1.220.000 (satu juta dua ratus dua puluh ribu) rupiah. Petugas juga menanyakan apakah saya ingin menerima informasi dalam bentuk SMS dan email tentang status aplikasi visa saya, jika saya ingin menerima informasi tersebut secara otomatis, maka saya diminta membayar biaya sebesar 25.000 (dua puluh lima ribu) rupiah. Saya setuju saja, karena saya tidak mau repot sendiri memeriksa website secara reguler untuk mendapatkan informasi status aplikasi saya. Ternyata hal tersebut sangat membantu karena saya selalu menerima informasi melalui email maupun SMS tentang status aplikasi saya, misalnya telah dikirim ke Bangkok, telah diterima / tiba di Bangkok, telah dikirim kembali ke kantor Jakarta dan visa telah bisa diambil. Petugas juga menginfomasikan bahwa aplikasi saya bersama lainya akan dikirim ke Bangkok untuk diperiksa dan disetujui atau ditolak. Waktu yang dibutuhkan untuk urusan tersebut sekitar 10 sampai dengan 15 hari.Setelah semua selesai, petugas memberikan tanda terima sambil mengingatkan agar saya membawa tanda terima tersebut sebagai bukti untuk pengambilan kembali passport saya.
Selesai dengan urusan dokumen dan pembayaran, saya diminta menunggu untuk pengambilan foto dan sidik jari alias pengambilan data biometrik sebutannya. Saya hanya menunggu sekitar 5 menit untuk urusan foto dan sidik jari tersebut. Pengambilan foto dan sidik jari tersebut dilakukan oleh petugas yang juga ramah. Semuanya selesai dalam waktu sekitar 3 menit saja. Setelah itu, petugas mengatakan kepada saya bahwa semua telah selesai, saya boleh pulang dan menunggu panggilan pengambilan visa. Ternyata aplikasi visa saya selesai dalam waktu 10 hari. Saya menerima SMS yang menginformasikan hal tersebut sekaligus meminta saya mengambil kembali passport saya di kantor VFS.
Berbeda dengan formulis aplikasi visa ke Kedutaan Inggris. Formulir aplikasi visa ke Kedutaan Italia tersedia secara online, namun pengisiannya harus dilakukan secara manual alias tulis tangan. Karena itu, formulir aplikasi tersebut harus diunduh (download) dari website VFS Visa Italia, yakni www.vfsglobal.com/italy/indonesia. Saat masuk ke website tersebut, tersedia berbagai pilihan menu yang dapat dibuka untuk dibaca dan dipelajari isinya karena tersedia berbagai informasi yang sangat berguna bagi pengurusan visa. Untuk membuat perjanjian waktu penyerahan aplikasi dan dokumen mendukungnya, kita hanya perlu masuk ke menu: membuat perjanjian lalu mengisi beberapa informasi yang diminta sampai dengan lembaran kalender. Tanggal dalam kolom berwarna hijau artinya tanggal tersebut belum penuh sehingga bisa dibook untuk penyerahan dokumen.
Pengurusan visa ke Kedutaan Italia memerlukan kesabaran sendiri, terutama urusan booking jam dan tanggal penyerahan dokumen. Sistem pembookingan dibuat secara random, sehingga calon pelamar harus terus menerus memantau web VFS pengurusan visa Italia untuk mendapatkan waktu dan tanggal. Masalah yang hampir sama saya harus hadapi saat pertama kali mencoba. Saya lalu menelpon nomor telpon kantor VFS yang menangani urusan visa Italia. Dari telpon tersebut, saya diinformasikan bahwa jam dan tanggal penyerahan dokumen dibuat random oleh sistem untuk mencegah adanya monopoli dari agen atau calo. Karena itu, saya diminta harus rajin memonitor website pengurusan visa Italia. Dengan memonitor intensif website tersebut, saya bisa mengetahui kapan jam dan tanggal penyerahan dokumen dibuka yang diindikasikan oleh adanya warna hijau di kalender online sehingga saya bisa membook waktu yang saya inginkan. Awalnya kesal juga karena random tersebut membuat saya tidak dapat mengetahui secara pasti kapan kalender online bisa saya akses. Namun karena saya yang membutuhkan maka saya dengan sabar memonitor website, terutama di bagian kalender online. Kesabaran saya terbayar karena pada akhirnya saya melihat warna hijau di salah satu tanggal pada kalender online yang saya akses. Saya lalu cepat-cepat membook jam 8 pagi tanggal 4 Juli sebagai waktu penyerahan dokumen dengan pertimbangan kesibukan saya di kantor, terutama jadwal kunjungan ke lokasi proyek yang menjadi tanggungjawab saya di Palangkaraya, Kalimantan Tengah serta juga waktu penyelesaian visa di Kedutaan Inggris yang saya perkirakan membutuhkan waktu sekitar 15 hari. Membook tanggal 4 Juli 2013 memberikan saya waktu 1 bulan dari pengajuan aplikasi visa ke Kedutaan Inggris yang saya lakukan pada tanggal 3 Juni.
Ternyata sebelum jam dan tanggal penyerahan dokumen tersebut tiba, pada tanggal 26 Juni, saya menerima email dari VFS urusan visa Italia yang meminta saya membawa dokumen2 aplikasi visa agar diperiksa terlebih dahulu sebelum hari penyerahannya pada tanggal 4 Juli 2013. Karena saya sedang berada di Palangkaraya pada saat itu, saya membalas email tersebut dan meminta waktu 1 minggu. Pihak VFS setuju dengan permintaan tersebut. Saya lalu mendatangi kantor VFS urusan visa Italia di lantai dan gedung yang sama dengan kantor VFS urusan visa Inggris. Kedua kantor tersebut bersebelahan dan bertetangga dengan VFS urusan visa Australia dan beberapa negara Eropa lainnya. Kepada security yang membukakan pintu, saya memberitahukan panggilan tersebut. Saya lalu diberi nomor antrian, diminta mematikan alat komunikasi dan dipersilahkan masuk menunggu nomor saya dipanggil. Setelah sekitar 5 menit kemudian, nomor antrian saya dipanggil. Petugas meminta semua dokumen saya, lalu diperiksa satu demi satu. Dari pemeriksaan tersebut, petugas menyatakan bahwa dokumen-dokumen saya telah lengkap sesuai persyaratan untuk diserahkan pada jam dan tanggal yang ditentukan.
Pagi-pagi tanggal 4 Juli saya telah menuju kantor VFS di Geduang Asia, Jalan Sudirman untuk penyerahan dokumen. Sekali lagi saya mengikuti prosedur yang sama di lantai dasar sebagaimana saat saya datang dan menyerahkan dokumen ke VFS urusan Visa ke Inggris. Agak berbeda dengan pengurusan visa ke Inggris, untuk visa ke Italia, pelamar akan diberi nomor antrian oleh security lalu dipersilahkan masuk dan menunggu di bangku-bangku yang tersedia. Walau saya telah datang pagi, ternyata saat saya tiba, telah ada 3 orang yang antri di depan pintu. Saya lalu ikut mengantri sambil mengajak ngobrol orang-orang yang antri terlebih dahulu. Setelah lewat jam 8 pagi, security belum membuka pintu untuk para pengantri yang mulai gelisah karena antrian semakin panjang. 5 menit kemudian, security mempersilahkan para pengantri menunggu di ruangan lain karena listrik padam sehingga komputer tidak bisa dihidupkan dan sistem tidak dapat bekerja. Saya dan para pengantri lain lalu berinisiatif menentukan nomor antrian kami sehingga tidak terjadi saling sikut saat dipanggil masuk. Saya mendapatkan nomor 3 karena seorang ibu yang sebelumnya antri berdiri di depan saya akan mengurus visa ke kedutaan Norwegia, bukan ke Italia.
Setelah lampu menyala, security memempersilahkan kami masuk dengan memberikan nomor antrian dan meminta kami mematikan semua alat komunikasi. Saya lalu masuk dan menunggu di salah satu kursi yang tersedia. Sekitar 5 menit kemudian, nomor saya dipanggil. Semua dokumen diperiksa, lalu dimasukan ke dalam satu amplop. Saya diminta membayar biaya pengurusan sebesar 728.000 (tujuh ratus dua pulah delapan ribu) rupiah. Pada tanggal 8 alias 3 hari kemudian dari tanggal saya menyerahkan dokumen aplikasi, saya mendapat informasi melalui email bahwa visa dan passport saya telah bisa diambil kembali di kantor VFS tempat saya menyerahkan aplikasi.
Saya telah siap melancong karena visa masuk ke dua negara, yakni Inggris dan Italia telah disetujui. Persiapan selanjutnya adalah fisik dan kebutuhan harian selama perjalanan.
BERSAMBUNG KE TULISAN KELIMA : Perjalanan Jakarta - Dubai - London
Untuk reservasi tiket pesawat dan kereta serta hotel di Eropa, saya mengandalkan internet. Pada saat selesai jam kerja, saya menyempatkan diri memantau pergerakan harga tiket dan harga kamar berbagai hotel melalui situs-situs pelancongan seperti yang telah saya sebutkan di Tulisan Kedua. Dari pengamatan tersebut, saya mendapatkan kenyataan bahwa harga tiket dan juga kamar hotel selalu berubah-ubah. Harga pada hari-hari kerja berbeda dengan harga pada akhir minggu - yang biasanya dimulai pada Hari Jumat sore. Harga-harga yang saya sebutkan pada Tulisan Ketiga merupakan harga termurah pada saat itu - yang saya dapatkan pada hari kerja, yakni biasanya Rabu atau Kamis malam.
Tiket "murah" Valueing Air untuk penerbangan Amsterdam - Barcelona pada pagi hari tanggal 3 September 2013, saya peroleh setelah mengamati pergerakan harga di internet selamat 2 minggu. Saya mencari harga tiket melalui beberapa website, namun yang sering saya gunakan adalah www.kayak.com dan www.bookpanorama.com. Harga tiket kelas yang sama untuk maskapai yang sama memiliki perbedaan antara penyedia layanan online berbeda. Ada penyedia layanan online yang langsung melakukan claim pembayaran jasa melalui debit kartu kredit yang digunakan untuk bertransaksi pada saat transaksi pemesanan dilakukan. Model ini saya temukan pada saat saya melakukan pemesanan hostel di Amsterdam melalui www.HostelBookers.com. Penyedia jasa online ini langsung melakukan debit 10% dari harga kamar pada saat pemesanan dilakukan. Penyedia jasa lain memiliki cara berbeda, yakni mengikutsertakan fee jasa penjualan mereka ke harga tiket atau kamar sehingga harga yang dibeli melalui penyedia jasa online tersebut agak lebih mahal dibandingkan membeli langsung ke pihak maskapai atau hotel. Ada juga penyedia jasa layanan online yang mempromosikan tidak adanya fee yang dibayarkan pemesan ke pihaknya. Alias harga yang terpapar di website penyedia jasa tersebut adalah harga nyata pihak hotel.
Karena kondisi jual beli seperti itu, maka saya selalu mengusahakan semaksimal mungkin memesan langsung ke website maskapai atau ke hotel, jika bisa langsung mengakses website maskapai ataupun hotel. Saat saya memesan tiket Valueing Air, saya mencari perbandingan harga antar berbagai maskapai penerbangan di Eropa melalui website kayak.com. Setelah mendapatkan informasi harga termurah dengan waktu tercepat, saya lalu masuk ke website maskapai bersangkutan dan memesan tiketnya melalui website tersebut. Sebelum memesan tiket, saya melakukan pengamatan pergerakan harga tiket setiap hari untuk mendapatkan pola kisaran harga tertinggi dan terendah yang terjadi pada hari-hari tertentu. Harga tiket dipengaruhi oleh jam dan tanggal keberangkatan, lokasi tempat duduk yang dipilih dan berat bagasi yang dibawah. Untuk itu, pada saat pemesanan tiket, calon penumpang juga harus memilih kursi masing-masing yang telah diberi informasi harganya. Website vueling air menyediakan 3 pilihan harga, yakni dasar / basic, optima atau disebut juga best choice, dan excellence. Saya memilih pilihan tengah yakni best choice dimana harganya berada di antara basic dan excellence. Harga yang dipilih, masih akan ditambahkan dengan biaya manajemen sebesar 5 Euro untuk setiap tiket dan biaya tambahan sebesar 1,99 Euro jika pembayaran dilakukan menggunakan kartu kredit. Contoh saat saya memesan tiket perjalanan Amsterdam - Barcelona pada tanggal 3 September 2013, jam 7 pagi, harga tiket best choice adalah 99 Euro, ditambah biaya manajemen 5 Euro, ditambah biaya pembayaran menggunakan kartu kredit sebesar 1,99 Euro, maka total sebelum biaya tambahan untuk kursi dan bagasi adalah 105,99 Euro.
Sebelum memilih kursi, pemesan harus mengisi detail data penumpang berupa nama, email, nomor telpon, negara dan kota asal penumpang. Setelah itu, klik lanjutkan lalu akan muncul lembar isian customize your flights yang berisi informasi berat dan ukuran bagasi, biaya tambahan yang harus dibayar, asuransi dan juga kursi yang akan dipesan dengan melalui denah yang disediakan lengkap dengan informasi harga kursi atau biaya tambahan yang akan ditambahkan ke tiket. Karena saya memperkirakan bahwa berat dan ukuran bagasi yang saya bawah masih masuk dalam kategori bebas biaya tambahan, maka saya hanya melanjutkan ke pemilihan kursi, dimana saya memilih dekat gang agak ke depan, yakni nomor 6B seharga 6 Euro.Dengan demikian total harga tiket adalah 105,99 + 6 Euro (harga kursi) = 111,99 Euro.
Setiap naik pesawat saya selalu memilih duduk dekat gang dengan pertimbangan memudahkan ke toilet dan juga berdiri dan jalan-jalan dalam penerbangan jarak jauh. Setelah semua proses tersebut selesai, harga keseluruhannya muncul di lembar terakhir yakni payment details. Pada lembaran ini, saya mengisi data-data kartu kredit saya, lalu mengkonfirmasi pembelian tiket yang saya pesan. Secara otomatis, sistem mengirim boarding pass ke alamat email yang telah dicantumkan di lembaran ketiga. Boarding pas tersebut berisi semua informasi yang diperlukan, yakni nama lengkap saya, nomor pesawat, tanggal dan jam keberangkatan, airport keberangkatan dan airport tujuan serta nomor kursi.
Penjualan tiket kereta raileurope juga menggunakan pola yang sama. Pada jam dan tanggal tertentu, harga tiket lebih murah atau lebih mahal dari jam dan hari tertentu lainnya. Secara tidak sengaja, pola tersebut saya temukan pada pemesanan tiket raileurope pertama kali pada malam hari Jumat. Karena saya mencoba melakukan pemesanan pada tengah malam menggunakan ipad di tempat tidur, saya ketiduran sampai pagi. Pdahal pada saat itu, saya telah mendapatkan informasi pilihan harga yang tersedia untuk waktu dan tanggal yang saya pilih dalam perjalanan Barcelona ke Madrid. Karena ketiduran, maka pemesanan tiket tidak saya selesaikan sampai dengan pengisian lembar informasi pemesan dan pembayaran. Saat saya mengulangi pemesanan pada esok harinya, harga semalam telah berubah jauh lebih mahal. Setelah menemukan pola harga yang berubah sesuai hari dan jam pemesanan, saya lalu memutuskan mengamati dulu pergerakan harga dari hari ke hari, sampai menemukan pola pergerakan harga antara harga terendah / termurah dan harga tertinggi / termahal. Setelah mendapatkan polanya, saya lalu memesan tiket RENFE harga termurah sekali jalan dari Barcelona ke Madrid dan tiket PP Madrid Cordoba. Kereta cepat antar kota di Spanyol disebut RENFE. Sedangkan kereta dalam kota, misalnya di Madrid dan Barcelona disebut METRO, sama dengan istilah bagi kereta dalam kota di Paris dan Roma. Raileurope menyediakan slot khusus bagi pemesan dari negara-negara Asean. Karena itu, pada saat melakukan pemesanan, sistem secara otomatis mengarahkan pemesan dari negara-negara Asean ke slot tersebut. Kemungkinannya sistem juga telah memiliki sistem deteksi koneksi internet pemesan, sehingga sistem langsung bisa mengidentifikasi pemesan dari negara-negara Asean yang diarahkan ke slot tiket bagi negara-negara Asean.
Hal lain yang perlu dicatat adalah bahwa penjualan tiket kereta baru dibuka 30 hari dari tanggal pengunaan tiket. Pada waktu awal mencoba, ternyata penjualan tiket belum dilakukan bagi calon pembeli atau pemesan dari negara-negara Asean, karena saya melakukannya terlalu awal alias tidak dalam periode 30 hari tersebut. Secara otomatis, sistem online penjualan meminta alamat email saya agar dapat diinformasikan waktu dimulainya penjualan tiket sehingga saya bisa melakukan pemesanan atau pembelian. Kantor penjualan raileurope yang berpusat di Singapura juga sangat responsif. Pada waktu melakukan pemesanan online untuk perjalanan PP Madrid - Cordoba, sistem tiba-tiba tidak merespon pengiriman tiket secara otomatis sebagaimana saat saya melakukan pembelian tiket Barcelona ke Madrid. Debit atas kartu kredit saya sebesar harga tiket telah dilakukan karena pada saat transaksi terjadi, saya langsung mendapatkan sms dari penyedia kartu kredit bahwa saya telah melakukan transaksi pembelian tiket kereta raileurope sesuai harga yang saya beli. Saya lalu menulis email melalui sistem yang telah disediakan di website raileurope. Dalam waktu 24jam, saya menerima jawaban bahwa dana yang telah didebet akan diproses pemulangannya dalam periode waktu 1 minggu. Untuk itu, tiket yang telah dipesan dibatalkan. Pembeli diminta melakukan pemesanan ulang. Saya melakukannya lagi sebagaimana diminta dan kenyataannya saat tagihan kartu kredit saya terima sebulan kemudian, transaksi yang dibukukan hanya 2 transaksi, yakni pembelian tiket kereta cepat Barcelona - Madrid dan Madrid - Cordoba PP.
Pola yang sama juga terjadi pada jual beli kamar hotel secara online. Pemesanan jauh-jauh hari sebelum tanggal nginap akan mendapatkan kamar dengan harga "murah". Hal yang saya tidak lakukan karena keragu-raguan saya tentang apakah akan menginap dekat Airport Schiphol Amsterdam atau menginap di salah satu hotel di tengah Kota Amsterdam. Di dekat Airport Schiphol tersedia banyak pilihan hotel dari hotel bintang lima seperti Sheraton dan Novotel sampai dengan hotel bintang tiga, antara lain Ibis dan Mercure atau yang sangat dekat dan bisa diakses dengan berjalan kaki adalah hotel Citizen Amsterdam. Di dalam airport juga tersedia hotel transit untuk istrahat dalam periode waktu maksimal 24 jam, yakni hotel Yotel Schiphol Amsterdam. Karena belum memilih dan melakukan booking jauh-jauh hari, maka saat saya akan melakukan pemesanan satu bulan sebelum tanggal nginap di Hotel Ibis atau Yotel atau Citizen, semua hotel tersebut telah penuh, sehingga pemesanan online ditutup. Hotel di tengah kota, terutama sekitar stasiun Centraal Amsterdam juga penuh, terutama Hotel Ibis dan Multatuli. Karena tidak punya pilihan, saya kemudian memesan satu hostel dekat Centraal Stasiun Amsterdam dengan harga yang menurut saya sangat mahal. Jika saya bandingkan dengan harga di hotel Ibis (Budget) sebesar 54 Euro, maka tentunya harga Hostel Dam sangat mahal karena harga 1 kamar twin share untuk 1 malam adalah 154 Euro. Dengan demikian berbagai berita bahwa biasanya harga kamar hostel lebih murah dari hotel belum tentu benar. Pengalaman saya merupakan pelajaran berharga agar melakukan pemesanan jauh-jauh hari sebelum tanggal penginapan dan juga harus rajin melakukan riset harga untuk membandingkan kelas, jarak dan harga kamar antar hotel, antar hostel / wisma dan antar hotel dengan hostel.
Sambil mempersiapkan kelengkapan dokumen. Saya juga mengisi aplikasi visa secara online ke Kedutaan Inggris. Pengurusan visa di kedua kedutaan, yakni Inggris dan Italia dilakukan oleh pihak ketiga sebagai penyedia jasa. Saat saya mengajukan aplikasi visa ke Keduataan Italia untuk perjalanan di tahun 2011, pengurusan visa masih ditangani langsung di kedutaan di Jalan Diponegoro. Pada saat itu, kita bisa melihat adanya antrian orang di depan kedutaan dan Jalan Diponegoro. Saat ini, antrian tersebut tidak pernah terlihat lagi, karena pengurusan visa ke Kedutaan Italia dan beberapa negara Uni Eropa, Australia dan juga Inggris telah dialihkan ke pihak ketiga, yakni VFS. Dari pencarian online saya menemukan website penyedia jasa tersebut, termasuk informasi syarat-syarat yang harus dipenuhi, kelengkapan dokumen dan biaya yang harus dibayarkan, yakni di www.vfs-uk-id.com. Dalam website tersebut tersedia beberapa menu pilihan sesuai kebutuhan pelamar. Salah satu informasi dan dokumen penting yang harus diisi dan disiapkan adalah passport sebelumnya, jika pernah memiliki passport lain dari passport yang sekarang sedang berlaku. Setelah mengisi semua informasi yang diminta pada formulir online yang kemudian harus diprint untuk dibawa dan diserahkan pada jam dan tanggal yang telah dipilih. Untuk itu, di website tersebut juga tersedia menu book an appointment yang harus dipilih untuk masuk ke pemilihan jam dan tanggal penyerahan dokumen aplikasi visa. Pada saat memilih menu tersebut, maka saya dibawa ke suatu formulir online yang harus diisi dengan nama lengkap, nomor passport, jumlah pelamar, lalu klik selanjutnya untuk masuk ke suatu format kalender yang menyajikan waktu dan tanggal dalam warna hijau untuk dapat dipilih sesuai kebutuhan. Jika tidak ada tanggal berwarna hijau, itu artinya semua tanggal yang disediakan dalam periode tertentu untuk pengajuan aplikasi visa telah penuh. Kita harus menunggu sekitar 1 minggu lagi untuk mendapatkan tanggal berwarna hijau sebagai tanda bahwa pengajuan aplikasi visa telah dibuka lagi.
Karena ketidak-tahuan di awal-awal usaha mendapatkan jam dan tanggal penyerahan aplikasi, maka saya sempat berpikir bahwa sistem komputer saya bermasalah. Namun setelah saya mencoba beberapa kali di hari berbeda, namun tidak menemukan perubahan, maka saya mencoba menelpon ke VFS melalui nomor telpon yang tertera di website tersebut. Dari telpon tersebut, saya mendapatkan penjelasan bahwa jika di kalender online tidak tersedia tanggal dalam kolom berwarna hijau, maka saya harus menunggu dan mencoba lagi di minggu berikutnya. Pada saat itu, pihak VFS juga menginformasikan tentang tanggal kalender online akan dibuka lagi untuk pelamar berikut - yang tentunya memudahkan saya untuk mengakses website tersebut di tanggal yang telah disebutkan. Setelah berhasil mendapatkan jam dan tanggal penyerahan dokumen aplikasi visa, saya sekali lagi memeriksa semua dokumen yang akan saya serahkan untuk memastikan bahwa semuanya telah tersedia. Dalam website juga telah diingatkan bahwa informasi yang akurat dan kelengkapan dokumen akan sangat membantu meyakinkan pihak kedutaan untuk menyetujui permintaan visa.
Singkat cerita, saya mendapatkan waktu penyerahan dokumen pada jam 10.30 pagi tanggal 3 Juni 2013. Sebelum jam 10 pagi, saya telah membawa formulir aplikasi visa yang telah saya isi dan tandatangani bersama semua dokumen pendukung lainnya ke kantor penyedia jasa pengurusan visa tersebut ke PT VFS Service Indonesia yang beralamat di Lantai 22, Zona B, Plaza Asia. Jalan Jendral Sudirman, Jakarta. Untuk sampai ke lantai 22, saya harus meninggalkan KTP di lantai dasar lalu diberi kartu pengunjung. Tiba di lantai 22, saya menginformasikan ke ke security tentang jam penyerahan dokumen yang telah saya book. Security meminta saya menunjukan passport dan bukti bookingan online yang telah saya print. Ransel saya diambil dan disimpan di loker yang tersedia di ruang security. Saya diminta mematikan semua alat komunikasi lalu dipersilahkan masuk ke ruang penyerahan dokumen.Di dalam ruangan tersebut tersedia banyak kursi tempat para pelamar menunggu panggilan. Di depan kursi-kursi pelamar visa, tersedia suatu meja panjang dengan kursi-kursi dalam kubikal yang diduduki para staf perempuan dan laki-laki berpakaian rapi yang menerima dan memeriksa semua dokumen. Selain pelamar yang datang sendiri mengurus pengajuan aplikasi visa, banyak juga karyawan agen perjalanan yang lalu lalang dengan tumpukan dokumen. Saya mulai kesal saat jam telah menunjukan 10.30 sebagaimana diperjanjian online yang telah saya print, namun nama saya belum juga dipanggil. Saya lalu bertanya ke security yang menjaga pintu ruang pengambilan foto dan sidik jari. Security meminta saya menunggu saja sampai dipanggil. Namun saya perhatikan sepertinya para karyawan agen perjalanan mendominasi semua tempat pengujuan aplikasi dan mereka sangat akrab dengan semua staf pengurus aplikasi visa. Karena jam telah menujukan jam 11 alias telah lewat dari jam yang ditentukan, saya lalu langsung maju ke salah satu konter yang kosong untuk menanyakan kapan saya akan dipanggil. Petugas meminta bukti booking online yang saya bawa sehingg saya lalu langsung dipersilahkan duduk. Petugas lalu meminta semua dokumen yang saya bawa, mencatat lalu memasukan ke dalam amplop khusus.
Sambil memeriksa dokumen-dokumen tersebut, secara sambil lalu, petugas menanyakan beberapa hal antara lain saya kerja dimana, tujuan perjalanan, berapa lama, siapa yang membiayai dan seterusnya. Meski kesannya sambil lalu, namun saya tahu bahwa petugas tersebut sedang melakukan tugasnya mewawancarai saya. Saya usahakan menjawab semuanya dengan benar dan tepat sebagaimana yang saya tuliskan di dokumen-dokumen yang sedang diperiksa. Biaya pengurusan visa dibagi ke dalam beberapa kategori, yakni kunjungan, bisnis, sekolah dan lain lain. Untuk kunjungan atau visit, waktu berlakunya visa akan menentukan biaya yang dibayarkan. Untuk itu, biaya paling murah adalah visa yang berlaku untuk 6 bulan. Pada saat saya menulis catatan ini, biaya visa untuk 6 bulan adalah sebesar 1.520.000 (satu juta lima ratus dua puluh ribu) rupiah. Saat saya mengurus visa pada bulan Juni 2013, biaya visa yang berlaku selama 6 bulan adalah 1.220.000 (satu juta dua ratus dua puluh ribu) rupiah. Petugas juga menanyakan apakah saya ingin menerima informasi dalam bentuk SMS dan email tentang status aplikasi visa saya, jika saya ingin menerima informasi tersebut secara otomatis, maka saya diminta membayar biaya sebesar 25.000 (dua puluh lima ribu) rupiah. Saya setuju saja, karena saya tidak mau repot sendiri memeriksa website secara reguler untuk mendapatkan informasi status aplikasi saya. Ternyata hal tersebut sangat membantu karena saya selalu menerima informasi melalui email maupun SMS tentang status aplikasi saya, misalnya telah dikirim ke Bangkok, telah diterima / tiba di Bangkok, telah dikirim kembali ke kantor Jakarta dan visa telah bisa diambil. Petugas juga menginfomasikan bahwa aplikasi saya bersama lainya akan dikirim ke Bangkok untuk diperiksa dan disetujui atau ditolak. Waktu yang dibutuhkan untuk urusan tersebut sekitar 10 sampai dengan 15 hari.Setelah semua selesai, petugas memberikan tanda terima sambil mengingatkan agar saya membawa tanda terima tersebut sebagai bukti untuk pengambilan kembali passport saya.
Selesai dengan urusan dokumen dan pembayaran, saya diminta menunggu untuk pengambilan foto dan sidik jari alias pengambilan data biometrik sebutannya. Saya hanya menunggu sekitar 5 menit untuk urusan foto dan sidik jari tersebut. Pengambilan foto dan sidik jari tersebut dilakukan oleh petugas yang juga ramah. Semuanya selesai dalam waktu sekitar 3 menit saja. Setelah itu, petugas mengatakan kepada saya bahwa semua telah selesai, saya boleh pulang dan menunggu panggilan pengambilan visa. Ternyata aplikasi visa saya selesai dalam waktu 10 hari. Saya menerima SMS yang menginformasikan hal tersebut sekaligus meminta saya mengambil kembali passport saya di kantor VFS.
Berbeda dengan formulis aplikasi visa ke Kedutaan Inggris. Formulir aplikasi visa ke Kedutaan Italia tersedia secara online, namun pengisiannya harus dilakukan secara manual alias tulis tangan. Karena itu, formulir aplikasi tersebut harus diunduh (download) dari website VFS Visa Italia, yakni www.vfsglobal.com/italy/indonesia. Saat masuk ke website tersebut, tersedia berbagai pilihan menu yang dapat dibuka untuk dibaca dan dipelajari isinya karena tersedia berbagai informasi yang sangat berguna bagi pengurusan visa. Untuk membuat perjanjian waktu penyerahan aplikasi dan dokumen mendukungnya, kita hanya perlu masuk ke menu: membuat perjanjian lalu mengisi beberapa informasi yang diminta sampai dengan lembaran kalender. Tanggal dalam kolom berwarna hijau artinya tanggal tersebut belum penuh sehingga bisa dibook untuk penyerahan dokumen.
Pengurusan visa ke Kedutaan Italia memerlukan kesabaran sendiri, terutama urusan booking jam dan tanggal penyerahan dokumen. Sistem pembookingan dibuat secara random, sehingga calon pelamar harus terus menerus memantau web VFS pengurusan visa Italia untuk mendapatkan waktu dan tanggal. Masalah yang hampir sama saya harus hadapi saat pertama kali mencoba. Saya lalu menelpon nomor telpon kantor VFS yang menangani urusan visa Italia. Dari telpon tersebut, saya diinformasikan bahwa jam dan tanggal penyerahan dokumen dibuat random oleh sistem untuk mencegah adanya monopoli dari agen atau calo. Karena itu, saya diminta harus rajin memonitor website pengurusan visa Italia. Dengan memonitor intensif website tersebut, saya bisa mengetahui kapan jam dan tanggal penyerahan dokumen dibuka yang diindikasikan oleh adanya warna hijau di kalender online sehingga saya bisa membook waktu yang saya inginkan. Awalnya kesal juga karena random tersebut membuat saya tidak dapat mengetahui secara pasti kapan kalender online bisa saya akses. Namun karena saya yang membutuhkan maka saya dengan sabar memonitor website, terutama di bagian kalender online. Kesabaran saya terbayar karena pada akhirnya saya melihat warna hijau di salah satu tanggal pada kalender online yang saya akses. Saya lalu cepat-cepat membook jam 8 pagi tanggal 4 Juli sebagai waktu penyerahan dokumen dengan pertimbangan kesibukan saya di kantor, terutama jadwal kunjungan ke lokasi proyek yang menjadi tanggungjawab saya di Palangkaraya, Kalimantan Tengah serta juga waktu penyelesaian visa di Kedutaan Inggris yang saya perkirakan membutuhkan waktu sekitar 15 hari. Membook tanggal 4 Juli 2013 memberikan saya waktu 1 bulan dari pengajuan aplikasi visa ke Kedutaan Inggris yang saya lakukan pada tanggal 3 Juni.
Ternyata sebelum jam dan tanggal penyerahan dokumen tersebut tiba, pada tanggal 26 Juni, saya menerima email dari VFS urusan visa Italia yang meminta saya membawa dokumen2 aplikasi visa agar diperiksa terlebih dahulu sebelum hari penyerahannya pada tanggal 4 Juli 2013. Karena saya sedang berada di Palangkaraya pada saat itu, saya membalas email tersebut dan meminta waktu 1 minggu. Pihak VFS setuju dengan permintaan tersebut. Saya lalu mendatangi kantor VFS urusan visa Italia di lantai dan gedung yang sama dengan kantor VFS urusan visa Inggris. Kedua kantor tersebut bersebelahan dan bertetangga dengan VFS urusan visa Australia dan beberapa negara Eropa lainnya. Kepada security yang membukakan pintu, saya memberitahukan panggilan tersebut. Saya lalu diberi nomor antrian, diminta mematikan alat komunikasi dan dipersilahkan masuk menunggu nomor saya dipanggil. Setelah sekitar 5 menit kemudian, nomor antrian saya dipanggil. Petugas meminta semua dokumen saya, lalu diperiksa satu demi satu. Dari pemeriksaan tersebut, petugas menyatakan bahwa dokumen-dokumen saya telah lengkap sesuai persyaratan untuk diserahkan pada jam dan tanggal yang ditentukan.
Pagi-pagi tanggal 4 Juli saya telah menuju kantor VFS di Geduang Asia, Jalan Sudirman untuk penyerahan dokumen. Sekali lagi saya mengikuti prosedur yang sama di lantai dasar sebagaimana saat saya datang dan menyerahkan dokumen ke VFS urusan Visa ke Inggris. Agak berbeda dengan pengurusan visa ke Inggris, untuk visa ke Italia, pelamar akan diberi nomor antrian oleh security lalu dipersilahkan masuk dan menunggu di bangku-bangku yang tersedia. Walau saya telah datang pagi, ternyata saat saya tiba, telah ada 3 orang yang antri di depan pintu. Saya lalu ikut mengantri sambil mengajak ngobrol orang-orang yang antri terlebih dahulu. Setelah lewat jam 8 pagi, security belum membuka pintu untuk para pengantri yang mulai gelisah karena antrian semakin panjang. 5 menit kemudian, security mempersilahkan para pengantri menunggu di ruangan lain karena listrik padam sehingga komputer tidak bisa dihidupkan dan sistem tidak dapat bekerja. Saya dan para pengantri lain lalu berinisiatif menentukan nomor antrian kami sehingga tidak terjadi saling sikut saat dipanggil masuk. Saya mendapatkan nomor 3 karena seorang ibu yang sebelumnya antri berdiri di depan saya akan mengurus visa ke kedutaan Norwegia, bukan ke Italia.
Setelah lampu menyala, security memempersilahkan kami masuk dengan memberikan nomor antrian dan meminta kami mematikan semua alat komunikasi. Saya lalu masuk dan menunggu di salah satu kursi yang tersedia. Sekitar 5 menit kemudian, nomor saya dipanggil. Semua dokumen diperiksa, lalu dimasukan ke dalam satu amplop. Saya diminta membayar biaya pengurusan sebesar 728.000 (tujuh ratus dua pulah delapan ribu) rupiah. Pada tanggal 8 alias 3 hari kemudian dari tanggal saya menyerahkan dokumen aplikasi, saya mendapat informasi melalui email bahwa visa dan passport saya telah bisa diambil kembali di kantor VFS tempat saya menyerahkan aplikasi.
Saya telah siap melancong karena visa masuk ke dua negara, yakni Inggris dan Italia telah disetujui. Persiapan selanjutnya adalah fisik dan kebutuhan harian selama perjalanan.
BERSAMBUNG KE TULISAN KELIMA : Perjalanan Jakarta - Dubai - London
Rabu, 20 November 2013
JALAN-JALAN KE EROPA BARAT: Reservasi Tiket Pesawat, Kereta dan Hotel
Pada edisi Tulisan Kedua, saya telah menginformasikan syarat-syarat dan dokumen-dokumen yang harus dilengkapi untuk pengurusan visa ke kedua kedutaan guna melancong ke London dan berbagai kota di negara-negara Uni Eropa. Karena saya mendapatkan informasi bahwa pengurusan visa ke London membutuhkan waktu yang cukup lama sampai dengan keluarnya visa, maka saya memutuskan untuk mengurus visa ke kedutaan Inggris terlebih dahulu. Oleh karena saya memutuskan untuk menggabungkan perjalan yang saya urus sendiri dengan yang diurus oleh tour dari Eropa - dalam hal ini Expat Explorer yang telah saya pilih dan berkomunikasi secara intensif, maka saya mulai mempersiapkan diri secara serius untuk mendapatkan visa. Untuk itu, saya memastikan semua syarat dan dokumen saya lengkapi. Pengurusan surat keterangan bank saya lakukan 2 kali, karena perubahan waktu pengurusan visa. Untuk mendapatkan keterangan bank tempat saya menabung dan menggunakan dana di tabungan tersebut secara aktif, saya harus membayar 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) rupiah untuk mendapatkan surat keterangan dan rekening koran tabungan.
Karena saya mengurus visa ke dua kedutaan, maka saya harus membayar 500.00 (lima ratus ribu) rupiah untuk mendapatkan 2 surat keterangan bank yang ditujukan ke dua kedutaan berbeda. Komunikasi intensif juga saya lakukan dengan Monika di Expat Explorer yang merupakan staf Customer Service tour tersebut. Sesuai dengan syarat dan ketentuan Agen Tour yang berpusat di kota London tersebut, saya harus membayar 100% biaya tour untuk mendapatkan semacam surat sponsor pengurusan visa, itinerary dan juga daftar hotel yang akan digunakan. Tentu saja urusan dengan Expat Explorer seperti berjudi alias untung-untungan karena hanya mengandalkan informasi yang tersedia di website Agen tersebut yakni www.expatexplorer.com, facebooknya dan juga email komunikasi dengan Monika. Setelah mempertimbangkannya dengan matang, akhirnya saya memutuskan untuk membayar biaya tour sebesar 845 Poundsterling atau sekitar 15 juta rupiah waktu itu (saat saya menulis catatan harian ini, harga berbagai paket yang ditawarkan telah menggunakan kurs dollar Amerika, dimana untuk paket yang saya ambil waktu itu ditawarkan senilai 1.390 US Dolar atau sekitar 16.000.000 (enam belas juta rupiah dengan kurs 11.500 rupiah per dolar). Harga tersebut merupakan harga diskon yang ditawarkan di website Expat Explorer. Expat Explorer menawarkan beberapa paket dengan periode waktu berbeda-beda dan untuk kategori umur berbeda yang dibagi ke dua kategori usia, yakni muda dan dewasa. Untuk para calon pelancong usia muda, akomodasi yang disediakan beramai-ramai sekitar 6 orang dalam satu kamar. Sedangkan untuk usia dewasa hanya dibatasi 2 orang per kamar. Calon konsumen punya kebebasan memilih dan menyesuaikan dengan ketersediaan waktu, usia dan juga dananya. Untuk itu, saya mengambil paket bernama Europe Escape dalam durasi waktu 12 hari ke 7 negara.
Pada awalnya saya melakukan pemesanan dulu terhadap paket yang saya pilih, sambil mencari berbagai informasi tambahan secara online untuk memastikan saya tidak sedang ditipu. Untuk pemesanan tersebut saya harus membayar 10% dari biaya keseluruhan paket yang saya beli. Setelah pemesanan, saya menerima bukti pesanan dari Expat Explore. Pada akhirnya, saya memutuskan untuk membayar penuh biaya paket yang saya ambil. Setelah menerima pembayaran penuh, pihak Expat lalu mengirim invoice pembayaran dan berbagai instruksi terkait rencana perjalanan tersebut - yang waktunya masih 2 bulan lagi. Sebagaimana janjinya, dalam periode 1 minggu, Expat Explorer mengirimkan surat sponsor pengurusan visa, itinerary dan daftar hotel. Surat sponsor langsung ditujukan ke Kedutaan Inggris dan Kedutaan Italia.
Satu bulan sebelum pelunasan biaya tour dan penyelesaian urusan administrasi dengan Expat Explorer, saya telah melakukan booking pesawat untuk penerbangan Jakarta - London dan Madrid Jakarta. Saya akhirnya memesan tiket pesawat Emirates di Agen Perjalanan Dwidaya Tour. Biaya yang harus saya bayarkan untuk tiket tersebut adalah 1.440 US Dollar atau sekitar 16.700.000 (enam belas juta tujuh ratus ribu) rupiah. Keputusan pembelian tiket Emirates saya lakukan setelah mengecek dan mempertimbangkan berbagai tawaran maskapai lain. Maskapai yang memiliki rute langsung Jakarta - London - Madrid - Jakarta hanya ada 2 yang "murah", yakni Emirates dan Etihad. Harga tiket Etihad lebih murah sekitar 100 dolar dari Emirtes. Namun, karena mempertimbangkan jam terbang dan juga transit - dimana saya lebih familiar dengan Airport Dubai yang akan membantu menghemat waktu transit pergantian pesawat, maka saya memutuskan membeli tiket Emirates saja walau lebih mahal 1 juta lebih dibanding Etihad.
Saya juga kemudian melakukan booking hotel di London, Amsterdam dan Madrid untuk melengkapi dokumen-dokumen yang dibutuhkan dalam pengurusan visa. Melalui www.kayak.com, www.bookpanorama.com, www.tripadvisor.com, www.agoda.com, www.hostelbookers.com, www.booking.com, www.easytobook.com dan banyak web penyedia hotel, saya mulai mencari informasi hotel dan hostel di ketiga kota tersebut. Setelah melakukan riset singkat terkait harga dan letak berbagai hotel di kota-kota tersebut, akhirnya saya memutuskan memesan kamar di Hotel Holiday Inn Express yang terletak di daerah Geenwich London, tepatnya di jalan Bugsby Way. Pertimbangannya adalah salah satu lokasi pick up point Expat Eplorer adalah di hotel tersebut, dengan demikian akses saya menjadi lebih mudah. Saya juga memilih menginap di hotel dan daerah tersebut karena ingin mengunjungi tugu GMT yang terletak di Taman Kota Greenwich yang telah saya riset beberapa bulan lalu. Setelah memutuskan memesan kamar di hotel tersebut, saya lalu melakukan komunikasi langsung melalui email dengan pihak hotel guna mendapatkan informasi alat transportasi dan rute yang harus saya lalui dari stasiun terdekat. Pihak hotel menginformasikan kepada saya untuk menggunakan Tube (kereta bawah tanah) lalu turun di stasiun North Greenwich. Dari stasiun saya menggunakan bus nomor 204 lalu turun di halte pertama setelah stasiun kereta. Dari halte tinggal berjalan kaki ke hotel yang terletak tidak jauh dari halte tersebut. Dengan informasi yang sangat jelas dan membantu tersebut, saya akhirnya memesan 1 kamar double bed non smoking with breakfast untuk 2 malam, yakni 21 dan 22 Agustus seharga 256 US Dollar atau sekitar 3.000.000 (tiga juta) rupiah alias 1.500.000 (satu juta lima ratus ribu) rupiah per malam. Dengan demikian saya punya 2 hari setengah menghabiskan waktu di London sebelum berangkat bersama Expat Explorer ke Paris pada tanggal 23 Agustus.
Untuk hotel di Amsterdam, saya baru melakukan pemesanan 1 minggu sebelum keberangkatan ke Eropa. Hal tersebut disebabkan keragu-raguan saya memutuskan lokasi dimana saya akan menginap di Amsterdam, apakah menginap di dekat airport atau menginap di tengah kota. Keragu-raguan tersebut berakibat fatal, karena hotel-hotel yang telah saya pelajari secara online seperti Ibis yang berlokasi di kawasan airport ataupun tengah kota telah penuh pada tanggal 2 September saat saya akan menginap untuk transit di Amsterdam menuju Barcelona. Akibat memesan kamar pada minggu terakhir sebelum berangkat, semua penuh, saya menjadi panik dan akhirnya memesan 1 kamar dengan 2 tempat tidur (twin share bed) di Hotel Dam Amsterdam. Saya memutuskan mengambil penginapan kelas hostel tersebut setelah membaca berbagai komentar tamu yang pernah menginap dan juga memperhitungkan jaraknya yang sangat dekat dengan Stasiun Kereta Amsterdam (Centraal Station) - tempat saya akan menumpang kereta ke Airport Schipool Amsterdam pada subuh hari tanggal 3 September ke Barcelona Spanyol. Karena tidak punya pilihan lain, akhirnya saya memesan kamar di hotel tersebut melalui www.HostelBookers.com, dimana harga 1 malam untuk twin share bed adalah 170 Euro atau sekitar 2.600.000 (dua juta enam ratus ribu) rupiah untuk 1 malam. Nah mahal banget khan alias tidak sesuai dengan berbagai informasi yang beredar bahwa menginap di penginapan kelas hostel di Eropa akan lebih murah daripada hotel. Dari jumlah 170 Euro tersebut, pihak HostelBooker langsung mengklaim pembayaran 10% dari kartu kredit yang digunakan sebagai jaminan pemesanannya kamar tersebut. Sisanya sebesar 153 Euro akan dibayarkan pada saat melapor (check in). Ternyata saat check in, harga yang dibayar jauh lebih tinggi dan kamar yang disediakan tidak sesuai dengan kamar yang saya pesan online yang merupakan pengalaman berharga untuk para pelancong lain jika memesan hostel agar jangan terlalu percaya pada berbagai komentar atau review online, karena standar kenyamanan masing-masing orang tentunya berbeda-beda saat menginap di penginapan kelas hostel. Detail kekecewaannya akan saya ceritakan di tulisan selanjutnya terkait Amsterdam.
Untuk penginapan di Madrid, saya memesan kamar di hotel yang pernah saya gunakan saat melancong ke kota Madrid di Bulan Oktober 2011 yakni Hotel Alhambra (www.alhambrasuites.com). Saya menemukan hotel tersebut secara online juga pada tahun 2011 saat mencari-cari lokasi dan penginapan di Madrid. Saat itu saya melakukan pesanan online melalui salah satu website online yag saya tidak ingat lagi. Saat check out di Bulan Oktober 2011, staf hotel memberikan kartu nama dan berpesan jika akan berkunjung ke Madrid lagi, silahkan pesan secara lansung melalui email (orang Spanyol memang selalu ramah dari pengalaman saya berkunjung 2 kali ke negara tersebut). Karena saya masih menyimpan kartu nama hotel, akhirnya saya mengirim email yang segera mendapatkan balasan dari staf hotel, bahwa pesanan saya terkonfirmasi untuk 3 malam, yakni tanggal 3 - 6 September dengan harga 95 Euro alias sekitar 1.450.000 (satu juta empat ratus lima puluh ribu) rupiah per malam, sudah termasuk sarapan untuk 2 orang. Harga tersebut jauh lebih murah dari harga per malam kamar Hostel Dam di Amsterdam. Saya senang dengan hotel bintang 3 ini karena lokasinya yang sangat dekat dengan stasiun Metro Puerta de Sol (SOL) yang adalah pusat kota Madrid. Hotelnya juga sangat nyaman dengan staf yang ramah dan kamar yang lumayan luas dan bersih dengan tema hitam putih.
Selain bukti pemesanan hotel, saya juga melengkapi dokumen pengurusan visa saya dengan bukti tiket pesawat dan kereta. Untuk Jakarta London, Madrid Jakarta telah tersedia tiket Emirates. Untuk perjalanan London, Paris dan kota-kota lainnya sampai dengan Amsterdam telah tersedia surat keterangan dari Expat Explorer. Untuk itu, saya masih harus melengkapi tiket perjalanan Amsterdam ke Barcelona dan Barcelona ke Madrid. Untuk perjalanan Amsterdam - Barcelona saya memutuskan menggunakan pesawat yang waktu tempuhnya lebih singkat dibandingkan menggunakan kereta, yakni 2 jam 10 menit. Berbagai pilihan maskapai tersedia untuk rute Amsterdam - Barcelona. Setelah meneliti beberapa maskapai dengan tawaran harga masing-masing, akhirnya saya memutuskan menggunakan pesawat Vueling Air yang merupakan salah satu maskapai tiket murah di Eropa. Tiket saya pesan online di www.vuelingair.com. Tiket sekali jalan dari Amsterdam ke Barcelona pada saat itu adalah 91 Euro atau sekitar 1.400.000 (satu juta empat ratus ribu) rupiah. Sedangkan untuk perjalanan Barcelona - Madrid dan Madrid - Cordoba PP, saya memilih menggunakan kereta cepat yang tiketnya saya pesan online di www.raileurope.com/asean. Tiket Barcelona Madrid adalah 110,7 Euro atau sekitar 1.700.000 (satu juta tujuh ratus ribu) rupiah. Melancong ke Cordoba saya lakukan dari Madrid. Karena itu, saya membeli tiket kereta PP Madrid Cordoba. Saya berangkat pagi hari jam 7.30 dari Madrid, lalu kembali pada malam hari jam 8.30. Tiket kereta PP untuk perjalanan ini seharga 95,45 Euro atau sekitar 1.450.000 (satu juta empat ratus lima puluh ribu) rupiah.
BERSAMBUNG
Karena saya mengurus visa ke dua kedutaan, maka saya harus membayar 500.00 (lima ratus ribu) rupiah untuk mendapatkan 2 surat keterangan bank yang ditujukan ke dua kedutaan berbeda. Komunikasi intensif juga saya lakukan dengan Monika di Expat Explorer yang merupakan staf Customer Service tour tersebut. Sesuai dengan syarat dan ketentuan Agen Tour yang berpusat di kota London tersebut, saya harus membayar 100% biaya tour untuk mendapatkan semacam surat sponsor pengurusan visa, itinerary dan juga daftar hotel yang akan digunakan. Tentu saja urusan dengan Expat Explorer seperti berjudi alias untung-untungan karena hanya mengandalkan informasi yang tersedia di website Agen tersebut yakni www.expatexplorer.com, facebooknya dan juga email komunikasi dengan Monika. Setelah mempertimbangkannya dengan matang, akhirnya saya memutuskan untuk membayar biaya tour sebesar 845 Poundsterling atau sekitar 15 juta rupiah waktu itu (saat saya menulis catatan harian ini, harga berbagai paket yang ditawarkan telah menggunakan kurs dollar Amerika, dimana untuk paket yang saya ambil waktu itu ditawarkan senilai 1.390 US Dolar atau sekitar 16.000.000 (enam belas juta rupiah dengan kurs 11.500 rupiah per dolar). Harga tersebut merupakan harga diskon yang ditawarkan di website Expat Explorer. Expat Explorer menawarkan beberapa paket dengan periode waktu berbeda-beda dan untuk kategori umur berbeda yang dibagi ke dua kategori usia, yakni muda dan dewasa. Untuk para calon pelancong usia muda, akomodasi yang disediakan beramai-ramai sekitar 6 orang dalam satu kamar. Sedangkan untuk usia dewasa hanya dibatasi 2 orang per kamar. Calon konsumen punya kebebasan memilih dan menyesuaikan dengan ketersediaan waktu, usia dan juga dananya. Untuk itu, saya mengambil paket bernama Europe Escape dalam durasi waktu 12 hari ke 7 negara.
Pada awalnya saya melakukan pemesanan dulu terhadap paket yang saya pilih, sambil mencari berbagai informasi tambahan secara online untuk memastikan saya tidak sedang ditipu. Untuk pemesanan tersebut saya harus membayar 10% dari biaya keseluruhan paket yang saya beli. Setelah pemesanan, saya menerima bukti pesanan dari Expat Explore. Pada akhirnya, saya memutuskan untuk membayar penuh biaya paket yang saya ambil. Setelah menerima pembayaran penuh, pihak Expat lalu mengirim invoice pembayaran dan berbagai instruksi terkait rencana perjalanan tersebut - yang waktunya masih 2 bulan lagi. Sebagaimana janjinya, dalam periode 1 minggu, Expat Explorer mengirimkan surat sponsor pengurusan visa, itinerary dan daftar hotel. Surat sponsor langsung ditujukan ke Kedutaan Inggris dan Kedutaan Italia.
Satu bulan sebelum pelunasan biaya tour dan penyelesaian urusan administrasi dengan Expat Explorer, saya telah melakukan booking pesawat untuk penerbangan Jakarta - London dan Madrid Jakarta. Saya akhirnya memesan tiket pesawat Emirates di Agen Perjalanan Dwidaya Tour. Biaya yang harus saya bayarkan untuk tiket tersebut adalah 1.440 US Dollar atau sekitar 16.700.000 (enam belas juta tujuh ratus ribu) rupiah. Keputusan pembelian tiket Emirates saya lakukan setelah mengecek dan mempertimbangkan berbagai tawaran maskapai lain. Maskapai yang memiliki rute langsung Jakarta - London - Madrid - Jakarta hanya ada 2 yang "murah", yakni Emirates dan Etihad. Harga tiket Etihad lebih murah sekitar 100 dolar dari Emirtes. Namun, karena mempertimbangkan jam terbang dan juga transit - dimana saya lebih familiar dengan Airport Dubai yang akan membantu menghemat waktu transit pergantian pesawat, maka saya memutuskan membeli tiket Emirates saja walau lebih mahal 1 juta lebih dibanding Etihad.
Saya juga kemudian melakukan booking hotel di London, Amsterdam dan Madrid untuk melengkapi dokumen-dokumen yang dibutuhkan dalam pengurusan visa. Melalui www.kayak.com, www.bookpanorama.com, www.tripadvisor.com, www.agoda.com, www.hostelbookers.com, www.booking.com, www.easytobook.com dan banyak web penyedia hotel, saya mulai mencari informasi hotel dan hostel di ketiga kota tersebut. Setelah melakukan riset singkat terkait harga dan letak berbagai hotel di kota-kota tersebut, akhirnya saya memutuskan memesan kamar di Hotel Holiday Inn Express yang terletak di daerah Geenwich London, tepatnya di jalan Bugsby Way. Pertimbangannya adalah salah satu lokasi pick up point Expat Eplorer adalah di hotel tersebut, dengan demikian akses saya menjadi lebih mudah. Saya juga memilih menginap di hotel dan daerah tersebut karena ingin mengunjungi tugu GMT yang terletak di Taman Kota Greenwich yang telah saya riset beberapa bulan lalu. Setelah memutuskan memesan kamar di hotel tersebut, saya lalu melakukan komunikasi langsung melalui email dengan pihak hotel guna mendapatkan informasi alat transportasi dan rute yang harus saya lalui dari stasiun terdekat. Pihak hotel menginformasikan kepada saya untuk menggunakan Tube (kereta bawah tanah) lalu turun di stasiun North Greenwich. Dari stasiun saya menggunakan bus nomor 204 lalu turun di halte pertama setelah stasiun kereta. Dari halte tinggal berjalan kaki ke hotel yang terletak tidak jauh dari halte tersebut. Dengan informasi yang sangat jelas dan membantu tersebut, saya akhirnya memesan 1 kamar double bed non smoking with breakfast untuk 2 malam, yakni 21 dan 22 Agustus seharga 256 US Dollar atau sekitar 3.000.000 (tiga juta) rupiah alias 1.500.000 (satu juta lima ratus ribu) rupiah per malam. Dengan demikian saya punya 2 hari setengah menghabiskan waktu di London sebelum berangkat bersama Expat Explorer ke Paris pada tanggal 23 Agustus.
Untuk hotel di Amsterdam, saya baru melakukan pemesanan 1 minggu sebelum keberangkatan ke Eropa. Hal tersebut disebabkan keragu-raguan saya memutuskan lokasi dimana saya akan menginap di Amsterdam, apakah menginap di dekat airport atau menginap di tengah kota. Keragu-raguan tersebut berakibat fatal, karena hotel-hotel yang telah saya pelajari secara online seperti Ibis yang berlokasi di kawasan airport ataupun tengah kota telah penuh pada tanggal 2 September saat saya akan menginap untuk transit di Amsterdam menuju Barcelona. Akibat memesan kamar pada minggu terakhir sebelum berangkat, semua penuh, saya menjadi panik dan akhirnya memesan 1 kamar dengan 2 tempat tidur (twin share bed) di Hotel Dam Amsterdam. Saya memutuskan mengambil penginapan kelas hostel tersebut setelah membaca berbagai komentar tamu yang pernah menginap dan juga memperhitungkan jaraknya yang sangat dekat dengan Stasiun Kereta Amsterdam (Centraal Station) - tempat saya akan menumpang kereta ke Airport Schipool Amsterdam pada subuh hari tanggal 3 September ke Barcelona Spanyol. Karena tidak punya pilihan lain, akhirnya saya memesan kamar di hotel tersebut melalui www.HostelBookers.com, dimana harga 1 malam untuk twin share bed adalah 170 Euro atau sekitar 2.600.000 (dua juta enam ratus ribu) rupiah untuk 1 malam. Nah mahal banget khan alias tidak sesuai dengan berbagai informasi yang beredar bahwa menginap di penginapan kelas hostel di Eropa akan lebih murah daripada hotel. Dari jumlah 170 Euro tersebut, pihak HostelBooker langsung mengklaim pembayaran 10% dari kartu kredit yang digunakan sebagai jaminan pemesanannya kamar tersebut. Sisanya sebesar 153 Euro akan dibayarkan pada saat melapor (check in). Ternyata saat check in, harga yang dibayar jauh lebih tinggi dan kamar yang disediakan tidak sesuai dengan kamar yang saya pesan online yang merupakan pengalaman berharga untuk para pelancong lain jika memesan hostel agar jangan terlalu percaya pada berbagai komentar atau review online, karena standar kenyamanan masing-masing orang tentunya berbeda-beda saat menginap di penginapan kelas hostel. Detail kekecewaannya akan saya ceritakan di tulisan selanjutnya terkait Amsterdam.
Untuk penginapan di Madrid, saya memesan kamar di hotel yang pernah saya gunakan saat melancong ke kota Madrid di Bulan Oktober 2011 yakni Hotel Alhambra (www.alhambrasuites.com). Saya menemukan hotel tersebut secara online juga pada tahun 2011 saat mencari-cari lokasi dan penginapan di Madrid. Saat itu saya melakukan pesanan online melalui salah satu website online yag saya tidak ingat lagi. Saat check out di Bulan Oktober 2011, staf hotel memberikan kartu nama dan berpesan jika akan berkunjung ke Madrid lagi, silahkan pesan secara lansung melalui email (orang Spanyol memang selalu ramah dari pengalaman saya berkunjung 2 kali ke negara tersebut). Karena saya masih menyimpan kartu nama hotel, akhirnya saya mengirim email yang segera mendapatkan balasan dari staf hotel, bahwa pesanan saya terkonfirmasi untuk 3 malam, yakni tanggal 3 - 6 September dengan harga 95 Euro alias sekitar 1.450.000 (satu juta empat ratus lima puluh ribu) rupiah per malam, sudah termasuk sarapan untuk 2 orang. Harga tersebut jauh lebih murah dari harga per malam kamar Hostel Dam di Amsterdam. Saya senang dengan hotel bintang 3 ini karena lokasinya yang sangat dekat dengan stasiun Metro Puerta de Sol (SOL) yang adalah pusat kota Madrid. Hotelnya juga sangat nyaman dengan staf yang ramah dan kamar yang lumayan luas dan bersih dengan tema hitam putih.
Selain bukti pemesanan hotel, saya juga melengkapi dokumen pengurusan visa saya dengan bukti tiket pesawat dan kereta. Untuk Jakarta London, Madrid Jakarta telah tersedia tiket Emirates. Untuk perjalanan London, Paris dan kota-kota lainnya sampai dengan Amsterdam telah tersedia surat keterangan dari Expat Explorer. Untuk itu, saya masih harus melengkapi tiket perjalanan Amsterdam ke Barcelona dan Barcelona ke Madrid. Untuk perjalanan Amsterdam - Barcelona saya memutuskan menggunakan pesawat yang waktu tempuhnya lebih singkat dibandingkan menggunakan kereta, yakni 2 jam 10 menit. Berbagai pilihan maskapai tersedia untuk rute Amsterdam - Barcelona. Setelah meneliti beberapa maskapai dengan tawaran harga masing-masing, akhirnya saya memutuskan menggunakan pesawat Vueling Air yang merupakan salah satu maskapai tiket murah di Eropa. Tiket saya pesan online di www.vuelingair.com. Tiket sekali jalan dari Amsterdam ke Barcelona pada saat itu adalah 91 Euro atau sekitar 1.400.000 (satu juta empat ratus ribu) rupiah. Sedangkan untuk perjalanan Barcelona - Madrid dan Madrid - Cordoba PP, saya memilih menggunakan kereta cepat yang tiketnya saya pesan online di www.raileurope.com/asean. Tiket Barcelona Madrid adalah 110,7 Euro atau sekitar 1.700.000 (satu juta tujuh ratus ribu) rupiah. Melancong ke Cordoba saya lakukan dari Madrid. Karena itu, saya membeli tiket kereta PP Madrid Cordoba. Saya berangkat pagi hari jam 7.30 dari Madrid, lalu kembali pada malam hari jam 8.30. Tiket kereta PP untuk perjalanan ini seharga 95,45 Euro atau sekitar 1.450.000 (satu juta empat ratus lima puluh ribu) rupiah.
BERSAMBUNG
Sabtu, 16 November 2013
JALAN-JALAN KE EROPA BARAT: Keputusan Melancong Sendiri Atau Menggunakan Tour.
Untuk memperhitungkan kebutuhan biaya perjalanan, maka saya mulai mencari informasi urusan tiket, hotel dan visa. Visa harus diurus di dua kedutaan, yakni Kedutaan Inggris untuk masuk ke London dan visa Schengen di kedutaan salah satu negara Uni Eropa. Untuk visa Schengen, saya memiliki dua pilihan yakni ke Kedutaan Italia atau Spanyol sebagai negara yang telah pernah saya kunjungi di tahun 2011. Pertimbangannya adalah bahwa karena saya telah pernah berkunjung ke negara-negara tersebut, maka pengurusan visanya akan lebih mudah daripada ke negara yang belum pernah saya kunjungi. Setelah meneliti semua persayaratan, termasuk biaya pengurusan visa, akhirnya saya memutuskan mengurus visa ke Kedutaan Italia karena biayanya lebih murah dibandingkan ke Kedutaan Spanyol.
Pengurusan visa dapat dilakukan dengan dua cara, yakni melalui agen perjalanan atau mengurus sendiri. Pengurusan melalui agen perjalanan akan lebih mahal, karena harus membayar jasa agen perjalanan tersebut. Namun tentunya akan lebih mudah dalam memenuhi semua persyaratan yang diminta pihak kedutaan. Untuk itu, saya terlebih dahulu mendatangi beberapa agen perjalanan seperti Dwidaya Tour, Anta Tour dan Bayu Buana untuk menanyakan persyaratan dan biaya-biayanya. Saya lalu membandingkan biaya pengurusan dari ketiga agen perjalanan tersebut yang satu sama lain besarnya berbeda-beda untuk pengurusan visa ke negara yang sama. Selain itu, saya juga mencari infomasi online ke website kedutaan Italia dan Inggris untuk mengetahui persyaratan dan biaya yang dibutuhkan dalam pengurusan visa tersebut. Setelah memperhitungkan dan mempertimbangkan semua informasi yang terkumpul, saya akhirnya memutuskan untuk mengurus sendiri visa ke Kedutaan Inggris dan Italia. Untuk itu, saya terlebih dahulu melengkapi semua persyaratan yang diminta - yang pada dasarnya sama untuk kedua kedutaan tersebut, yakni :
- Surat keterangan kerja dari kantor. Dalam surat tersebut harus tercantum, posisi / jabatan serta periode kerja dari bulan / tahun berapa sampai dengan berapa.
- Copy buku tabungan aktif selama 3 bulan dengan minimal tabungan 50 juta rupiah
- Surat keterangan dari bank tempat menabung yang menyatakan saya adalah nasabah bank tersebut yang memiliki tabungan dengan nomor ... dan telah menjadi nasabah sejak tahun...
- Rekening koran tabungan / copy print out buku tabungan 3 bulan terakhir untuk membuktikan bahwa rekening tersebut aktif digunakan
- Copy bukti reservasi hotel
- Copy bukti tiket pesawat dan kereta - jika menggunakan kereta antar negara di Eropa
- Passport yang masih aktif minimal selama 6 bulan ke depan
- Surat asuransi perjalanan - yang besar asuransinya sesuai dengan lama waktu kunjungan. Makin lama waktu kunjungan, biaya asuransinya juga makin besar. Surat ini dapat dibeli di agen-agen perjalanan
- Copy Kartu Keluarga
- Pas foto terbaru ukuran 3 x 4cm dengan latar belakang putih - ada petunjuk khusus di website tentang ini.
- Formulir aplikasi visa yang telah diisi lengkap dan ditandatangani. Formulir aplikasi Kedutaan Italia diunduh dari website lalu diisi dan diserahkan bersama persyaratan lainnya. Untuk Kedutaan Inggris, formulir aplikasi diisi online sampai selesai. Pada saat selesai, akan ada instruksi untuk print out aplikasi tersebut guna dibawa pada saat penyerahan aplikasi dan semua persyaratan lainnya.
Setelah mendapatkan persyaratan tersebut, saya mulai sibuk mengumpulkan satu demi satu dokumen yang dibutuhkan. Urusan tabungan sangat krusial karena ketersediaan dana di tabungan belum sampai 50 juta sebagai batas minimal yang sekaligus dapat meyakinkan pihak kedutaan untuk menyetujui aplikasi visa. Urusan surat keterangan kantor sangat mudah, karena kantor telah terbiasa memberikan surat keterangan bagi staf yang melakukan perjalanan dinas ke luar negeri. Setelah memikirkan bagaimana mempercepat jumlah tabungan agar segera dapat memenuhi persyaratan, saya melakukan penghematan belanja bulanan dan juga menjajaki peminjaman dana tunai tanpa bunga ke penyedia kartu kredit yang saya gunakan.
Pendek cerita, syarat jumlah dana yang dibutuhkan telah terpenuhi. Namun, saya tidak buru-buru mengajukan aplikasi, karena selain persyaratan lain yang juga penting seperti tiket pesawat, kereta dan reservasi hotel belum tersedia, jika tabungan yang telah memenuhi syarat tersebut tidak aktif, justru akan menimbulkan kecurigaan petugas yang memeriksa copy buku tabungan pada saat aplikasi diajukan. Sudah menjadi cerita umum, bahwa banyak orang memenuhi persyaratan tersebut dengan cara meminjam duit salah satu anggota keluarga atau teman yang ditransfer ke tabungannya, kemudian pemegang rekening mengurus surat keterangan dan rekening koran untuk membuktikan ketersediaan dana, lalu dana yang dipinjam ditransfer balik ke rekening pemberi pinjaman - yang mana sering menimbulkan kecurigaan petugas pengurusan visa sehingga visa yang seharusnya diperoleh dalam periode waktu 10 hari bisa menjadi berbulan-bulan atau bahkan lebih buruk lagi ditolak. Karena itu saya tidak terburu-buru mengajukan aplikasi visa karena selain masih mengurus tiket dan reservasi hotel, tanggal melancong pun masih 3 bulan yang akan datang, yakni pada minggu ketiga Agustus sampai dengan minggu kedua September. Pada periode tersebut, saya pun mulai mencari tiket dan reservasi hotel.
Untuk urusan tiket pesawat, saya mencarinya melalui beberapa website, yakni www.kayak.com untuk perjalanan Jakarta - London - Madrid - Jakarta. Melalui website tersebut, langsung ada penyaringan dari harga termurah sampai dengan harga termahal. Namun ada masalah karena tidak semua maskapai dengan tiket termurah melayani rute yang saya inginkan. Saat pencarian dilakukan, muncul dua kandidat maskapai, yakni China Airlines dan Philippine Airlines sebagai yang termurah dengan rute Jakarta London PP. Hal ini tidak menguntungkan bagi saya, karena jika memutuskan menggunakan salah satu dari kedua maskapai tersebut, maka perjalanan saya harus pergi dan pulang dari London. Padahal saya ingin pergi ke London, Inggris dan baliknya dari Madrid, Spanyol. Jika akan tetap menggunakan salah satu maskapai tersebut, maka saya terpaksa hanya bisa membeli tiket sekali jalan, lalu balik ke Jakarta dari Madrid harus membeli tiket maskapai lain yang memiliki rute Madrid - Jakarta. Masalah kedua, dari segi harga, kedua maskapai tersebut menawarkan harga termurah dibanding maskapai lainnya. Namun, waktu tempuhnya lebih lama. Contoh jika menggunakan Emirates atau Etihad, waktu tempuh Jakarta - London adalah 16 dan 17 jam, sedangkan jika menggunakan China Airlines atau Philippine Airlines, waktu tempuhnya 36 dan 21 jam. Dengan harga tiket lebih mahal dengan waktu tempuh 18 jam 36 menit, pilihan ketiga adalah Malaysia Airlines.
Dalam masa pencarian tiket ini, secara kebetulan saya menemukan link suatu penyedia jasa tour Eropa bernama expatexplore (www.expatexplorer.com) yang menawarkan beberapa paket perjalanan ke kota-kota di Eropa dan Timur Tengah. Saya kemudian mempelajari paket-paket yang ditawarkan lalu membandingkannya dengan tempat-tempat wisata dan kota-kota yang akan saya kunjungi. Karena tertarik, saya lalu memutuskan mengontak agen perjalanan tersebut yang beralamat di London. Oleh karena secara fisik, agen perjalanan yang menawarkan tour tersebut tidak bisa dikunjungi secara langsung, maka saya melakukan komunikasi intensif dengan pihak Expat Explorer. Saya juga mencari informasi pembanding melalui google dan facebook untuk memastikan bahwa agen dan paket yang ditawarkan bukanlah suatu penipuan.
Dalam masa komunikasi tersebut yang berlangsung selama 3 minggu, saya juga mulai menghitung semua biaya yang akan saya keluarkan jika saya melakukan perjalanan sendiri tanpa tour. Tentu saja pilihan perjalanan sendiri atau bersama tour akan ada konsekuensi-konsekuensinya. Perjalanan sendiri akan memiliki keasyikan tersendiri karena bisa bebas mengatur waktu dan tempat yang akan dikunjungi. Jika melakunnya bersama tour, maka kebebasan waktu dan tempat sepertinya tidak diperoleh. Setelah berkomunikasi intensif dengan pihak expatexplorer, termasuk pembiayaan, hotel, tempat wisata, kota-kota yang akan dikunjungi yang saya bandingkan dengan perhitungan jika saya melakukannya sendiri, akhirnya saya memutuskan untuk mengabungkan antara melancong sendiri di beberapa kota dan mengikuti tour dari Inggris ke beberapa kota lain. Pertimbangannya adalah dengan mengikuti tour, maka saya tidak akan kehabisan waktu saat tiba di suatu kota untuk urusan hotel dan transportasi. Pengalaman pertama saya saat ke Italia dan Spanyol adalah waktu habis untuk mencari transportasi, termasuk ke stasiun kereta (Metro) dan juga mencari alamat hotel yang telah dipesan online. Dengan mengunjungi belasan kota sekaligus, dapatlah dibayangkan waktu yang harus saya habiskan untuk mendapatkan transportasi yang sesuai dan hotel yang telah saya pesan di kota-kota yang saya kunjungi.
Setelah mempelajari berbagai paket yang ditawarkan, akhirnya saya memutuskan mengambil salah satu paket. Namun karena paket tersebut tidak melewati beberapa kota di Inggris dan Spanyol yang saya rencanakan untuk kunjungi, akhirnya saya memutuskan menggabungkan keduanya yakni melancong menggunakan jasa tour ke Perancis, Swiss, Italia, Vatikan, Jerman dan Belanda. Sedangkan melancong ke Inggris (London) dan Spanyol saya lakukan dan urus sendiri. Karena saya telah pernah melancong ke Madrid, Sevilla dan Granada pada tahun 2011, maka saya cukup percaya diri mengurus dan melancong sendiri ke Barcelona, Cordoba dan Madrid di Spanyol serta London di Inggris. Dengan demikian, saya akan memiliki dua pengalaman berbeda dalam perjalanan kali ini. Melancong menggunakan tour dari Eropa tentunya akan mempertemuakan saya dengan orang-orang lain dari berbagi negara yang bersama sama melakukan perjalanan tersebut.
Pengurusan visa dapat dilakukan dengan dua cara, yakni melalui agen perjalanan atau mengurus sendiri. Pengurusan melalui agen perjalanan akan lebih mahal, karena harus membayar jasa agen perjalanan tersebut. Namun tentunya akan lebih mudah dalam memenuhi semua persyaratan yang diminta pihak kedutaan. Untuk itu, saya terlebih dahulu mendatangi beberapa agen perjalanan seperti Dwidaya Tour, Anta Tour dan Bayu Buana untuk menanyakan persyaratan dan biaya-biayanya. Saya lalu membandingkan biaya pengurusan dari ketiga agen perjalanan tersebut yang satu sama lain besarnya berbeda-beda untuk pengurusan visa ke negara yang sama. Selain itu, saya juga mencari infomasi online ke website kedutaan Italia dan Inggris untuk mengetahui persyaratan dan biaya yang dibutuhkan dalam pengurusan visa tersebut. Setelah memperhitungkan dan mempertimbangkan semua informasi yang terkumpul, saya akhirnya memutuskan untuk mengurus sendiri visa ke Kedutaan Inggris dan Italia. Untuk itu, saya terlebih dahulu melengkapi semua persyaratan yang diminta - yang pada dasarnya sama untuk kedua kedutaan tersebut, yakni :
- Surat keterangan kerja dari kantor. Dalam surat tersebut harus tercantum, posisi / jabatan serta periode kerja dari bulan / tahun berapa sampai dengan berapa.
- Copy buku tabungan aktif selama 3 bulan dengan minimal tabungan 50 juta rupiah
- Surat keterangan dari bank tempat menabung yang menyatakan saya adalah nasabah bank tersebut yang memiliki tabungan dengan nomor ... dan telah menjadi nasabah sejak tahun...
- Rekening koran tabungan / copy print out buku tabungan 3 bulan terakhir untuk membuktikan bahwa rekening tersebut aktif digunakan
- Copy bukti reservasi hotel
- Copy bukti tiket pesawat dan kereta - jika menggunakan kereta antar negara di Eropa
- Passport yang masih aktif minimal selama 6 bulan ke depan
- Surat asuransi perjalanan - yang besar asuransinya sesuai dengan lama waktu kunjungan. Makin lama waktu kunjungan, biaya asuransinya juga makin besar. Surat ini dapat dibeli di agen-agen perjalanan
- Copy Kartu Keluarga
- Pas foto terbaru ukuran 3 x 4cm dengan latar belakang putih - ada petunjuk khusus di website tentang ini.
- Formulir aplikasi visa yang telah diisi lengkap dan ditandatangani. Formulir aplikasi Kedutaan Italia diunduh dari website lalu diisi dan diserahkan bersama persyaratan lainnya. Untuk Kedutaan Inggris, formulir aplikasi diisi online sampai selesai. Pada saat selesai, akan ada instruksi untuk print out aplikasi tersebut guna dibawa pada saat penyerahan aplikasi dan semua persyaratan lainnya.
Setelah mendapatkan persyaratan tersebut, saya mulai sibuk mengumpulkan satu demi satu dokumen yang dibutuhkan. Urusan tabungan sangat krusial karena ketersediaan dana di tabungan belum sampai 50 juta sebagai batas minimal yang sekaligus dapat meyakinkan pihak kedutaan untuk menyetujui aplikasi visa. Urusan surat keterangan kantor sangat mudah, karena kantor telah terbiasa memberikan surat keterangan bagi staf yang melakukan perjalanan dinas ke luar negeri. Setelah memikirkan bagaimana mempercepat jumlah tabungan agar segera dapat memenuhi persyaratan, saya melakukan penghematan belanja bulanan dan juga menjajaki peminjaman dana tunai tanpa bunga ke penyedia kartu kredit yang saya gunakan.
Pendek cerita, syarat jumlah dana yang dibutuhkan telah terpenuhi. Namun, saya tidak buru-buru mengajukan aplikasi, karena selain persyaratan lain yang juga penting seperti tiket pesawat, kereta dan reservasi hotel belum tersedia, jika tabungan yang telah memenuhi syarat tersebut tidak aktif, justru akan menimbulkan kecurigaan petugas yang memeriksa copy buku tabungan pada saat aplikasi diajukan. Sudah menjadi cerita umum, bahwa banyak orang memenuhi persyaratan tersebut dengan cara meminjam duit salah satu anggota keluarga atau teman yang ditransfer ke tabungannya, kemudian pemegang rekening mengurus surat keterangan dan rekening koran untuk membuktikan ketersediaan dana, lalu dana yang dipinjam ditransfer balik ke rekening pemberi pinjaman - yang mana sering menimbulkan kecurigaan petugas pengurusan visa sehingga visa yang seharusnya diperoleh dalam periode waktu 10 hari bisa menjadi berbulan-bulan atau bahkan lebih buruk lagi ditolak. Karena itu saya tidak terburu-buru mengajukan aplikasi visa karena selain masih mengurus tiket dan reservasi hotel, tanggal melancong pun masih 3 bulan yang akan datang, yakni pada minggu ketiga Agustus sampai dengan minggu kedua September. Pada periode tersebut, saya pun mulai mencari tiket dan reservasi hotel.
Untuk urusan tiket pesawat, saya mencarinya melalui beberapa website, yakni www.kayak.com untuk perjalanan Jakarta - London - Madrid - Jakarta. Melalui website tersebut, langsung ada penyaringan dari harga termurah sampai dengan harga termahal. Namun ada masalah karena tidak semua maskapai dengan tiket termurah melayani rute yang saya inginkan. Saat pencarian dilakukan, muncul dua kandidat maskapai, yakni China Airlines dan Philippine Airlines sebagai yang termurah dengan rute Jakarta London PP. Hal ini tidak menguntungkan bagi saya, karena jika memutuskan menggunakan salah satu dari kedua maskapai tersebut, maka perjalanan saya harus pergi dan pulang dari London. Padahal saya ingin pergi ke London, Inggris dan baliknya dari Madrid, Spanyol. Jika akan tetap menggunakan salah satu maskapai tersebut, maka saya terpaksa hanya bisa membeli tiket sekali jalan, lalu balik ke Jakarta dari Madrid harus membeli tiket maskapai lain yang memiliki rute Madrid - Jakarta. Masalah kedua, dari segi harga, kedua maskapai tersebut menawarkan harga termurah dibanding maskapai lainnya. Namun, waktu tempuhnya lebih lama. Contoh jika menggunakan Emirates atau Etihad, waktu tempuh Jakarta - London adalah 16 dan 17 jam, sedangkan jika menggunakan China Airlines atau Philippine Airlines, waktu tempuhnya 36 dan 21 jam. Dengan harga tiket lebih mahal dengan waktu tempuh 18 jam 36 menit, pilihan ketiga adalah Malaysia Airlines.
Dalam masa pencarian tiket ini, secara kebetulan saya menemukan link suatu penyedia jasa tour Eropa bernama expatexplore (www.expatexplorer.com) yang menawarkan beberapa paket perjalanan ke kota-kota di Eropa dan Timur Tengah. Saya kemudian mempelajari paket-paket yang ditawarkan lalu membandingkannya dengan tempat-tempat wisata dan kota-kota yang akan saya kunjungi. Karena tertarik, saya lalu memutuskan mengontak agen perjalanan tersebut yang beralamat di London. Oleh karena secara fisik, agen perjalanan yang menawarkan tour tersebut tidak bisa dikunjungi secara langsung, maka saya melakukan komunikasi intensif dengan pihak Expat Explorer. Saya juga mencari informasi pembanding melalui google dan facebook untuk memastikan bahwa agen dan paket yang ditawarkan bukanlah suatu penipuan.
Dalam masa komunikasi tersebut yang berlangsung selama 3 minggu, saya juga mulai menghitung semua biaya yang akan saya keluarkan jika saya melakukan perjalanan sendiri tanpa tour. Tentu saja pilihan perjalanan sendiri atau bersama tour akan ada konsekuensi-konsekuensinya. Perjalanan sendiri akan memiliki keasyikan tersendiri karena bisa bebas mengatur waktu dan tempat yang akan dikunjungi. Jika melakunnya bersama tour, maka kebebasan waktu dan tempat sepertinya tidak diperoleh. Setelah berkomunikasi intensif dengan pihak expatexplorer, termasuk pembiayaan, hotel, tempat wisata, kota-kota yang akan dikunjungi yang saya bandingkan dengan perhitungan jika saya melakukannya sendiri, akhirnya saya memutuskan untuk mengabungkan antara melancong sendiri di beberapa kota dan mengikuti tour dari Inggris ke beberapa kota lain. Pertimbangannya adalah dengan mengikuti tour, maka saya tidak akan kehabisan waktu saat tiba di suatu kota untuk urusan hotel dan transportasi. Pengalaman pertama saya saat ke Italia dan Spanyol adalah waktu habis untuk mencari transportasi, termasuk ke stasiun kereta (Metro) dan juga mencari alamat hotel yang telah dipesan online. Dengan mengunjungi belasan kota sekaligus, dapatlah dibayangkan waktu yang harus saya habiskan untuk mendapatkan transportasi yang sesuai dan hotel yang telah saya pesan di kota-kota yang saya kunjungi.
Setelah mempelajari berbagai paket yang ditawarkan, akhirnya saya memutuskan mengambil salah satu paket. Namun karena paket tersebut tidak melewati beberapa kota di Inggris dan Spanyol yang saya rencanakan untuk kunjungi, akhirnya saya memutuskan menggabungkan keduanya yakni melancong menggunakan jasa tour ke Perancis, Swiss, Italia, Vatikan, Jerman dan Belanda. Sedangkan melancong ke Inggris (London) dan Spanyol saya lakukan dan urus sendiri. Karena saya telah pernah melancong ke Madrid, Sevilla dan Granada pada tahun 2011, maka saya cukup percaya diri mengurus dan melancong sendiri ke Barcelona, Cordoba dan Madrid di Spanyol serta London di Inggris. Dengan demikian, saya akan memiliki dua pengalaman berbeda dalam perjalanan kali ini. Melancong menggunakan tour dari Eropa tentunya akan mempertemuakan saya dengan orang-orang lain dari berbagi negara yang bersama sama melakukan perjalanan tersebut.
Kamis, 14 November 2013
JALAN-JALAN KE EROPA BARAT: London (Inggris), Paris Perancis), Jungfrau, Interlaken dan Wilderswil (Swiss), Pisa, Florence, Roma dan Venice (Italia), Vatikan (Vatikan), Munich dan Boppard (Jerman), Schaans, Vollendam dan Amsterdam (Belanda), Barcelona, Madrid dan Cordoba (Spanyol)
Tulisan Pertama : RISET KOTA-KOTA YANG AKAN DIKUNJUNGI
Sejak kecil saya sangat suka pelajaran sejarah, terutama sejarah kerajaan-kerajaan di berbagai belahan dunia, Indonesia tentunya merupakan bagian dari kesukaan tersebut. Sebutlah Kerajaan Samudera Pasai, Sriwijaya, Majapahit dan seterusnya. Kesukaan tersebut berkembang juga ke arsitektur bangunan candi, gereja, katedral, masjid, istana dan lainya yang dibangun bersama perjalanan kerajaan-kerajaan tersebut. Kesukaan tersebut terus berkembang menjadi obsesi untuk melihat langsung berbagai arsitektur bangunan yang diwariskan dalam perjalanan sejarah. Obsesi tersebut semakin kuat saat telah bekerja dan memiliki duit sendiri untuk nonton film ataupun membeli dan membaca berbagai buku berbentuk novel yang memiliki setting sejarah.
Pada tahun 2011 saya berkesempatan berkunjung ke Italia pada bulan Juni dan Spanyol pada bulan Oktober untuk urusan pekerjaan. Oleh karena aturan kantor memungkinkan untuk memperpanjang waktu kunjungan dengan biaya sendiri, maka saya memutuskan mengambil cuti dan memperpanjang waktu kunjungan saya di Roma, Sevilla, Granada dan Madrid. Perjalanan tersebut membuat saya jatuh cinta pada kota-kota Eropa yang memiliki sejumlah warisan bersejarah yang masih sangat terpelihara dengan baik. Kondisi yang sangat bertolak belakang dengan Indonesia - yang cenderung menghancurkan dan mengganti bangunan-bangunan bersejarah dengan perkantoran, pusat perbelanjaan maupun perumahan.
Sejak kunjungan ke Italia dan Spanyol tersebut, saya semakin terobsesi untuk mengunjungi kota-kota lain di Eropa. Rencana kunjungan pun tersusun di kepala. Namun, tentunya dana harus tersedia cukup karena saya merencanakan untuk mengunjungi sebanyak mungkin kota dan tempat saat mendapatkan cuti kantor. Untuk itu, selain menabung setiap bulan, saya mulai melakukan riset terhadap kota-kota di Eropa yang akan saya kunjungi. Pertanyaannya kemudian, mengapa kota yang dikunjungi? mengapa bukan desa atau pantai atau wilayah-wilayah pegunungan yang sangat disukai oleh pelancong lainnya. Saya lebih suka mengunjuni kota-kota Eropa dengan pertimbangan facilitas transportasi dan penginapan yang mudah diakses dan digunakan serta kebanyakan warisan bangunan seperti katedral, puri, benteng dan istana terletak di kota-kota Eropa saat ini. Sebutlah misalnya Colosseum di Roma yang merupakan tempat pertandingan Gladiator pada masanya - terletak di kota. Demikian juga seperti Roman Forum, Air Mancur Trevi - semuanya terletak di Kota Roma. Akses ke tempat-tempat wisata tersebut juga sangat mudah menggunakan bus ataupun kereta (Metro) - tentunya dengan harga murah untuk ukuran Eropa, namun mahal untuk ukuran Indonesia.
Karena ingin mengunjungi Eropa lagi, terutama kota-kota di wilayah Eropa Barat, maka saya mulai menabung sejak tahun 2012. Saya juga melakukan riset online terhadap obyek-obyek wisata, sarana transportasi udara, darat dan laut, cara menggunakan alat-alat transportasi tersebut, rute dan waktu tempuh dari hotel ke tempat-tempat wisata, fasilitas pendukung lain yang untuk tujuan tersebut. Iklim dan perubahannya di kota-kota yang akan dikunjungi juga saya pelajari dari informasi online. Semuanya saya lakukan dalam waktu 4 bulan karena saya cicil di akhir pekan atau malam hari. Kadang riset malam hari di rumah saya lakukan hingga subuh, apalagi saat menemukan informasi menarik yang memiliki tautan (link) ke berbagai website lain. Informasi tersebut langsung saya cari dan pelajari sehingga tidak hilang karena lupa di esok hari. Namun, kadang kala fisik tidak mendukung untuk meneruskan pencarian informasi di tautan yang diperoleh. Untuk itu, tautan tersebut saya catat dan mulai akses pada riset hari berikutnya. Dari riset obyek-obyek wisata dan fasilitas pendukung untuk turis di berbagai kota di Eropa Barat, akhirnya saya memutuskan untuk mengunjungi London (Inggris), Paris (Perancis), Jungfrau (Swiss), Roma, Pisa dan Venice (Italia) dan Vatikan serta Amsterdam (Belanda) dan Madrid, Cordoba serta Barcelona (Spanyol). Selain mempelajari informasi yang tersedia di web kota-kota atau obyek-obyek wisata di kota-kota tersebut, saya juga mempelajari informasi yang tersedia di wikipedia yang cukup lengkap. Saya juga mengunduh berbagai aplikasi perjalanan berbayar maupun gratis yang tersedia di Aple - termasuk peta-peta digital untuk mulai memperhitungkan jarak dan kebutuhan waktu di setiap kota yang akan dikunjungi.
Dalam pelaksanaannya ternyata saya melancong ke 18 kota di 8 negara alias lebih banyak dari rencana. Kota dan negara yang saya kunjungi pada Bulan Agustus sampai dengan September 2013 tersebut terdiri dari London (Inggris), Paris (Perancis), Jungfrau, Interlaken dan Wilderswil (Swiss), Pisa, Florence, Roma dan Venice (Italia) serta Vatikan, lalu Munich dan Boppard (Jerman), Schaans, Vollendam dan Amsterdam (Belanda), Barcelona, Madrid dan Cordoba (Spanyol).
Setelah memtuskan tempat-tempat wisata di kota-kota yang akan saya kunjungi, saya melakukan analisis cara mengunjungi kota-kota tersebut dan memperhitungkan kebutuhan biaya yang terdiri dari transportasi, akomodasi, konsumsi, tiket masuk, souvenirs dan oleh-oleh. Oleh-oleh merupakan bagian dari budaya bangsa Indonesia. Karena itu, jika mengunjungi suatu tempat tanpa membawa oleh-oleh untuk orang-orang terdekat, suatu perjalanan terasa tak bermakna.
BERSAMBUNG
Sejak kecil saya sangat suka pelajaran sejarah, terutama sejarah kerajaan-kerajaan di berbagai belahan dunia, Indonesia tentunya merupakan bagian dari kesukaan tersebut. Sebutlah Kerajaan Samudera Pasai, Sriwijaya, Majapahit dan seterusnya. Kesukaan tersebut berkembang juga ke arsitektur bangunan candi, gereja, katedral, masjid, istana dan lainya yang dibangun bersama perjalanan kerajaan-kerajaan tersebut. Kesukaan tersebut terus berkembang menjadi obsesi untuk melihat langsung berbagai arsitektur bangunan yang diwariskan dalam perjalanan sejarah. Obsesi tersebut semakin kuat saat telah bekerja dan memiliki duit sendiri untuk nonton film ataupun membeli dan membaca berbagai buku berbentuk novel yang memiliki setting sejarah.
Pada tahun 2011 saya berkesempatan berkunjung ke Italia pada bulan Juni dan Spanyol pada bulan Oktober untuk urusan pekerjaan. Oleh karena aturan kantor memungkinkan untuk memperpanjang waktu kunjungan dengan biaya sendiri, maka saya memutuskan mengambil cuti dan memperpanjang waktu kunjungan saya di Roma, Sevilla, Granada dan Madrid. Perjalanan tersebut membuat saya jatuh cinta pada kota-kota Eropa yang memiliki sejumlah warisan bersejarah yang masih sangat terpelihara dengan baik. Kondisi yang sangat bertolak belakang dengan Indonesia - yang cenderung menghancurkan dan mengganti bangunan-bangunan bersejarah dengan perkantoran, pusat perbelanjaan maupun perumahan.
Sejak kunjungan ke Italia dan Spanyol tersebut, saya semakin terobsesi untuk mengunjungi kota-kota lain di Eropa. Rencana kunjungan pun tersusun di kepala. Namun, tentunya dana harus tersedia cukup karena saya merencanakan untuk mengunjungi sebanyak mungkin kota dan tempat saat mendapatkan cuti kantor. Untuk itu, selain menabung setiap bulan, saya mulai melakukan riset terhadap kota-kota di Eropa yang akan saya kunjungi. Pertanyaannya kemudian, mengapa kota yang dikunjungi? mengapa bukan desa atau pantai atau wilayah-wilayah pegunungan yang sangat disukai oleh pelancong lainnya. Saya lebih suka mengunjuni kota-kota Eropa dengan pertimbangan facilitas transportasi dan penginapan yang mudah diakses dan digunakan serta kebanyakan warisan bangunan seperti katedral, puri, benteng dan istana terletak di kota-kota Eropa saat ini. Sebutlah misalnya Colosseum di Roma yang merupakan tempat pertandingan Gladiator pada masanya - terletak di kota. Demikian juga seperti Roman Forum, Air Mancur Trevi - semuanya terletak di Kota Roma. Akses ke tempat-tempat wisata tersebut juga sangat mudah menggunakan bus ataupun kereta (Metro) - tentunya dengan harga murah untuk ukuran Eropa, namun mahal untuk ukuran Indonesia.
Karena ingin mengunjungi Eropa lagi, terutama kota-kota di wilayah Eropa Barat, maka saya mulai menabung sejak tahun 2012. Saya juga melakukan riset online terhadap obyek-obyek wisata, sarana transportasi udara, darat dan laut, cara menggunakan alat-alat transportasi tersebut, rute dan waktu tempuh dari hotel ke tempat-tempat wisata, fasilitas pendukung lain yang untuk tujuan tersebut. Iklim dan perubahannya di kota-kota yang akan dikunjungi juga saya pelajari dari informasi online. Semuanya saya lakukan dalam waktu 4 bulan karena saya cicil di akhir pekan atau malam hari. Kadang riset malam hari di rumah saya lakukan hingga subuh, apalagi saat menemukan informasi menarik yang memiliki tautan (link) ke berbagai website lain. Informasi tersebut langsung saya cari dan pelajari sehingga tidak hilang karena lupa di esok hari. Namun, kadang kala fisik tidak mendukung untuk meneruskan pencarian informasi di tautan yang diperoleh. Untuk itu, tautan tersebut saya catat dan mulai akses pada riset hari berikutnya. Dari riset obyek-obyek wisata dan fasilitas pendukung untuk turis di berbagai kota di Eropa Barat, akhirnya saya memutuskan untuk mengunjungi London (Inggris), Paris (Perancis), Jungfrau (Swiss), Roma, Pisa dan Venice (Italia) dan Vatikan serta Amsterdam (Belanda) dan Madrid, Cordoba serta Barcelona (Spanyol). Selain mempelajari informasi yang tersedia di web kota-kota atau obyek-obyek wisata di kota-kota tersebut, saya juga mempelajari informasi yang tersedia di wikipedia yang cukup lengkap. Saya juga mengunduh berbagai aplikasi perjalanan berbayar maupun gratis yang tersedia di Aple - termasuk peta-peta digital untuk mulai memperhitungkan jarak dan kebutuhan waktu di setiap kota yang akan dikunjungi.
Dalam pelaksanaannya ternyata saya melancong ke 18 kota di 8 negara alias lebih banyak dari rencana. Kota dan negara yang saya kunjungi pada Bulan Agustus sampai dengan September 2013 tersebut terdiri dari London (Inggris), Paris (Perancis), Jungfrau, Interlaken dan Wilderswil (Swiss), Pisa, Florence, Roma dan Venice (Italia) serta Vatikan, lalu Munich dan Boppard (Jerman), Schaans, Vollendam dan Amsterdam (Belanda), Barcelona, Madrid dan Cordoba (Spanyol).
Setelah memtuskan tempat-tempat wisata di kota-kota yang akan saya kunjungi, saya melakukan analisis cara mengunjungi kota-kota tersebut dan memperhitungkan kebutuhan biaya yang terdiri dari transportasi, akomodasi, konsumsi, tiket masuk, souvenirs dan oleh-oleh. Oleh-oleh merupakan bagian dari budaya bangsa Indonesia. Karena itu, jika mengunjungi suatu tempat tanpa membawa oleh-oleh untuk orang-orang terdekat, suatu perjalanan terasa tak bermakna.
BERSAMBUNG
Sabtu, 26 Januari 2013
KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK MENUJU TATA KELOLA INDONESIA YANG BERSIH DAN BAIK
Informasi publik merupakan bagian tidak terpisahkan dari kehidupan demoktratisasi penyelenggaraan pemerintahan dan Negara dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Keterbukaan informasi publik dari lembaga-lembaga publik memberikan akses kepada masyarakat untuk ikut terlibat dalam penyelenggaraan pemerintahan dan Negara, terutama layanan publik yang menyangkut hayat hidup orang banyak, terutama mereka yang miskin dan terpinggirkan. Keterbukaan informasi publik merupakan salah satu indikator kehadiran Negara demokratis yang memberikan akses kepada semua pihak untuk terlibat dalam penyelenggaraan pemerintahan dan Negara – yang mana momentum tersebut untuk Indonesia telah dimulai dengan bergulirnya reformasi tahun 1997–1999. Momentum sosial politik tersebut mendapatkan pengesahan legal melalui pemberlakukan Undang-undang (UU) Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Melalui UU tersebut, badan-badan publik memiliki kewajiban menyediakan informasi bagi publik, baik diminta maupun tidak sedangkan publik memiliki hak untuk mengakses informasi yang dibutuhkan dan diizinkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pemberlakukan UU tersebut melengkapi berbagai peraturan perundang-undangan yang diberlakukan, antara lain UU, 28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan UU 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia – untuk mendukung dan menegakan penerapan demokratisasi penyelengaraan pemerintahan dan Negara seiring dengan menguatkan pengarusutamaan penerapan nilai dan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih (good and clean governance) yang mengikutsertakan akuntabiliti dan partisipasi dalam penyelenggaraan Negara dan pemerintahan, termasuk dalam hal pelayanan publik. Melalui UU tersebut, masyarakat memiliki basis hukum untuk mengakses informasi yang dibutuhkan dari lembaga-lembaga publik . Gani Bazar, dalam Kompasiana menulis”good governance pastilah bercirikan; adanya keterlibatan masyarakat dalam membuat suatu kebijakan publik, penegakan hukum yang adil tanpa pilih kasih, transparansi yaitu membangun atas dasar kebebasan memperoleh informasi,reponsiveness dimana lembaga-lembaga publik harus cepat dan tanggap dalam melayani kepentingan masyarakat dan berorientasi kepada kepentingan masyarakat, equity berarti setiap masyarakat mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh kesejahteraan dan keadilan,efficiency dan effectiveness dimana pengelolaan sumber daya publik dilakukan secara berdaya guna dan berhasilguna, accountability bertanggung jawab kepada pihak atas setiap kegiatan yang telah dilakukan, memiliki visi yang jauh kedepan untuk menjangkau kenerja yang baik”.
Dalam suatu slide presentasi yang dimuat pada laman http://informasipublik.jogjaprov.go.id dikemukakan bahwa keterbukaan informasi merupakan “bagian dari hak azasi, syarat utama untuk pemberantasan korupsi, keharusan dalam paham pemerintahan terbuka (open government)”. Sebagaimana diketahui bersama bahwa korupsi merupakan salah satu masalah besar bangsa ini yang perlu diselesaikan secara sosial, politik dan juga hukum. Berbagai upaya pelamahan keberadaan KPK yang berseberangan dengan menguatnya dukungan publik terhadap lembaga tersebut dari berbagai lapisan masyarakat, seperti para tokoh agama, akademisi, praktisi hingga para tukang bakso dan kuli bangunan yang mendonasikan natura bagi pembangunan gedung KPK mengindikasikan kuatnya dukungan publik terhadap upaya pemberantasan korupsi yang dimotori KPK.
Korupsi merupakan masalah laten dan akut bangsa dan Negara Indonesia. Berbagai modus korupsi dilakukan oleh berbagai elemen yang telah menggerogoti uang rakyat dan Negara yang dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBN). Korupsi telah terjadi di semua sektor dan semua lini sejak perencanaan (planning), pengadaan (procurement) hingga pelaksanaan (implementation). Proses hukum yang telah dan sedang dilakukan terhadap berbagai pejabat pemerintah, Negara hingga politisi menunjukan bahwa pencegahan dan pemberantasan korupsi membutuhkan komitmen, soliditas lintas pihak, kerja keras dari hulu hingga hilir sampai dengan hukuman yang memberikan efek jera.
Selain pemberantasan korupsi melalui proses hukum yang mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang ada dengan memaksimalkan fungsi dan peran KPK serta lembaga-lembaga penegak hukum lain, seperti Kepolisian, Kejaksaan dan Peradilan. Seiring dengan itu, upaya pencegahan juga harus terus menerus dilakukan dan dimaksimalkan. Pendidikan publik melalui media dengan memberitakan secara konsisten temuan-temuan korupsi dan juga proses hukum terhadap para koruptor, menjadikan korupsi sebagai bagian dari kurikulum serta transparansi anggaran merupakan bentuk-bentuk pencegahan perbuatan korupsi.
Transparansi anggaran yang merupakan bagian dari keterbukaan informasi publik dapat dilakukan melalui berbagai cara, misalnya dengan mempublikasikan APBN dan APBD di masing-masing provinsi dan kabupaten/kota secara regular, memberikan akses kepada public yang ingin mengakses informasi anggaran yang dibutuhkan, menyediakan informasi online melalui website tentang program dan/atau proyek-proyek yang dilakukan oleh instansi/lembaga bersangkutan beserta dana yang dialokasikan dan yang diserap, dan berbagai cara lainnya sebagai perwujutan komitmen masing-masing pihak untuk tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih.
Melalui transparansi anggaran, publik dapat ikutserta dalam mengawasi perencanaan alokasi dan penggunaan dana-dana pembangunan yang bersumber dari APBN dan APBD maupun hibah yang telah dicatat dalam APBN dan APBD. Keterlibatan publik dalam aspek tersebut dengan sendirinya akan meminimalkan upaya-upaya koruptif dari para pejabat dan/atau pegawai yang terkait pada perencanaan dan penggunaan dana-dana tersebut. Keterlibatan publik akan meningkatankan rasa tanggungjawab para pemegang kuasa dan pengguna anggaran untuk menggunakan alokasi dana secara bertanggungjawab sesuai peraturan perundang-undangan. Dengan keterlibatan publik, maka penyimpangan penggunaan anggaran akan terdeteksi secara dini sehingga dapat meminimalkan jumlah yang dikorupsi sekaligus dilakukan upaya pemberantasan. Dengan demikian alokasi anggaran digunakan sesuai rencananya untuk pemberantasan kemiskinan demi kemakmuran dan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Konsistensi keterlibatkan publik dalam rencana alokasi dan penggunaan anggaran dalam jangka panjang akan membentuk budaya tata kelola pemerintahan yang bersih dan baik demi kemakmuran bangsa dan Negara sebagaimana diamanatkan Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 dan Sila Kelima Pancasila.
Langganan:
Postingan (Atom)
JELAJAH INDONESIA. Pulau Rote & Ndana: Menjejaki Negeri Para Leluhur
1 perahu dari Pelabuhan Oeseli, Pulau Rote Akhirnya, perahu nelayan milik Pak Ardin membawa kami mendekati tepi pantai Pulau Ndana. Tep...
-
Ini juga posting JADUL tahun 2007. Saat bongkar-bongkar blog baru ketahuan kalo posting ini belum dipublikasikan pada tahun 2007... lama am...
-
Saya menulis esai ini pada 12 September 2005 yang dipublikasikan salah satu milis lingkungan Indonesia. Tulisan ini saya temukan kembali mel...
-
Kemah Tabor di Mataloko Saya memilih sarapan roti lapis telur dadar bersama kopi Bajawa. Yudi dan Mako memilih nasi goreng bersama kopi...