|
Depan hotel Station Shin Osaka |
Udara dingin di luar berganti suhu hangat saat saya memasuki ruang respesionis hotel Station Shin Osaka. Sepertinya hotel ini sekelas hotel Ibis budget di Jakarta dengan harga yang lumayan mahal karena saya harus membayar 1,3juta rupiah per malam. Hotel ini berjarak sekitar 200an meter dari stasiun Shin Osaka melalui Pintu Timur. Seorang lelaki dan perempuan muda di meja resepsionis tersenyum ramah menyambut saat saya menghampiri mereka dan menunjukan bukti bookingan saya bersama paspor. Selesai urusan administrasi
check in dan pembayaran penggunaan kamar, saya menerima kunci kamar, namum belum bisa masuk karena kamar baru akan siap jam 2 siang. Hotel menyediakan ruang penitipan barang yang dapat saya gunakan. Saya mengambil peralatan mandi dari koper saya untuk membersihkan diri di toilet yang berada di sebelah ruang respsionis. Selesai membasuh muka, menyikat gigi dan ganti baju, saya menyerahkan koper kecil saya ke resepsionis yang mengambil alih dan menyimpan koper tersebut ke ruang penyimpanan di sebelah pintu masuk ke ruang makan pagi. Sekelompok turis dengan koper dan tas duduk menunggu giliran sepertinya akan
check out.
|
Stasiun Osaka |
Saya keluar melalui pintu depan menuju jalan di depan hotel. Setelah mengambil beberapa foto di depan hotel, saya melangkah menuju stasiun Shin Osaka guna memulai jelajah saya di Osaka hari ini. Tempat tujuan pertama adalah Kuil Shitenno atau Shitennoji. Dari hotel, saya berjalan lurus mengikuti pedestarian yang bersih di samping jalan raya yang juga sepi. Setelah melewati lampu merah, saya menyeberang ke bangunan stasiun dan masuk dari Pintu Timur /
East Gate yang lebih dekat jaraknya dengan hotel. Pintu ini berlawanan arah dengan Pintu Barat yang saya gunakan saat keluar stasiun menuju hotel (baca catatan sebelumnya). Dari peta yang diberikan hotel, saya akan turun di stasiun Tennoji lalu berjalan kaki ke kuil Shitenno. Akses ke stasiun Tennoji menggunakan kereta non JR sehingga saya memutuskan membeli tiket harian yang saya gunakan di kereta non JR dan subway selama berada di Osaka. Setelah melewati palang pintu masuk, saya belok kanan mengikuti penunjuk arah papan digital di stasiun Shin Osaka. Menggunakan eskalator, saya turun satu lantai dan masuk ke dalam antrian menunggu kereta ke stasiun Osaka yang hanya berjarak 1 stasiun dari Shin
|
Antri menunggu kereta di stasiun Osaka |
Osaka - seperti dari Manggarai ke Sudirman di Jakarta. Ratusan orang sedang berada dalam antrian dalam beberapa baris. Saya ikut masuk ke salah satu antrian menunggu kereta yang akan menuju stasiun Osaka. Saat tiba di stasiun Osaka, sekali lagi terlihat antrian manusia berjejer ke belakang menunggu kereta. Saya bertanya pada seorang petugas yang menjaga dan menggunakan speaker memberikan pengumuman dalam Bahasa Jepang. Dengan tersenyum ramah, petugas tersebut menunjuk jalur kereta tujuan saya. "Arigato" kata saya mengucapkan terima kasih dalam bahasa Jepang sambil sedikit membungkuk mengikuti gaya orang-orang Jepang. Saya masuk ke antrian lalu ikut masuk ke kereta saat kereta berhenti menurunkan penumpang yang turun di stasiun tersebut.
|
Gerbang Tennoji Park dan Resto tempat saya makan siang |
Sekitar 10 menit dari stasiun Osaka, kereta yang saya tumpangi berhenti di stasiun Tennoji. Saya turun lalu bertanya pada seorang petugas dimana pintu keluar menuju kuil Shitenno. Petugas menunjuk ke atas sehingga sekali lagi saya menggunakan escalator naik satu lantai lalu belok kanan mengikuti penunjuk arah yang disediakan di lokasi tersebut yang membawa saya tiba di ujung lorong dengan tangga menuju lantai atas. Saya mendaki tangga tersebut yang membawa saya tiba di suatu ruangan terbuka dalam stasiun. Orang-orang terlihat keluar masuk dari 2 pintu ke ruangan tersebut. Sambil
|
Suasana depan Tennoji Park |
menunjuk tempat yang saya tuju di peta, saya bertanya pada seorang petugas kebersihan yang sedang bersih-bersih disitu. Petugas tersebut menunjuk pintu sebelah kanan. Setelah mengucapkan terima kasih, saya berjalan keluar dari pintu tersebut, setelah melewati beberapa anak tangga, saya tiba di jembatan penyeberangan orang (JPO) yang menghubungkan stasiun Tennoji dengan pedestarian seberang jalan dan beberapa bangunan di seberang stasiun. Tiba di pertigaan ujung JPO, saya ambil arah kanan lalu turun melalui tangga menuju pedestarian di jalan raya yang melewati dan memisahkan stasiun Tennoji dengan kawasan di sebelah jalan.
|
Suasana gerbang Tennoji Park |
Sekitar 100 meter dari JPO, saya tiba suatu kawasan terbuka di sebelah kiri saya yang sangat ramai. Banyak orang lalu lalang atau berdiri dalam kelompok-kelompok kecil di depan beberapa restoran yang berada di kawasan tersebut. Saya melihat papan informasi dan denah kawasan itu yang menyatakan kawasan tersebut merupakan gerbang Taman Tennoji - yang merupakan salah satu tempat wisata di Osaka. Karena
|
Makan siang di Resto Robert depan gerbang Tennoji Park |
saya juga sedang lapar, saya memutuskan beristirahat di tempat tersebut sambil mencari makan siang. Saya ikut dalam antrian di salah satu restoran yang menyajikan menu makanan Jepang. Cukup lama saya harus menunggu giliran karena ramainya pengunjung di restoran tersebut. Saya menggunakan waktu tunggu dengan melihat-lihat dan memotret kawasan sekitar yang semakin ramai. Setelah mendapatkan tempat di restoran tersebut, saya memesan paket makan siang seharga 150an ribu rupiah, sudah termasuk minuman berupa teh berbagai pilihan aroma (panas atau dingin) yang bisa refill. "Enak banget makan makanan Jepang di Jepang, batin saya sambil makan. Bumbunya lebih terasa di lidah dibanding makanan Jepang di Jakarta yang menjadi salah satu makanan favorit saya.
|
Gerbang depan kuil Shitenno |
Selesai makan siang, saya meneruskan perjalan ke kuil Shitenno - yang ternyata berjarak sekitar 1km dari stasiun. menggunakan GPS dan peta digital di handphone, saya berjalan lurus dari jalan depan pintu masuk Taman Tennoji hingga tiba di suatu perempatan besar. Dari perempatan tersebut saya menyeberang ke kanan lalu menyusuri jalan tersebut beberapa puluh meter hingga tiba di suatu pertigaan. Di pertigaan tersebut telah ada tanda panah dan nama kuil sehingga saya sekali lagi menyeberang lalu menyusuri jalan menuju gerbang kuil beberapa puluh meter dari pertigaan. Saya bertemu 2 perempuan pengunjung yang sedang foto-foto sekitar 10an meter di depan gerbang kuil. Saya minta
|
Gerbang depan kuil Shitenno |
tolong salah satu memotret saya kemudian saya balas memotret mereka. Sebelum memasuki gerbang, saya mampir di tempat pembersihan diri yang terletak sekitar 10 meter sebelah kiri gerbang atau sebelah kanan saya. Mengikuti umat yang membasuh diri di tempat tersebut, saya menyendok air bersih yang tersedia menggunakan centong kayu yang juga telah disediakan. Saya kumur-kumur, membasuh muka dan kedua tangan saya. Setelah itu saya berjalan memasuki kawasan kuil melewati gerbang besar berwarna merah. Bangunan kuil juga berwarna merah sedangkan pagar pembatas dihiasi warna merah, putih dan hijau. Dalam kompleks kuil terdapat bangunan kuil dan
|
Tempat basuh wajah dan tangan depan gerbang kuil Shitenno |
Pagoda yang dipisahkan jalan di antara kedua bangunan tersebut. Jalan tersebut menghubungkan gerbang depan dengan gerbang belakang sekaligus menjadi penghubung ke kuil, pagoda dan halaman. Bangunan kuil terletak di sebelah kiri saya / sebelah kanan gerbang masuk sedangkan Pagoda berada pada posisi sebaliknya. Karena Pagoda sedang direnovasi, maka saya tidak bisa memotret karena seluruh bangunan Padoga ditutupi selubung.
Saya melewati beberapa tangga kayu berwarna gelap menuju pintu bangunan kuil. Saya berdiri sejenak di tangga bagian dalam guna menyesuaikan diri dengan cahaya tamaran dalam kuil. Saat tiba di dalam, saya membaca tanda larangan memotret. Saya berjalan perlahan mengitari bagian dalam kuil melalui lorong yang memisahkan dinding kuil dengan tempat sembahyang di tengah kuil. Berapa umat terlihat sedang berdoa dipimpin seorang pendeta. Asap dan keharuman dupa menyebar di dalam kuil diiringi dentang lonceng yang ditabuh sang pendeta mengiringi doa-doa yang sedang dilantunkan. Saya terus berjalan perlahan sambil memperhatikan berbagai ornamen keagamaan berupa lukisan dan patung-patung. Saya tiba di pintu keluar yang bersebelahan dengan pintu masuk. Saya membungkuk hormat ke arah tempat sembahyang lalu berjalan ke luar.
|
Kuil Shitenno |
Tiba di luar, saya belok kiri mengikuti jalan depan kuil menuju gerbang belakang melewati hamparan halaman berpasir dan kerikil halus seluas puluhan meter bersegi di samping belakang bangunan kuil dan pagoda. Kompleks kuil dengan pelataran terbuka belakang kuil dipisah pagar. Hamparan di luar gerbang sebelah kiri dipenuhi jejeran para pedagang di sebelah kiri gerbang yang menjual berbagai jenis barang, termasuk jas, jaket dan keramik porselin berbagai jenis dan bentuk. Saya sempatkan memotret beberapa kali di pelataran tersebut lalu kembali mendaki tangga menuju gerbang belakang memasuki kawasan kuil menuju gerbang depan. Saya sempat berkeliling beberapa menit melihat-lihat dan memotret daerah sekitar gerbang depan. Setelah mengambil beberapa foto di gerbang luar kuil, saya terus menuju pertigaan dan menyeberang ke jalan yang telah saya lewati
|
Halaman belakang kuil Shitenno |
sebelumnya. Saya menanyakan lokasi stasiun terdekat ke seorang pedagang buku yang menggelar dagangannya di pelataran salah satu bangunan di samping pertigaan tersebut. Pedagang tersebut menunjuk ke jalan seberang yang bersisian dengan jalan menuju kuil. Setelah mengucapkan terima kasih, saya kembali menyeberangi pertigaan tersebut menelusuri jalan raya yang ditunjuk pedagang itu. Stasiun bawah tanah yang saya datangi adalah stasiun Ebisucho yang berjarak sekitar 200an meter dari pertigaan alias lebih dekat dibandingkan jarak kuil ke stasiun Tennoji yang berjarak sekitar 1km. Di stasiun Ebisucho, saya mencari kereta ke stasiun terdekat ke Taman Istana Osaka yang berada dalam daftar
|
Jalan sepi ke stasiun Ebishucho dari kuil Shitenno |
jelajah saya. Setelah mempelajari rute kereta pada peta yang saya bawa dari hotel, saya memutuskan naik kereta ke stasiun Sakaisuji Hommachi lalu berganti ke jalur Chuo line menuju stasiun Morinomiya yang berdekatan dengan Taman Istana Osaka sebagaimana terlihat di peta. Karena saya memiliki tiket terusan selama 1 hari, maka gonta-ganti kereta menjadi mudah dan tidak menghabiskan waktu.
Waktu telah melewati jam 3 sore saat saya tiba di pintu keluar stasiun Morinomiya - yang terletak di atas tanah. Udara dingin segar menerpa kulit ku. Jalanan sangat sepi, namun di sebelah kiri saya dari pintu keluar terhampar suatu taman luas yang terlihat ramai dengan berbagai aktivitas pengunjung. Pohon-pohon dengan daun
|
Morinomiya Park |
warna-warni musim gugur, didominasi warna kuning kehijauan seperti berbaris rapi di taman tersebut. Guguran dedaunan dibiarkan apa adanya menguatkan kesan musim gugur saat itu. Orang-orang berbagai usia nampak lalu lalang di jalan-jalan taman tersebut. Ada yang sekedar berjalan-jalan menikmati suasana sore, ada yang lari dan ada yang bersepeda. Beberapa kelompok terlihat menyebar di sekitar air mancur taman yang terletak sekitar 50an meter dari tempat saya berdiri di dalam taman. Saya berkeliling sejenak mengambil beberapa foto serta memotret diri sendiri. Ternyata saya belum tiba di Taman Istana Osaka, karena taman tempat saya berada saat ini adalah Taman Morinomiya di pintu keluar stasiun Morinomiya. Karena hari telah sore, saya memutuskan tidak melanjutkan ke Taman Istana Osaka, karena saya ingin mengunjungi Taman Minoo atau Minoo Park yang berada di luar kota Osaka yang tentunya membutuhkan waktu yang lebih lama.
|
Morinomiya Park |
Dari stasiun Morinomiya, saya menggunakan kereta rute berlawanan dengan kedatangan saya ke Taman Morinomiya. Saya turun di stasiun Homachi lalu berganti kereta ke stasiun Umeda. Umeda merupakan salah satu stasiun utama di Osaka yang menjadi stasiun transit bagi kereta-kereta dalam kota dan luar kota yang dikelola oleh beberapa perusahaan kereta berbeda. Stasiun ini dilengkapi mall 4 lantai dan juga supermarket - yang menyediakan berbagai kebutuhan, termasuk barang-barang international brands. Saya tidak ingin menghabiskan waktu di stasiun megah tersebut. Karena itu, saya mencari petunjuk arah ke peron stasiun kereta menuju Minoo Park. Setelah 2 kali kebingungan dan bertanya sekali ke kantor informasi di dalam stasiun, akhirnya saya berhasil menemukan rute jalan menuju peron kereta ke Minoo. Hari semakin sore, dimana gelap mulai menutupi Osaka dan seluruh Jepang pada sekitar jam 5.30 sore sehingga saat saya tiba di stasiun Minoo, hari telah malam.
Bersambung...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar