|
Minoo park di pagi hari |
Keluar dari kereta di stasiun Umeda, saya harus berpindah ke Hankyu Umeda Station di lantai dan sisi lain stasiun tersebut guna mendapatkan kereta Hankyu Takarazuka Line. Di peron 9 dan 10 telah tersedia rangkaian kereta warna merah maroon. Saya masuk ke kereta di peron 10 yang telah siap berangkat. Dari peta rute kereta yang saya peroleh di bagian informasi stasiun Umeda dan dari informasi online yang telah saya simpan di HP, saya akan turun dan berganti kereta di stasiun Ishibashi guna menuju stasiun Minoo. Waktu tempuh kereta dari stasiun Umeda ke Ishibashi sekitar 25 menit melewati beberapa stasiun lain.
Saya turun dan berganti kereta di stasiun Ishibashi, yakni berpindah ke kereta di jalur Hankyu Minoo
|
Minoo park di pagi hari |
atau Hankyu Minoo Line. Stasiun Minoo hanya berjarak 1 stasiun dari Ishibashi (seperti dari stasiun Sudirman atau Cikini ke Manggarai di Jakarta). Total seluruh biaya yang dibutuhkan dari stasiun Umeda ke Minoo adalah 270 yen atau sekitar 31.000 rupiah sekali jalan. Karena saya menggunakan tiket terusan 1 hari seharga 1000 yen atau 120.000 rupiah yang berlaku di seluruh Osaka - yang telah saya beli siang hari saat akan ke Shitennoji, maka saya tidak perlu lagi membeli tiket di stasiun kedatangan dan keberangkatan (baca catatan perjalanan sebelumnya).
Saya turun di stasiun Ishibashi lalu berjalan mengikuti penumpang lainnya melewati lorong bawah tanah menuju peron sebelah. Di ujung lorong saya bertemu persimpangan yang memisahkan penumpang ke 2 jurusan berbeda. Saya mengambil jalur 2 di sebelah kanan mengikuti informasi tertulis di dinding lorong. Saya mendaki tangga menuju peron kereta di atas tanah. Saya muncul di sisi seberang stasiun Ishibashi yang berhadapan dengan peron tempat saya turun dari kereta yang telah membawa saya dari stasiun Umeda.
|
Minoo park di malam hari |
Sekitar 5 menit menunggu di stasiun yang sepi dan sangat bersih tersebut, kereta berwarna maroon berhenti dan menurunkan semua penumpangnya alias kereta ini hanya melayani 1 stasiun yakni dari Minoo ke Ishibashi atau sebaliknya. Saya bersama para penumpang lain yang sedang menunggu di stasiun Ishibashi segera naik kereta tersebut yang tidak berapa lama telah berangkat ke stasiun Minoo. Dengan waktu tempuh sekitar 5 menit, kereta telah tiba di stasiun Minoo. Saya bersama penumpang lainnya turun dari kereta. Kami disambut udara dingin dan lampu-lampu tamaram stasiun dan sekitarnya. Hari telah malam di Minoo dan mungkin seluruh Jepang pada saat tersebut.
|
Depan stasiun Minoo di malam hari |
Saya hanya perlu menempelkan tiket terusan di salah satu pintu berpalang di stasiun guna keluar dari stasiun menuju Minoo park. keluar dari stasiun saya melakukan orientasi lingkungan dengan berjalan-jalan di sekitar depan stasiun sambil memotret beberapa obyek menarik dalam pendaran cahaya lampu malam.
|
Jalan ke Minoo park di depan stasiun Minoo |
Akses ke Minoo park tepat berada di depan stasiun Minoo. Keluar dari halaman stasiun yang terbuka - hanya dibatasi bangunan-bangunan lain yang berjejer di sepanjang jalan sekitar stasiun - pengunjung hanya perlu menyeberangi jalan raya depan stasiun lalu mulai menyusuri jalanan ke Minoo park. Jalanan Minoo park dijejeri kios-kios souvenir, snacks, hotel, restoran, pepohonan berbagai jenis dan kuil. Taman ini memanjang 3 km dari jalan depan stasiun hingga air terjun di perbukitan yang mengalir ke sungai Minoo di taman Minoo. Saat saya berjalan menyusuri jalan Minoo park di malam hari itu, saya bertemu ratusan orang yang berjalan berlawanan arah alias berjalan pulang menuju stasiun Minoo. Hanya beberapa orang yang terlihat berjalan searah saya di depan atau belakang menuju air terjun. Lampu jalan berwarna kekuningan menyala tamaram menerangi jalanan yang sedang saya susuri. Di lokasi tertentu, lampu-lampu tersebut sengaja dipasang menyoroti keindahan warna warni merah, kuning dan hijau dedaunan musim gugur. Kios-kios souvenir dan snacks terlihat mulai tutup. Saya mampir di salah satu kios yang masih buka dan menjual kue berbentuk daun maple. Penjualnya seorang lelaki paruh baya dan pemuda seperti ayah dan anak atau paman dan keponakan yang dengan ramah melayani para pembeli. Saya memilih sepotong kue panas berisi coklat sebesar telapak tangan. Saya meneruskan perjalanan menyusuri jalanan tamaram Minoo Park sambil menggigit dan mengucah pelan-pelan kue tersebut, merasakan kelembutan dan sensasi kenikmatannya.
|
Kios souvenir masih buka |
Udara dingin sangat terasa, walau kerah jaket telah saya tinggikan guna menghangatkan tubuh. Semakin jauh dari stasiun Minoo, suasana taman semakin sepi. Hanya sesekali saya melihat beberapa orang di depan atau belakang yang sedang berjalan searah saya terus menuju air terjun di dinding perbukitan. Jarak antar bangunan juga semakin jarang dan jauh. Saya tiba di satu kompleks jejeran kios yang mulai tutup. Di kompleks ini tersedia toilet umum. Saya mampir menggunakan toilet yang masih buka tersebut. Selesai dari toilet, saya bertanya pada seorang ibu paruh baya yang sedang menutup lapaknya "apakah air terjun masih jauh", tanya saya menggunakan bahasa Inggris. "
half way of your way from station" balas ibu tersebut. Saya bimbang apakah meneruskan perjalanan ke air terjun atau kembali ke hotel. Saya kuatir tidak mendapatkan kereta kembali ke hotel karena hari semakin malam. Setelah menimbang-nimbang, akhirnya saya memutuskan memutar haluan berjalan balik ke stasiun Minoo.
Dalam perjalanan balik ke stasiun saya masih bertemu beberapa orang yang berjalan lawan arah menuju air terjun. Saya menjadi ragu-ragu apakah pulang ke hotel atau mengikuti orang-orang tersebut ke air terjun. Setelah berjalan bolak-balik dua kali di daerah tersebut, saya menguatkan tekad
|
Jalan dalam Minoo park yang sepi di malam hari |
pulang ke hotel dan akan kembali ke Minoo park besok paginya. Stasiun sangat sepi saat saya tiba di peron menunggu kereta. Rasanya seperti jam 11 malam waktu Jakarta. Dari seorang petugas di stasiun tersebut, saya mendapatkan informasi jam layanan kereta Umeda - Minoo PP adalah sampai dengan jam 9 malam. Karena waktu menunjukan jam 8.20, maka saya tenang-tenang saja menunggu kereta di stasiun tersebut. Tak lama menunggu kereta tiba. Saya masuk ke kereta bersama beberapa orang lain. Kereta terasa kosong karena tidak membawa banyak penumpang.
|
Menu makan malam di stasiun Shin Osaka |
Rute perjalanan balik sama dengan rute perjalanan saya dari Umeda ke Ishibashi lalu berganti kereta dan melanjutkan ke stasiun Minoo. Saat tiba di stasiun Umeda sekitar jam 9 malam, stasiun tersebut masih lumayan ramai oleh lalu lalang para penumpang kereta dari berbagai tempat. Mengikuti petunjuk yang terpampang jelas di dalam stasiun, saya dengan mudah menemukan peron kereta yang akan menuju stasiun Shin Osaka.
Saya sempatkan makan malam di salah satu resto di stasiun Shin Osaka. Karena restoran sangat ramai, maka saya harus menunggu beberapa menit untuk mendapatkan tempat. Setelah mendapat tempat, saya meminta menu yang ternyata ditulis dalam huruf Jepang. Karena itu, saya menunjuk salah satu contoh jenis makanan yang berada di lemari displai depan resto sebagai makanan yang saya pesan bersama secangkir teh panas. Kemungkinan hanya saya lah orang asing di restoran tersebut karena dari amatan saya semua pengunjung yang sedang asyik makan dan minum bercakap-cakap dalam bahasa Jepang. Kebanyakan pengunjung menikmati makan malam ditemani gelas-gelas besar bir. Orang Jepang ternyata peminum
|
Makan malam di stasiun Shin Osaka - ada nasi di bawah lauk |
bir, batin saya. Saya menikmati makan malam berupa nasi dan potongan-potongan ikan mentah bersama sayuran yang dibumbui bumbu khas Jepang. Bumbunya terasa khas dan enak. Saya menikmati makanan tersebut hingga tak bersisa. Sekitar 30an menit saya habiskan di restoran tersebut. Setelah menyelesaikan pembayaran sekitar 100ribu rupiah, saya keluar dari restoran mengambil arah kanan menuju pintu Timur stasiun. Di ujung jalan dalam bangunan stasiun tersedia pilihan keluar dari stasiun menggunakan tangga atau lift. Saya memilih menggunakan lift karena kaki saya telah cukup pegal seharian berjalan ke berbagai tempat berbeda di Osaka. Tiba di lantai dasar, saya keluar dari lift berjalan beberapa meter menuju jalan raya depan stasiun. Saya ikut antri di belakang 4 orang yang sedang antri di lampu merah guna menyeberang jalan. Setelah tiba di seberang, saya belok kanan menyusuri pedestarian yang telah sangat sepi menuju hotel Station Shin Osaka tempat saya menghabiskan malam ini di Osaka.
|
Kamar tidur di Hotel Station Shin Osaka |
Saya bangun jam 5 subuh guna kembali ke Taman Minoo. Taman ini sangat terkenal diantara para turis dan penjelajah yang berkunjung ke Osaka. Saya kembali menyusuri rute perjalanan yang telah saya lakukan semalam hingga saya tiba di Minoo park pagi itu. Singkat kata, saya tiba di Taman Minoo saat hari masih sangat pagi sekitar jam 6. Udara dingin segar sangat terasa di taman yang tidak lagi sepi karena banyak pelari pagi atau pesepeda sedang menyusuri jalanan taman yang merentang sepanjang 3 km tersebut. Sesekali saya berhenti melakukan pemotretan. Saat hari semakin terang, keindahan dan keelokan warna warni dedaunan musim gugur terlihat nyata. Kebanyakan orang yang sedang berjalan, berlari ataupun bersepeda adalah laki-laki dan perempuan paruh baya atau orang-orang tua warga Jepang. Saya terus berjalan hingga tiba di jembatan berwarna merah yang menghubungkan satu kuil di ketinggian sisi jalan sebelah kiri saya dengan sisi kanan jalan. Saya menghabiskan waktu
|
Stasiun Shin Osaka di subuh hari |
beberapa menit di tempat ini memotret beberapa obyek sebagai dokumentasi kunjungan saya di taman tersebut di pagi ini. Setelah itu saya memutuskan pulang ke hotel karena saya akan ke Hiroshima sebagaima talah saya jadwalkan sejak di Jakarta. Saat saya berjalan kembali ke stasiun, jam tangan saya menunjukan jam 7.50 pagi waktu Jepang. Saya tidak bisa melanjutkan perjalanan saya ke air terjun, karena keterbatasan waktu. Suatu hari nanti saya akan kembali ke Osaka dan kembali menikmati keindahan Minoo Park dengan waktu yang cukup sehingga saya bisa tiba di air terjun.
Tiba di hotel, saya mandi dan ganti pakaian. Pakain kotor saya masukin ke kantong plastik lalu simpan ke koper bersama peralatan mandi. Barang-barang lain yang saya bawa telah saya bereskan semalam sehingga saya tidak menghabiskan waktu di pagi hari membereskan barang-barang bawaan. Tiba di lantai dasar, saya menuju resepsionis melapor check out. Sambil tersenyum ramah, resepsionis menerima kembali kunci kamar dan mengucapkan terim kasih dalam bahasa
|
Kereta di stasiun Minoo |
Inggris sambil membungkuk kecil. "
you are welcome", balas saya lalu berbalik dan berjalan ke ruang makan yang berhadapan dengan ruang resepsionis. Karena saya telah memesan jenis makan pagi saya kemarin (hotel menyediakan 2 pilihan sarapan, yakni sarapan khas Jepang atau khas Eropa. Saya memilih sarapan khas Jepang), maka saya hanya menyerahkan kupon berbahasa Jepang ke pelayan melalui loket di dapur. Sambil menunggu pelayan menyiapkan makanan utama, pelayan yang menerima kupon menggunakan bahasa Jepang dan bahasa tubuh menunjuk ke 2 meja dalam ruang makan tersebut. Kedua meja tersebut berisi perlengkapan makan pagi, roti, sup miso (sup khas Jepang) dan berbagai jenis sayuran bersama mayones untuk salad sebagai makanan pembuka.
|
Minoo park di pagi hari |
Selesai sarapan, saya mengangkat peralatan makan yang saya gunakan dan menaruhnya di tempat yang telah disediakan. Saya tersenyum dan mengucapkan "arigato" kepada salah satu pelayan sambil sedikit membungkuk. Setelah itu, saya mengambil koper dan keluar hotel dari pintu depan menyusuri jalanan sepi depan hotel menuju stasiun. Tiba di stasiun, saya terus berjalan melewati gerbang ke peron-peron kereta dalam kota. Peron kereta Shinkansen terletak di sisi Barat yang telah saya lihat pada waktu kedatangan hari sebelumnya. Di ujung Barat bangunan stasiun saya belok kanan. Saya berjalan ke gerbang masuk peron Shinkansen yang dijaga 2 petugas berseragam biru dongker. Saya menunjukan JR Pass saya sambil menanyakan peron Shinkansen ke Hiroshima. Peron 22 kata salah seorang petugas sambil menunjuk eskalator berjarak sekitar 10 meter di depan kami.
|
Depan Shinkansen ke Hiroshima |
Saya berjalan ke eskalator yang membawa saya ke peron di atas tanah. Informasi kedatangan dan keberangkatan kereta tersedia dalam 3 bahasa, termasuk bahasa Inggris. Kereta yang akan saya gunakan masih sekitar 20 menit lagi, namun karena saya akan menggunakan gerbong non reservasi, maka saya memilih berdiri di tempat antrian - yang kosong - bagi penumpang yang tidak reservasi kursi. Belajar dari pengalaman di stasiun Kansai (baca catatan perjalanan sebelumnya tentang Kansai - Stasiun Shin Osaka), saya hanya memperhatikan papan informasi digital yang menyajikan tulisan berwarna merah guna mengetahui jenis kereta, nomor, waktu tiba dan keberangkatan serta nomor gerbong reservasi dan non reservasi. Melihat saya berdiri di tempat antrian, para calon penumpang lain pun mulai mengantri di belakang saya dan juga tempat antrian lainnya. Saya telah siap menuju Hirsohima.
Bersambung...