Saya telah lama mengagumi Jepang melalui karya-karya tulisnya maupun film. Saya menikmati novel Jepang seperti Samurai dan Taiko ataupun film seperti the last samurai. Menikmati novel dan film-film Jepang membawa saya ke suatu dunia berbeda dalam hal sejarah, budaya dan arsitektur baik kuil, istana hingga rumah rakyat biasa - sama seperti kekaguman saya atas sejarah, budaya dan arsitektur kuno Eropa dan Indonesia berupa rumah tradisional, istana, kuil dan candi.
Jepang berbeda dengan negara lainnya termasuk Indonesia. Jepang yang terkenal sebagai negara
dengan penduduk yang disiplin, pekerja keras dan super bersih memiliki akar budaya malu (harakiri) yang sangat kuat. Jepang memiliki sejarah kepahlawanan para samurai, kemisteriusan para ninja dan geisha. Jepang memiliki keindahan keelokan bunga sakura di musim semi, keelokan perubahan warna warni dedaunan di musim gugur serta keabadian salju gunung Fuji sepanjang masa. Karena itu, Jepang menjadi salah satu negara impian untuk dikunjungi dan dijelajahi, walau negara ini terkenal sangat mahal. Banyak orang Indonesia, termasuk saya memasukan Jepang dalam agenda kunjungan.
Karena ingin mengunjungi dan menjelajah Jepang, maka seperti yang saya lakukan dalam penjelajahan sebelumnya ke berbagai negara dan berbagai tempat di Indonesia, riset menjadi dasar penting merencanakan perjalanan dan penjelajahan saya. Menelisik informasi online tentang musim, penginapan jaringan dan sarana transportasi merupakan bagian dari persiapan perjalanan saya ke Jepang. Karena Jepang merupakan negara dengan 4 musim, maka pilihan waktu kunjungan sangat penting untuk mendapatkan sesuatu yang mengesankan. Dari riset online, banyak travelers dan juga web-web wisata Jepang menonjolkan kunjungan pada 2 musim, yakni musim mekar bunga Sakura di Maret dan April serta musim gugur - yang ditandai dengan perubahan warna-warna daun dari hijau menjadi kuning dan merah - yang terjadi sejak bulan September - awal Desember tergantung lokasi kota / tempatnya di Jepang. Karena musim gugur dari Timur ke Barat Jepang terjadi pada bulan berbeda, maka penentuan waktu kunjungan saya ke Jepang sangat tergantung pada tempat / kota mana yang akan saya kunjungi dan Jelajahi. Setelah menelisik berbagai informasi, saya memutuskan berangkat ke Jepang pada akhir bulan November 2015 guna menjelajah Osaka, Hiroshima, Miyajima Kyoto, Nara, Fuji dan Tokyo. Selain ingin menikmati keindahan dan keelokan perubahan warna dedaunan, tempat-tempat tersebut juga menyajikan keunikan sendiri-sendiri yang berbeda satu sama lainnya.
internet tentang tempat-tempat yang akan saya kunjungi dan jelajahi, saya juga mengurus passport elektronik (E-passport) sehingga saya tidak perlu report mengurus visa masuk ke Jepang yang pastinya mensyaratkan berbagai hal. Kebetulan masa berlaku passport biasa saya tinggal beberapa bulan lagi akan berakhir sehingga saya langsung mengurus pembaruan paspor dari paspor biasa ke elektronik. Dengan menelisik website imigrasi, saya mendapatkan syarat-syarat pengurusan paspor elektronik. Walau biayanya lebih mahal, yakni 600 ribu rupiah dibanding paspor biasa, namun jika sudah punya paspor elektronik, banyak kemudahan lain yang diperoleh termasuk hanya memerlukan visa waiver saat berkunjung ke Jepang dalam periode 14 hari saja. Kunjungan ke Jepang dalam periode waktu lebih dari 14 hari harus mengurus visa biasa, walau telah punya paspor elektronik. Singkat kata, pengurusan paspor elektronik selesai dalam waktu 3 hari setelah semua persayaratan saya penuhi, termasuk foto di kantor Imigrasi Jakarta Selatan.
Setelah urusan paspor selesai, saya mulai mencermati promo berbagai maskapai ke Jepang. Akhirnya
pilihan saya jatuh pada Garuda yang mempromosikan tiket lumayan murah dibanding harga normal maskapai tersebut untuk rute Jakarta - Jepang. Dengan membayar sekitar 5juta 600 ribu rupiah saya telah mengantongi tiket PP Jakarta - Jepang. Karena saya telah memutuskan kota-kota yang akan saya kunjungi serta telah melakukan riset jarak antar kota dan alat transportasinya, saya memutuskan masuk melalui Osaka dan keluar melalui Tokyo. Dengan demikian, saya tidak perlu melakukan perjalanan bolak balik dari satu kota ke kota lainnya sekaligus mengefesienkan waktu kunjungan yang cukup terbatas. Untuk itu saya mengambil rute Jakarta - Osaka, Osaka - Hiroshima, Hiroshima - Miyajima - Hiroshima, Hiroshima - Kyoto, Kyoto - Nara - Kyoto, Kyoto - Tokyo, Tokyo - Fuji - Tokyo, Tokyo - Jakarta. Perjalanan ke Miyajima harus melalui Hiroshima sehingga saya memilih menginap di Hiroshima. Perjalanan ke Nara bisa dilakukan melalui Osaka atau Kyoto. Saya memilih melakukannya melalui Kyoto dengan memepertimbangkan waktu tempuh dan transportasi yang lebih mudah menggunakan JR Pass. Demikian juga perjalanan ke Fuji dapat dilakukan melalui Kyoto atau Tokyo. Saya memilih melakukannya melalui Tokyo dengan sekali lagi pertimbangan efesiensi waktu.
Setelah menentukan kota-kota yang akan saya kunjungi, persiapan berikut adalah penginapan. Jepang menyediakan 4 jenis penginapan, yakni hotel, apartemen, ryokan (penginapan tradisional khas Jepang) dan hotel kapsul. Setelah menelisik kelebihan dan kekurangan masing-masing penginapan tersebut, saya memilih menginap di hotel dan ryokan. Untuk itu saya memilih menginap di ryokan di
Kyoto, sedangkan di Osaka, Hiroshima dan Tokyo saya menginap di hotel biasa. Semua harga kamar di atas 1 juta rupiah - inilah salah satu yang menyebabkan Jepang dikenal sebagai salah satu negara termahal di dunia. Harga kamar ryokan rata-rata di atas 1 juta. Kecuali semi ryokan masih bisa diperoleh dengan harga di bawah 1 juta, itupun dengan jarak yang agak jauh dari stasiun utama yang memudahkan akses ke berbagai tempat menggunakan bis, kereta, metro dan subway. Namun karena saya memilih semua penginapan dekat stasiun kereta dengan mempertimbangkan kemudahan akses dan efesiensi waktu maka kamar hotel dan ryokan yang saya pilih semuanya diatas 1 juta rupiah per malam karena dekat dengan stasiun utama, seperti stasiun Hiroshima, Kyoto, Osaka. Hanya di Tokyo, saya menginap di hotel yang jauh dari pusat kota, yakni di Kamata tapi jaraknya hanya sekitar 150 meter dari stasiun. Harga-harga kamar hotel dan ryokan yang saya gunakan tersebut merupakan harga termurah dari hotel dan ryokan di kelas yang sama atau lebih tinggi. Kelas hotel bintang 5 dengan harga kamar yang hampir sama dengan hotel bintang 3 berada di kota yang jarang dikunjungi turis, yakni Granvia di Hiroshima. Harga kamar hotel Granvia (bintang 5) di stasiun Hiroshima lebih murah dari ryokan Nishikiro di Kyoto - keduanya tidak menyediakan makan pagi, Jika ingin tambahan makan pagi, maka di Granvia dikenakan biaya tambahan sebesar 230an ribu per orang per malam - yang jatuhnya tetap lebih murah dari harga kamar tanpa makan pagi di Ryokan Nishikiro Kyoto. Karena kebanyakan penginapan dan resto hanya menerima uang cash, maka saya juga menyiapkan uang cash yen dengan cukup. Menukar rupiah ke yen di Jakarta tidak mudah seperti menukar dolar karena tempat penukaran uang hanya menyediakan sedikit yen. Untuk itu, saya harus menelpon terlebih dahulu atau mengunjungi beberapa tempat penukaran berbeda.
Setelah paspor, tiket pesawat dan kamar hotel selesai saya urus, hal penting lain adalah transportasi antar kota di Jepang. Dari riset online, saya mendapatkan informasi adanya fasilitas tiket kereta peluru (shinkansen) untuk 7 hari atau 14 hari yang disebut JR Pass. Setelah memperlajari dengan seksama, termasuk manfaat tiket paket tersebut. Karena saya hanya akan berada 8 hari di Jepang, saya membeli JR Pass yang berlaku selama 7 hari dengan pertimbangan pada hari terakhir saya bisa menggunakan tiket harian yang berlaku bagi turis di Tokyo. Setelah mengumpulkan dan menganalisis berbagai informasi online, saya membeli JR Pass di travel agent di Mid Plaza seharga 3 juta 600 ribu rupiah. Untuk membeli JR Pass tersebut, pembeli hanya perlu membawa paspor. Pembeli akan diberi voucher yang kemudian ditukar tiket JR Pass saat tiba di Jepang.
Persiapan berikut yang saya lakukan adalah mengurus visa waiver di Kedutaan Jepang. Pengurusan visa waiver sangat mudah. Saya datang pagi-pagi ke kantor kedutaan di Jl. Thamrin lalu ikut antrian yang belum terlalu ramai. Tepat jam 8.30 pagi, security yang berjaga depan gerbang mengizinkan para pengantri memasuki kedutaan. Di pintu masuk, para pengunjung meninggalkan KTP atau SIM yang ditukar dengan kartu tanda masuk bagi pengunjung. Setelah melewati 2 pintu lagi, saya mengambil nomor antrian di mesin yang telah tersedia di ruang pengurusan visa waiver. Pada mesin antrian ini tersedia 2 bagian untuk pengurusan visa (A) dan pengurusan dokumen warga negara Jepang (B). Karena antrian tidak terlalu banyak, sekitar 15 menit kemudian saya telah dipanggil ke loket pengurusan visa waiver. Saya menyerahkan nomor antrian dan paspor kemudian menerima tanda terima dari petugas loket. Waktu pengurusan visa waiver ditentukan pagi hari, yakni jam 8.30 - 12. "Pengambilan paspor besok pagi dan dapat diwakilkan dengan membawa tanda terima" kata petugas loket. "Baik bu, terima kasih", balas saya lalu beranjak meninggalkan loket. Waktu pengambilan kembali paspor adalah siang hari jam 1.30 - 4.30 sore. Esoknya, saya kembali ke kedutaan Jepang mengambil kembali paspor saya yang telah diberi tulisan visa waiver yang berlaku selama 3 tahun untuk kunjungan dalam periode maksimum 14 hari.
Saya telah siap menjelajah Jepang...
Bersambung
Mantaap Mas... Terima kasih sdh mengunjungi daerah kami Pulau Flores dan Komodo... Artikel ini sgt membantu utk promosikan keanekaragaman kekayaan Indonesia khususnya lagi daerah Flores dan Komodo..
BalasHapusIya mas. Hanya yg bagian ini ttg Jepang. Bagian ttg Flores serial I ada di bagian sebelumnya. Flores serial II (Timur ke Barat) akan menyusul yach.
BalasHapusThanks a lot telah mampir ke sini 😊🙏