Pagi masih berkabut dan dingin di Wilderswil, Swiss (lihat catatan perjalanan di Swiss) saat saya dan rombongan teman seperjalan beramai-ramai sarapan mempersiapkan diri melanjutkan perjalanan ke Italia. Sebelum sarapan, semua anggota rombongan telah berkemas dan membawa koper masing-masing ke bis yang selanjutnya akan ditempatkan Carl ke bagasi bis. Koper berbagai ukuran dan warna berjejer di samping bis yang kami gunakan. Sementara Carl sibuk mengurus koper-koper tersebut, kami berpindah ke ruang makan menyerbu menu English breakfast - terdiri dari roti, ham, keju, susu, kopi, the dan buah - yang disiapkan pemilik sekaligus pengelola penginapan yang telah kami tempati selama 2 malam. Sekitar 30an menit kami berada di ruang makan mengenyangkan perut masing-masing mempersiapkan diri untuk perjalanan panjang selama 7 jam dari Wilderswil ke Pisa sebelum masuk ke Florence.
Bus menuruni perbukitan tempat penginapan menuju jalan raya Wilderswil lalu menyusuri jalanan
tersebut menuju kota Interlaken di tepi danau. Setelah melewati salah satu danau yang mengapit kota Interlaken, bis memulai perjalanan mendaki menyusuri dinding pegunungan Alpen. Rumah-rumah pedesaan Swiss terlihat menyebar di perbukitan hijau dengan jalanan desa yang rapi dan sepi. Di beberapa tempat terlihat beberapa ekor sapi sedang merumput di rerumputan hijau yang menyebar menutupi punggung-punggung bukit bagaikan hamparan permadani hijau. Bis terus melaju mendaki menuju puncak yang disebut Susten Pass di ketinggian 2000an meter dari permukaan laut. Puncak-puncak gunung terlihat berselimutkan salju sementara lembah dihiasi
hamparan rumput hijau yang kadang diselingi jalan kecil atau sungai berair jernih. Melewati dinding perbukitan Alpen serasa berada di negeri cerita dongeng karya Christian Hans Aderson yang merupakan salah satu bacaan favorit masa kecil saya.
Bis akhirnya tiba dipuncak bernama Susten Pass. Carl menghentikan bis di tepi jalan, memberi kesempatan pada seluruh anggota rombongan, termasuk Carl dan Lenka berfoto bersama di tepi jalan Susten Pass berlatarbelakang lelehan salju. Selesai berfoto, beberapa anggota rombongan pergi ke toilet di area tersebut dilanjutkan dengan foto-foto diri baik sendiri-sendiri ataupun berdua atau dalam kelompok-kelompok kecil. Saya menggunakan kesempatan tersebut turut juga
mendokumentasikan diri di ketinggian pegunungan Alpen. Udara terasa dingin walau mentari sedang bersinar penuh di pagi hari sekitar jam 10. Tour Leader harus beberapa kali mengingatkan anggota rombongan yang asyik foto bersama di tepi jalan tersebut, karena jalan tersebut merupakan jalan utama yang menghubungkan Swiss dan Italia sehingga banyak kendaraan, terutama truk dan bis-bis besar melintasi jalan tersebut. Hanya sekitar 15 menit kami berhenti di Susten Pass untuk berfoto semata. Setelah itu, kami kembali ke bis melanjutkan perjalanan menuju Italia.
Kami tiba di perbatasan kedua negara sekitar jam 11 siang. Carl menghentikan mobil di perbatasan
memberikan waktu 15 menit bagi semuanya ke toilet di satu toko yang menjual berbagai kebutuhan, terutama makanan dan minuman seperti wine, coklat, roti dll. Beberapa anggota rombongan terlihat berbelanja setelah selesai dari toilet. Saya dan beberapa anggota rombongan lainnya sempat foto-foto bersama lalu kembali ke bis. Carl melanjutkan perjalanan hingga kami tiba di suatu perhentian Autogril sekitar jam 12 siang untuk makan siang. Kami menghabiskan waktu 30 menit di lokasi ini untuk makan siang, ke toilet dan juga istrahat. Setelah itu perjalanan dilanjutkan ke Menara Pisa.
Bis memasuki tempat parkir yang berjarak 1km dari Menara pada jam 3 sore. Dari tempat parkir bis, saya dan rombongan berjalan menyusuri pedestarian diantara rumah-rumah penduduk. Di satu tempat, para PKL dari Afrika sedang membuka lapak penjualan tas dan jam tangan. Lenka (tour leader) telah mengingatkan kami agar tidak belanja apapun di para PKL tersebut karena dilarang pemerintah kota di negara-negara Eropa. Karena jual beli barang melalui para PKL tak berizin tersebut termasuk kegiatan ilegal atau pelanggaran hukum. Setelah melewati para PKL, kami belok kanan menyusuri pedestarian lagi sekitar 300an meter kemudian belok kiri menyeberangi rel kereta di satu pertigaan. Di tempat ini, kami berpapasan dengan berkelompok-kelompok turis yang berjalan balik
ke tempat parkir ataupun berjalan dari jalan lain yang lalu bersama-sama menuju Menara. Setelah melewati puluhan rumah, kami tiba di lokasi terluar kompleks menara yang dipagari pagar besi. Kiri dan kanan jalan dijejeri para penjual souvenir sepanjang puluhan meter. Kami terus berjalan hingga tiba di gerbang yang menjadi pembatas dengan kompleks Menara. Kompleks Menara merupakan suatu kawasan seluas satu lapangan bola kaki. Dalam kompleks tersebut berdiri Menara miring Pisa, Katedral dan Baptistry (Gedung Pembaptisan).
Halaman kompleks ditumbuhi rerumputan hijau yang tumbuh dari tepi pagar kompleks sampai
dengan tetirisan bangunan. Kompleks Menara dipagari pagar setinggi pinggang. Beberapa pengunjung terlihat berdiri di tiang-tuang beton pagar guna mengambil posisi foto dalam berbagai gaya. Saya ikut mencari posisi dan meminta teman perjalanan memotret gaya saya sedang memegang Menara. Di kawasan tersebut juga terdapat jalanan selebar 3 meteran yang dilalui para pengunjung sekaligus menjadi pembatas antara pagar kompleks Menara dengan jejeran kios souvenir. Selesai berkeliling dan berfoto, saya mampir ke salah satu kios membeli oleh-oleh berupa snow ball, magnet kulkas dan gantungan kunci. Setelah itu saya berjalan keluar gerbang untuk menunggu anggota rombongan lainnya. Karena belum ada yang tiba, saya sempatkan berjalan-jalan di jejeran kios souvenir luar gerbang. Seorang pedagang Asia Selatan menghampiri saya menawarkan snowball dan gantungan kulkas - yang harganya ternyata lebih murah dari harga di dalam kawasan gerbang yang dijual oleh orang Italia. Harga souvenir di dalam kawasan gerbang tidak dapat ditawar, berbeda dengan di luar gerbang yang bisa dilakukan tawar menawar.
Setelah semua berkumpul depan gerbang, kami kembali menyusuri pedestarian ke tempat parkir bus guna melanjutkan perjalanan ke penginapan di kota Florence / Firenze. Bis tiba di Florence sekitar jam 5 sore. Penginapan tujuan kami berada dalam satu kompleks dengan jejeran apartemen hunian penduduk. Gerbang samping dibuka sehingga bisa memasuki kompleks penginapan guna menurunkan semua penumpangnya. Sebagaimana kota-kota lain di Eropa Barat, bis tidak diizinkan berhenti dan parkir di jalan depan hotel. Saya turun bersama teman-teman lain lalu masing-masing mengambil kopernya yang telah dikeluarkan Carl dari bagasi bis. Masing-masing memasuki penginapan dari pintu samping lalu berkumpul di lobby. Lenka sedang mengurus dan mengambil semua kunci kamar. Saya mendapat kamar di lantai 4. Sebagaimana biasa di hotel-hotel lainnya, kami mengatur agar setiap anggota yang mendapatkan kamar di lantai yang sama menggunakan lift pada saat bersamaan guna memudahkan dan mempercepat masing-masing orang memasuki kamarnya.
Plus Florence Hostel, demikian nama penginapan tempat saya dan teman-teman menginap semalam
di Florence sebelum melanjutkan perjalanan ke Roma. Penginapan ini sepertinya menjadi salah satu penginapan favorit turis yang terlihat dari wajah berbagai orang dari berbagai etnis dan bangsa sedang melakukan berbagai aktivitas di lobby hotel ataupun keluar masuk lift. Plus Florence Hostel berlokasi di Via Santa Caterina d'Alessandria, 15, 50129, Firenze, Italia. Kamar hostel ini cukup luas, rapi dan sangat bersih. Interiornya didisain minimalis, termasuk tempat tidur ukuran queen yang ditutupi sprei dan bed cover putih bersih. Kamar mandi sangat kecil namun apik dan bersih. Tempat shower ditutup pintu kaca sehingga air mandi tidak tampias ke area kering closet dan wastafel. Kamar saya memiliki balkon yang saya buka untuk menikmati langit kota Florence.
Selesai mandi dan ganti, saya bergegas turun ke restoran karena penginapan menyediakan welcome drink berupa red wine dan tapas (berbagai snacks, termasuk kue dan buah-buahan yang dipotong-potong kecil dan dihidangkan di piring-piring kecil. Tapas merupakan snacks khas negara-negara Eropa latin, karena kudapan ini saya
temukan juga di Spanyol, namun tidak saya temukan di Inggris, Belanda dan Jerman. Seorang staf hotel melayani kami di restoran terbuka di lantai 3 penginapan tersebut. Kami duduk berkelompok 3 - 5 orang menikmati tapas, red wine dan beraneka jus sambil ngobrol ngarol ngidul menunggu waktu memulai kunjungan ke berbagai obyek wisata di kota tua Florence.
Bersambung
Aku, Sang Penjelajah#Langit itu ayahku#Bumi itu ibuku#Gunung-gunung itu kakaku#Lautan samudera itu adikku#Sungai ngarai itu sodaraku#Padang-padang itu sodariku#Hutan rimba belukar itu temanku#Tebing-tebing itu sobatku#Bintang-gemintang itu kekasihku#Mentari pagi itu pujaanku#Surya senja itu cintaku##Aku, Sang Penjelajah#Perjalanan itu ibadah#Berkelana itu doa#Mengasoh itu kidung##Aku, Sang Penjelajah#Tak terikat waktu#Tak terkurung ruang#Tak terpaku tempat##Aku, Sang Penjelajah#Akan ku daki..
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
JELAJAH INDONESIA. Pulau Rote & Ndana: Menjejaki Negeri Para Leluhur
1 perahu dari Pelabuhan Oeseli, Pulau Rote Akhirnya, perahu nelayan milik Pak Ardin membawa kami mendekati tepi pantai Pulau Ndana. Tep...
-
Ini juga posting JADUL tahun 2007. Saat bongkar-bongkar blog baru ketahuan kalo posting ini belum dipublikasikan pada tahun 2007... lama am...
-
Saya menulis esai ini pada 12 September 2005 yang dipublikasikan salah satu milis lingkungan Indonesia. Tulisan ini saya temukan kembali mel...
-
Kemah Tabor di Mataloko Saya memilih sarapan roti lapis telur dadar bersama kopi Bajawa. Yudi dan Mako memilih nasi goreng bersama kopi...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar