Tulisan Kesembilan
|
Big Ben |
Melihat Big Ben secara langsung merupakan impian sejak kecil saat SD. Pada salah satu mata pelajaran - saya telah lupa pelajaran apa - yang diajar guru saat itu tentang zona waktu dunia yang ditentukan melalui GMT. Gambar Big Ben merupakan salah satu gambar dalam buku tersebut sehingga muncul asosiasi pikiran saat itu bahwa GMT adalah Big Ben - yang ternyata berbeda. Setelah dewasa dan mengetahui lebih banyak tentang Kerajaan Inggris tergambarkan secara jelas perbedaan antara GMT dan Big Ben sehingga impian melihat langsung Big Ben yang terletak di kawasan Westminster bertambah dengan impian untuk melihat tugu GMT di daerah Greenwich. Oleh karena impian saya melihat langsung tugu GMT telah terpenuhi kemarin, maka hari ini giliran mengunjungi Big Ben.
|
Depan Gedung Parlamen Inggris |
Saat bis yang saya tumpangi tiba di kawasan Westminster, Big Ben terlihat secara jelas walau saat itu sedang berkabut tebal. Saya lalu melangkah turun dari dek atas ke bawah bersiap untuk turun di halte terdekat. Sambil mengarah ke halte, pemandu menjelaskan sejarah Big Ben dan Gedung Parlemen melengkapi informasi yang telah saya peroleh melalui internet. Saat bis berhenti dan pintu terbuka, saya dan beberapa turis melangkah keluar. Kabut dan gerimis yang sedang terjadi saat itu tidak menyurutkan semangat saya melangkah di pedestarian yang terletak di seberang jalan sebelah kanan gedung Parlamen dan Big Ben. Setelah jaraknya cukup dekat, saya lalu berdiri dan mengamat-amati arsitektur gedung Parlamen dan Menara Big Ben. Big Ben sendiri terdiri atas 2 bagian yang menyatu, yakni menara dan jam besar yang dapat dilihat dari 4 sisi yang dipasang pada menara tersebut. Menara dan jamnya terletak di sisi belakang gedung Parlamen yang berbatasan langsung dengan Sungai Thames. Arsitektur Gothik berwarna coklat gelap membalut gedung Parlamen dan Menara Big Ben yang berdiri kokoh membuat keduanya sangat menonjol di daerah sekitarnya. Puncak menara dipasangi lampu yang akan menyala di malam hari jika Parlamen bersidang di malam hari. Hanya sedikit turis yang lalu lalang di sekitarnya mungkin disebabkan oleh gerimis yang masih terus turun. Saya tetap melangkah di pedestarian seberang jalan sambil sesekali berhenti untuk mengamat-amati keduanya Gedung Parlamen dan Big Ben.
|
Big Ben dari sisi Westminster Abbey |
Menurut Wikipedia, Big Ben adalah nama yang merujuk pada sebuat menara jam yang terletak di Gedung Parlamen di Westminster, London. Jam ini terletak di Timur Laut gedung Parlamen tersebut. Big Ben sebenarnya adalah nama kecil dari lonceng yang terletak di dalamnya. Awalnya disebut Tower Stephen karena letaknya di kompleks biara Stephen. Sebelum berubah nama menjadi Big Ben, Menara ini juga diseebut Great Bell. Pembangunan menara Big Ben diselesaikan pada tahun 1859. Menara Big Ben, Menara Victoria dan gedung Parlamen didesain oleh Charles Barry sebagai pengganti istana Westminster yang terbakar pada tahun 1834. Tinggi Menara 96,3 meter dalam gaya arsitektur Neo Gothik. Menara dibangun diatas tanah seluas 15 x 15 m. Fondasi terbuat dari beton setebal 3 meter pada kedalaman 4 meter di bawah permukaan tanah. Puncak menara ditopang oleh rangka besi yang dibuat dari besi leleh. Tinggi semua sisi menara yang dipasangi jam adalah 55 meter dari permukaan tanah. Jam dan lonceng Big Ben didesain oleh Augustus Pugin. Jam diletakan pada kerangka besi berukuran 7 meter, ditopang oleh 312 kaca opal sehingga mirip seperti jendela berwarna. Seluruh loncengnya dilapisi emas. Di bagian bawah jam, di setiap sisinya terdapat tulisan
Domine Salvam Fac Regiman Nostram Victoriam Priman (Oh Tuhan, Lindungi Ratu Victoria Yang Pertama). Seluruh kompleks, termasuk gedung Parlamen dan Menara Victoria selesai dibangun tahun 1870.
Setelah berdiri dan mengamati kompleks tersebut selama beberapa menit, saya mulai berjalan lagi mengarah ke lampu merah yang terletak sekitar 40 meter dari tempat saya berdiri saat ini. Saya bermaksud menyeberang ke kanan guna masuk ke komplek gedung Parlamen lalu menyusuri gedung tersebut ke belakang menuju Menara Big Ben. Namun sebelum sampai di lampu merah, saya melihat deretan antrian di depan suatu gedung yang terletak di sebelah kiri saya. Saya lalu berhenti dan melihat-lihat lalu menemukan papan informasi bertuliskan nama Westminster Abbey. Yaa, gereja yang terkenal di seluruh dunia sebagai gereja yang digunakan keluarga kerajaan, terutama untuk upacara pernikahan, termasuk yang terbaru pernikahan Pangeran William dan Kate. Saya lalu teringat buku saku London Pass yang telah saya baca sekilas sebelumnya yang mana didalamnya ada informasi bahwa Westminster Abbey merupakan salah satu tempat wisata yang dapat dikunjungi secara gratis menggunakan tiket London Pass. Saya lalu bergegas ke depan gedung lalu menghampiri seorang pejaga pintu sekaligus mengamati para pengantri. Saya bertanya untuk memastikan apakah saya harus antri untuk masuk atau bisa dapat
track tanpa harus mengantri lagi. Ternyata saya tetap harus mengantri mengikuti antrian yang telah ada. Beruntung antrian tidak terlalu panjang dan juga gerimis telah berhenti. Hanya awan gelap yang masih bergayut di atas langit. Saat tiba di depan penjaga yang duduk santai menjaga pintu dan mengawasi antrian, saya melihat satu papan informasi yang ditulisi
pick pocket area alis kawasan copet - gelo pikir saya, saking banyaknya copet di tempat wisata tersebut, pengelola wisatanya sampai harus memberikan informasi tertulis agar para pengunjung ekstra hati-hati.
|
Tiket gratis yang diperoleh dengan menunjukan London Pass |
Saya kemudian masuk setelah tiba giliran masuk ke dalam gedung. Sekitar 3 meter dari pintu masuk, seorang perempuan sedang menjaga loket penjualan karcis. Saya menunjukan tiket London Pass yang lalu diminta dan discan. Saya lalu diberi tiket masuk ke dalam gedung gereja tersebut. Saat memasuki gedung terlihat kumpulan-kumpulan turis yang lalu lalang sambil menenteng alat pendengar portable yang disediakan pengelola. Sepertinya gedung gereja ini berbentuk seperti Salib, kepala Salib berada di sebelah kiri saya, sedangkan kakinya yang lebih panjang berada di sebelah kanan. Saya terus berjalan masuk sampai tiba di tengah di satu titik yang terletak di tengah gedung dimana tersedia 2 kotak berisi alat pendengar portable yang dijaga - sepertinya oleh 2 pastor berjubah warna hitam. Saya menunjukan tiket saya lalu diberi 1 alat pendengar sekalian diingatkan untuk waspada terhadap para pencopet. Di beberapa tempat berdiri juga para penjaga berjubah panjang dalam warna-warna berbeda (merah, putih dan ungu). Para penjaga juga mengarahkan para pengunjung untuk berjalan mengikuti arah yang telah ditentukan. Selain dipandu melalui alat pendengar portabel yang telah saya miliki, pengelola juga menyediakan denah dan informasi tertulis dalam bentuk brosur warna hijau tua. Pengambilan foto dilarang keras dalam gedung gereja tersebut - itu juga merupakan salah satu fungsi para pastor yang berdiri mengamati di beberapa tempat dalam gereja Westminster Abbey tersebut.
|
Westminster Abbey dari samping depan |
Sesuai arahan tertulis dalam brosur, saya lalu mengarah ke kanan setelah mengambil alat pendengar portabel warna hitam yang berbentuk seperti HT atau HP, namun lebih panjang dan lebih pipih jika dibandingkan dengan HT atau sebaliknya lebih tebal jika dibandingkan dengan HP. Alat ini dilengkapi tombol-tombol bernomor, kabel yang tersambung dari alat tersebut ke bagian pendengarannya yang dipasang di telinga, seperti
hands free / ear phone yang dipasang ke HP lalu ke telinga pengguna. Saat
ear phone telah terpasan di telinga, lalu tombol on warna hijau ditekan, muncul informasi lisan tentang cara penggunaan alat tersebut dalam berbagai bahasa yang digunakan melalui tombol-tombol bernomor di alat tersebut. Saya saya menekan tombol bahasa Inggris, rekaman panduan yang terdengar pertama kali adalah ucapan selamat datang lalu mengarahkan ke titik tertentu yang telah diberi nomor pada brosur yang telah saya pegang. Rekaman panduan tersebut mengarahkan saya melalui denah yang tertera di brosur tersebut sekaligus memberi informasi detail tentang lokasi-lokasi dengan nomor-nomor yang telah saya tekan. Menggunakan alat portabel dan brosur tersebut, saya lalu terus berjalan lurus sambil mengamati berbagai lukisan, tulisan dan pahatan di lantai, dinding kiri dan kanan serta juga langit-langit gereja. Di sebelah kiri ujung lorong yang saya telusuri tersedia rak lilin yang berisi lilin-lilin kecil berbentuk bulat (seperti lilin yang digunakan untuk aroma terapi) yang dapat dinyalakan para pengunjung untuk berdoa. Donasi sekedarnya dimasukan ke dalam suatu kotak yang tersedia dekat rak lilin tersebut. Saya mengamati beberapa pengunjung yang mengambil lilin, memasukan uang logam ke kotak donasi lalu menyalakan lilin kemudian berdoa sambil memegang lilin bernyala. Selesai berdoa, lilin menyala tersebut ditempatkan ke rak yang juga telah disediakan di situ. Seorang pastor dan suster bergantian memonitor dan mengeluarkan tempat-tempat lilin yang telah kosong karena lilinnya telah habis terbakar dan padam.
Saya terus berjalan ke arah suatu kotak persegi kaca dengan panjang sekitar 1,5 meter dan lebar 1 meter di lantai yang terletak persis di tengah-tengah gedung bagian ujung atau kaki Salib. Kotak persegi tersebut dipagari bunga-bunga mawar merah segar serta lilin-lilin yang menyala. Kotak tersebut dikeliling oleh banyakj pengunjung sehingga saya tidak bisa membaca informasi yang tertulis di salah satu sisi kotak tersebut. Setelah melihat-lihat sebentar di sekitar kotak tersebut, saya lalu berjalan ke arah mimbar gereja yang terletak di sebelah kiri saya dari kotak kaca berpagar mawar merah dan nyala lilin-lilin tersebut alias saya jalan ke arah berlawanan dari arah saya datang tadi di sisi gedung yang berbeda. Di depan mimbar berjejer kursi-kursi yang beberapa diantaranya diduduki pengunjung yang sedang berdoa dalam keheningan. Beberapa pengunjung duduk di kursi-kursi tersebut sambil mengamati mimbar dan patung-patung religius yang terpasang di situ. Tidak ada suara yang terdengar, bahkan turis pengunjung dalam kelompok-kelompok tidak terdengar suaranya. Semuanya hening dalam berbagai gaya - duduk, berdiri mengamati, berdoa ataupun berjalan-jalan sambil melihat-lihat arsitektur maupun lukisan, pahatan dan patung-patung dalam gereja tersebut.
Saya terus berjalan melewati deretan kursi dan mimbar. Rekaman panduan tetap saya dengar untuk mendapatkan informasi yang telah disediakan. Saya lalu tiba kembali di dekat tempat pengambilan alat panduan portable, namun di sisi yang berbeda dan dipisah penghalang portable yang diawasi oleh pastor-pastor lain yang sedang berdiri di sudut-sudut berbeda. Saya terus berjalan ke depan lalu berbelok ke kiri ke salah satu kamar yang dipenuhi berbagai patung dan pahatan dengan informasi nama, tahun dan informasi ringkas lainnya. Setelah puas melihat-lihat di kamar tersebut, saya keluar dan berpindah ke kamar lain sampai seamier kamar yang ada di bagian depan gereja saya masuki dan lihat. Saya lalu keluar kembali ke tengah-tengah gedung dimana tersedia puluhan kursi yang tersusun rapi - mungkin tempat umat duduk mengikut ibadah pada hari-hari ibadah atau acara-acara khusus gereja. Kursi-kursi tersusun tersebut mengarah ke bagian pintu masuk yang saya lewati setelah selesai mendapatkan tiket masuk. Saya memalingkan kepala ke kiri dan kanan ke lantai dan juga ke langit-langit melihat dan mengamati. Sekitar 10 menit duduk di situ, saya merasa ingin kencing, mata saya mulai mencari-cari apakah tersedia toilet di sekitar situ. Saya melihat tulisan toilet berbentuk panah sekitar 10 meter di bagian kanan belakang tempat duduk saya. Saya bangun dan berjalan ke panah tersebut yang mengarahkan saya ke samping luar gereja.
|
Salah satu lukisan di lorong keluar Westminster Abbey |
Antrian pengunjung lumayan panjang di depan pintu toilet sampai ke dekat pintu samping gereja
mengarah ke toilet tersebut. Saya lalu ikut mengantri, sekitar 5 menit kemudian saya mendapatkan giliran. Setelah menyelesaikan urusan kencing, saya kembali ke dalam gereja untuk menyerahkan kembali alat pandu portabel sekalian mencari jalan keluar mengikuti tanda bertulis
exit. Saat keluar dari pintu bertuliskan
exit, saya masuk ke suatu lorong panjang berdinding tebal warna abu-abu. Sisi kanan lorong tersebut dihiasi jendela-jendela terbuka berbentuk lengkung di bagian atasnya sehingga cahaya dan udara masuk dengan bebas. Pada dinding sebelah kiri dihiasi berbagai lukisan dan pahatan. Saya berjalan perlahan sambil mengamati berbagai lukisan dan pahatan tersebut. Kadang saya berhenti mengambil foto atau membaca informasi yang tersedia di bawah lukisan atau pahatan-pahatan tersebut. Saat tiba di ujung lorong yang saya susuri yang mengarahkan saya ke lorong lain di sebelah kanan. Saya lalu berbelok ke lorong tersebut berjalan sambil melihat-lihat, sebentar-sebentar berhenti untuk membaca dan mengambil foto sampai saya tiba di pintu keluar. Saat kaki melangkah keluar gerbang, saya disambut udara hangat dan hamparan suatu ruang publik yang tidak terlalu ramai. Sekitar 25 meter dari tempat saya berdiri di luar gerbang pintu keluar Westminster Abbey tersebut menjulang tinggi satu tugu yang diatasnya bertengger patung seseorang. Setelah mengamati sejenak, saya memutuskan mengambil arah ke kiri sisi saya karena saya melihat satu pohon besar berdaun lebat dimana beberapa orang sedang duduk berteduh sambil makan dan minum. Perut saya langsung keroncongan, sehingga saya memutuskan duduk di bawah pohon tersebut sambil makan sandwich dan minum air mineral yang telah saya beli sebelumnya di stasiun North Greenwich.
Saya beristirahat sebentar di bawah pohon tersebut setelah mengisi perut. Sambil istirahat, saya membuka peta dan buku manual London Pass untuk mencari obyek wisata lain yang ingin saya kunjungi. Saya memutuskan mengunjungi Katedral St. Paul, Millenium Bridge, Tower of London dan Tower Bridge. London Pass dapat digunakan memasuki St. Paul Cathedral, Tower of London dan Tower Bridge. Sedangkan Millenium Bridge gratis. Karena letaknya berdekatan dengan Katedral, maka saya memutuskan mengunjungi keduanya dalam satu paket. Setelah itu saya akan naik bis wisata City Sight Seeing untuk berpindah ke Tower of London dan Tower Bridge yang berdekatan dalam peta. Setelah memutuskan akan mengunjungi tempat-tempat tersebut, saya lalu membuka peta City Sight Seeing mencari halte terdekat dari tempat saya duduk. Peta menunjukan 2 halte terdekat dari Gereja Westminster Abbey, yakni halte tempat saya turun dan satu halte lagi di seberang sungai Thames dimana saya bisa menikmati Big Ben pada sisi lain. Saya lalu memutuskan untuk berjalan ke halte yang terletak di seberang sungai Thames - yang jaraknya hampir sama dengan halte tempat saya turun - dari tempat saya beristrahat saat ini.
Saya bangun dan berjalan ke arah belakang pohon tempat saya duduk tadi. Ternyata pohon tersebut terletak di sisi kiri luar kompleks gereja Westminster Abbey alias saya masuk dari sisi depan kanan dan keluar di sisi kiri depan gereja. Saya lalu berjalan memasuki kompleks gereja melewati jalan setapak yang tersedia menuju depan gereja yang berjarak sekitar 50 meter dari pohon tempat saya duduk di bawahnya. Jalan yang saya lalui berakhir pada jalan lain di depan gereja yang menghubungkan gerbang masuk di pinggir jalan dengan gereja itu sendiri dalam rentang jarak sekitar 30 meter. Saya berhenti dan mengamati bangunan megah gereja tersebut dari gerbang pintu masuknya. Saya mengambil beberapa foto diantara para turis yang lalu lalang ataupun juga yang sedang berpose dan berfoto di depan gereja.
|
Patung Nelson Mandela |
Setelah puas melihat dan memotret, saya lalu berjalan keluar kompleks, menyeberang jalan menuju taman dan ruang publik seukuran lapangan sepak bola yang membentang dan memisahkan area gedung Parlemen bersama Menara Big Ben pada satu sisi dengan area Westminster Abbey dan deretan bangunan lain di sisi sebelahnya. Di kompleks taman tersebut berdiri patung Presiden Nelson Mandela dari Afrika Selatan - salah satu tokoh favorit ku - sehingga saya tidak melepaskan kesempatan mengambil beberapa foto ataupun berfoto di bawah patung meminta tolong beberapa turis yang lalu lalang di tempat tersebut. Saya juga berpose dan mengambil foto Big Ben dan Gedung Parlamen dari sisi lain. Setelah itu saya berjalan melewati taman dan ruang publik tersebut lurus ke arah Big Ben. Kemudian saya belok ke kiri berjalan sejajar kompleks Parlamen dan menara Big Ben, menyeberang jalan menuju halte bis wisata City Sight Seeing di seberang Sungai Thames. Di seberang jalan di sebelah kiri saya terletak stasiun Underground Westminster yang berhadapan dengan Big Ben dan gedung Parlamen di sebelah kanan saya yang dipisahkan oleh jalan raya. Pedestarian depan stasiun sampai jembatan sungai Thames dan halte bis City Sight Seeing dipenuhi manusia yang lalu lalang. Saya terus berjalan diantara orang-orang tersebur sampai tiba di jembatan sungai Thames. Sisi kiri jembatan dipenuhi para pedang kaki lima yang berjualan berbagai jenis souvenir, makanan, minuman dan lainnya, termasuk lukisan-lukisan jalanan. Ransel saya pindahkan ke depan karena area tersebut di penuhi manusia dari berbagai bangsa. Sinar matahari tidak terlalu menyengat karena mendung dan sesekali gerimis. Sekitar 500 meter seberang sungai Thames di sebelah kiri saya terlihat London Eye menjulang dalam warna abu-abu.
Akhirnya saya tiba di halte seberang sungai Thames. Ternyata ada 2 halte bersebelahan untuk 2 bis
|
Depan Westminster Abbey |
wisata berbeda, yakni bis wisata City Sight Seeing yang saya gunakan dan bis wisata lain bernama Big Bus Tour. Petugas Big Bus Tour yang berdiri di antara kedua halte tersebut menyapa saya dan bertanya apakah saya pengguna Big Bus Tour, saya menjawab ramah bahwa saya menggunakan City Sight Seeing. Kami akhirnya ngobrol sambil menunggu bis karena petugasnya ramah. Dia lalu menginformasikan ke saya untuk mengambil bis City Sight Seeing berkode T1, jika ingin berkunjung ke Katedral atau Tower of London. Selain T1, tersedia juga T2, namun rutenya agak panjang sehingga waktu tempuh yang dibutuhkan untuk tiba di obyek wisata yang akan saya kunjuni menjadi lebih lama. Padahal hari mulai sore dimana tempat-tempat wisata tersebut akan tutup pada jam 5 atau 5.30. Tidak lama kemudian bis yang saya tunggu tiba. Saya mengucapkan terima kasih lalu ikut mengantri bersama beberapa turis yang akan menggunakan bis yang sama. Setelah penumpang terkahir turun, para pengantri lalu bergegas naik, termasuk saya. Ritual yang sama diulang lagi, yakni menunjukan tiket ke sopir yang mengangguk sambil tersenyum. Karena gerimis hanya sesekali turun, saya memutuskan duduk di dek atas untuk menikmati kota di sore hari.
Sambil duduk, saya mempelajari rute dalam peta dan juga informasi tentang tempat-tempat wisata yang akan saya kunjungi. Oleh karena tempat-tempat wisata tersebut akan tutup pada jam 5 dan 5.30 sedangkan saat ini telah jam 4 serta juga rute yang dilalui bis akan melalui Tower of London dan Tower Bridge terlebih dahulu, maka saya memutuskan untuk mengunjungi keduanya. Kunjungan ke Katedral dan Millenium Bridge dilakukan setelah selesai dari Tower of London jika Katedral masih dibuka untuk umum.
BERSAMBUNG
Tidak ada komentar:
Posting Komentar