Kuil Budha di Puncak Bukit dalam Taman Jingshan |
Dari pinggir jalan depan kompleks pintu keluar Kota Terlarang di sebelah Utara, saya menyeberang ke Taman Jingshan yang kompleknya dipagari setinggi 3 meteran. Karena saya tidak menemukan gerbang masuk dan/atau keluar di seberang jalan, maka saya belok kiri menyusuri trotoar / pedestarian yang cukup lebar sepanjang pagar tembok taman. Saya berjalan hingga tiba di ujung pagar yang berbatasan dengan suatu perempatan jalan. Saya belok kanan terus menyusuri pedestarian yang dibangun menempel ke pagar tembok Taman Jingshan sekaligus menjadi pemisah dengan jalan raya yang membentang di sebelah Taman. Di pedestarian ini banyak pohon besar memberikan perlindungan bagi para pejalan kaki dari sengatan sinar matahari siang. Saya terus berjalan beberapa ratus meter, namun saya mulai ragu apakah saya berjalan di arah yang benar karena saya tidak menemukan gerbang masuk-keluar yang sedang saya cari. Saya bertemu 5 orang berseragam tentara (3 laki-laki dan 2 perempuan) warna hijau sebagaimana yang saya pernah lihat di berita ataupun film-film Cina. Saya berjalan menghampiri mereka untuk menanyakan arah gerbang. "Excuse me, where is the gate to the park?, Tanya saya sambil menunjukan foto Taman Jingshan dan keterangan yang ditulis dalam bahasa Latin dan Cina yang telah saya simpan di HP. "You are at right direction, sir, just go straight for about one hundred meters where you will see the gate", kata salah satu perempuan sambil tersenyum ramah. "Thank you so much", balas saya sambil tersenyum dan mengangguk lalu meneruskan langkah saya menyusuri pedestarian tersebut.
Taman Jingshan |
Sekitar 150an meter dari tempat saya bertanya ke para anggota militer Cina tersebut, saya tiba di gerbang Barat Taman Jingshan yang sepi dan tenang. Gerbang terletak sekitar 50 meter dari pinggir jalan membentuk huruf U terbalik ke arah jalan. Di sisi kanan gerbang atau sisi kiri saya saat berdiri menghadap gerbang terdapat loket penjualan tiket yang dijaga seorang perempuan berusia 30an. Saya berjalan menghampiri loket tersebut menanyakan harga tiket masuk. Saya menyerahkan 5 yuan ke petugas loket yang mengembalikan 3 yuan bersama selembar tiket alias tiket masuk Taman Jingshan seharga 2yuan atau sekitar 4ribu rupiah yang tentunya sangat murah. Saya berjalan menuju gerbang yang dijaga seorang lelaki. Saya menyerahkan tiket ke lelaki tersebut yang merobek pinggiran tiket lalu menyerahkan kembali ke saya. Saya mengangguk dan berjalan melewati penjaga gerbang, masuk ke dalam Taman.
Setapak menuju Puncak Bukit |
Jalan dalam Taman terbagi ke dalam 3 bagian, yakni di tengah yang berada dalam satu garis lurus dengan gerbang, di kiri dan di kanan gerbang. Pepohonan dalam Taman ditanam secara teratur dalam jarak tertentu. Rerumputan hijau yang sangat terawat menutupi permukaan tanah di bawah pepohonan bagaikan lembaran permadani. Udara terasa sejuk dan angin bertiup sepoi menimbulkan musik alami yang terjadi dari gesekan dan ayunan daun-daun pepohonan. Sekitar 100 meter dari jalan yang saya susuri terdapat jalan lain yang lebih kecil. Dengan ragu saya berbelok ke jalan tersebut dan berjalan pelan menikmati kesegaran dan kesunyian Taman. Saya tiba ti daerah yang mulai mendaki sehingga diberi anak-anak tangga dari semen. Saya terus menyusuri jalan tersebut yang membawa saya ke puncak bukit di dalam Taman Jingshan. Saat tiba di puncak, jalan bercabang 2 ke kiri atau ke kanan. Saya memilih jalan kiri yang membawa saya ke kuil Budha yang berada dalam satu garis lurus dengan Gerbang Utara Kota Terlarang yang menjadi pintu keluar bagi para pengunjung Kota Terlarang.
Kota Terlarang dari Puncak Bukit dalam Taman Jingshan |
Saya akhirnya tiba di bagian tertinggi bukit dalam Taman Jingshan. Di puncak bukit ini terdapat kuil Budha yang tidak terlalu besar. Di dalam kuil terdapat patung Budha yang sedang duduk bersila dengan tangan terangkat dalam posisi terbuka seperti memberi berkat bagi umat. Kuil ini memiliki 3 pintu, yakni Selatan, Barat dan Timur. Patung Budha dalam kuil menghadap pintu Selatan yang berada dalam satu garis lurus dengan Kota Terlarang di kejauhan. Langit-langit kuil di bagian dalam dan luarnya didominasi gambar bebek berwarna putih dengan motif lain berwarna biru dan hijau. Karena tidak boleh mengambil foto dalam kuil, saya hanya berjalan berkeliling dan melihat-lihat di bagian dalam kuil setelah itu saya keluar melalui pintu samping dan berputar kembali ke depan. Saya bersama pengunjung lain memandang Kota Terlarang yang terhampar sekitar 500an meter di bawah bukit di luar Taman. Sayangnya polusi kota Beijing sangat pekat sehingga Kota Terlarang ditutupi kabut putih yang mengaburkan foto-foto dan video yang saya ambil. Saat saya turun ke halaman kuil, saya melihat penanda kilometer 0 kota Beijing di halaman tersebut. Saya mengambil beberapa foto lalu meneruskan jelajah saya mengamati daerah sekitar kuil. Puas menjelajah bagian atas, saya turun melalui jalan bertangga di arah Timur.
Tempat Kaisar Terakhir Dinasti Ming bunuh diri |
Saya tiba di satu pertigaan di ujung setapak bertangga dari puncak bukit yang barusan saya tinggalkan. Pagar taman setinggi 3meter berada di depan saya dalam jarak sekitar 7 meter dari ujung jalan setapak bertangga-tangga tersebut. Saya belok kanan mencoba menjelajah daerah sekitar di bagian kanan. Di bagian ini terdapat tanda peringatan kaisar terakhir dinasti Ming yang bunuh diri dengan cara menggantung tubuhnya. Puas menjelajah bagian ini, saya belok kembali ke arah setapak dan terus berjalan mencari gerbang keluar taman yang berjarak sekitar 250 meter dari ujung setapak bertangga-tangga yang telah saya tinggalkan. Sebelum keluar gerbang, saya sempatkan mengambil beberapa foto pepohonan berdaun kuning yang berbaris rapi di sebelah kiri gerbang dalam jarak sekitar 50 meter. Setelah itu, saya keluar gerbang dan mengamati jalan raya di depan saya. Di kiri dan kanan gerbang terdapat pedestarian / trotoar yang cukup lebar sekitar 8-10 meter yang diteduhi pohon-pohon besar dalam jarak tertentu. Setelah mengamati beberapa saat daerah sekitar, saya belok kiri menyusuri pedestarian mencari halte bis untuk menunggu bis yang dapat saya gunakan ke Jalan Wangfujing sebagaimana informasi yang terpampang di papan informasi di pinggir jalan depan gerbang keluar Kota Terlarang (baca catatan sebelumnya).
Bagian Timur Taman Jingshan |
Ternyata saya membuat kesalahan saat belok kiri di gerbang Timur. Karena untuk mendapatkan bis 101 menuju Wangfujing, saya harus mengitari 3,4 Taman Jingshan, yakni dari gerbang Timur lalu melewati bagian Utara taman yang tidak memiliki gerbang sampai saya tiba kembali di gerbang Barat yang saya gunakan saat masuk ke Taman Jingshan. Saya menghabiskan sekitar 45menit dari gerbang Timur hingga tiba di gerbang Barat. Walau banyak bis berseliweran dan berhenti di beberapa halte, namun saya memilih berjalan terus guna kembali ke halte depan gerbang keluar Kota Terlarang. Sebelum tiba di halte tujuan, saya mampir ke satu restoran di luar pagar Taman Jingshan di bagian Barat. Waktu telah menunjukan jam 2 siang sedangkan saya belum makan dan juga sedang sangat haus karena lupa membekali diri dengan air kemasan.
Selesai makan siang, saya kembali menyusuri pedestarian di bagian luar sebelah Barat Taman Jingshan menuju jalan depan gerbang keluar Kota Terlarang yang berjarak sekitar 10an menit dari restoran tersebut. Saat saya tiba di halte, saya berdiri beberapa saat mengamat-amati halte dan daerah sekitar sehingga saya jadi tahu bis dengan nomor tertentu akan berhenti pinggir jalan yang telah diberi nomor sebagai tempat antrian para calon penumpang sesuai nomor-nomor bis. Saya antri di belakang 3 calon penumpang lain yang
Langit-langit Kuil Budha di Puncak Bukit |
telah berdiri di depan nomor 101. Bis 101 inilah yang akan saya tumpangi ke Wangfujing karena tujuan jelajah saya berikutnya adalah Jalan Wangfujing yang sangat terkenal di Beijing sama seperti Jalan Malioboro di Jogja atau Orchad Road di Singapura. Saat bis tiba, saya naik, menempelkan kartu Smart Beijing (baca catatan sebelumnya tentang Airport ke Hotel dan Beijing ke Tembok Besar) lalu duduk di salah satu kursi kosong yang masih ada. Dalam bis tersedia informasi halte-halte yang dilewati dalam bahasa Inggris dan Cina. Sayangnya nama halte hanya tersedia dalam bahasa Cina sehingga saya tidak bisa tau kapan bis akan tiba di halte yang paling dekat dengan Jalan Wangfujing. Setelah perjalanan sekitar 20an menit, saya sadar bahwa bis telah meninggalkan pusat bisnis Wangfujing karena daerah yang dilewati sepertinya daerah pinggiran kota. Saya tetap duduk tenang dan mengamati pemandangan sepanjang jalan yang dilewati bis. Rumah-rumah susun sepanjang jalan yang dilewati terlihat lebih sederhana. Daerah sekitarnya juga kering dan berdebu. Bis akhirnya tiba di halte terakhir sehingga semua penumpang harus turun, termasuk saya. Saat tiba di luar, saya baru tahu jika halte terakhir ini terhubung ke stasiun metro / subway Kebun Binatang Beijing / Beijing Zoo.
Depan Planetarium Beijing |
Saya tidak punya rencana ke Bejing Zoo, namun karena telah tersesat dan terlanjur berada di sini, saya memutuskan sekalian mampir ke Beijing Zoo. Saya bisa menjelajah daerah Wangfujing di malam hari saat selesai dari Beijing Zoo. Namun pertama-tama yang ingin saya temukan adalah toilet. Karena itu sambil mengamat-amati daerah sekitar, mata saya sekalian mencari-cari informasi toilet. Saya berjalan keluar dari halte ke pinggir jalan raya yang sangat lebar seperti jalan Sudirman - Thamrin di Jakarta. Mungkin ini salah satu jalan utama Bejing, duga saya. Di sebelah kiri saya dalam jarak sekitar 20an meter dari pinggir jalan terpampang informasi besar tentang Beijing Zoo dan gedung Planetarium Cina. Saya berjalan ke dalam kompleks Planetarium yang terbuka dan sepi. Tiba di dalam kompleks, mata saya melihat petunjuk arah toilet sehingga saya berjalan lurus sekitar 50 meter lalu belok kanan ke arah suatu bangunan warna kuning kelabu / krem. Tanda panah membawa saya ke bagian belakang gedung yang berjarak sekitar 200 meter dari gerbang masuk hingga saya tiba di satu toilet yang sangat bersih dan sepi sama seperti daerah sekitarnya. Selesai dari toilet, saya berjalan kembali ke halaman depan Planetarium yang cukup luas. Dalam jarak sekitar 200an meter dari gerbang terdapat bangunan utama tingkat tinggi yang semuanya terbuat dari kaca dan berbentuk segitiga atau kubus terbalik yang sangat indah. Saya mampir beberapa menit di bola dunia yang sepertinya terbuat dari stainless di halaman depan Planetarium dalam jarak sekitar 75 meter dari gedung Planetairum tersebut. Selesai foto-foto dan duduk beberapa menit menikmati suasana sunyi kawasan tersebut, saya bangun dan berjalan menuju satu bangunan kecil seperti toko yang berada di sebelah gerbang masuk ke komplek Planetarium. Toko ini dijaga seorang perempuan muda yang acuh tak acuh. Penjaga toko asyik sendiri di mejanya dan tidak menyapa ataupun melihat ke arah saya. Saya berkeliling melihat-lihat isi toko yang didominasi bola dunia berbagai ukuran, model dan bahan. Di atas satu lemari kaca yang berhadapan dengan pintu masuk dan keluar terdapat setumpuk peta kota Beijing berisi informasi tempat-tempat wisata di seluruh Kota. Saya mengambil 1 lalu berjalan keluar toko tersebut, karena perempuan penjaga toko terus tidak peduli dengan kehadiran saya di tokonya.
Kompleks Panda dalam Beijing Zoo |
Keluar kompleks, saya berjalan menuju lorong bawah tanah yang menghubungkan kedua sisi jalan utama tersebut. Jika di Jakarta dan kota-kota lain di Indonesia, penyeberangan manusia di jalan-jalan utama menggunakan jembatan, maka di Beijing menggunakan lorong bawah tanah. Lorong tersebut membawa saya tiba di sisi seberang jalan utama depan Planetarium. Di atas tanah ujung lorong, saya belok kiri berjalan menyusuri pedestarian selebar 3 meteran dengan taman hijau selebar 7 meteran sepanjang jalan dan pedestarian tersebut. Saya mencari-cari gerbang masuk Beijing Zoo, namun saya tidak menemukan gerbang tersebut sampai tiba di suatu jalan kecil yang tersambung ke jalan utama yang pedestariannya sedang saya susuri. Saya berhenti sejenak membuka dan mengamati peta yang saya pegang lalu menghampiri seorang laki-laki berseragam biru gelap yang sedang bekerja di taman hijau sepanjang pedestarian tersebut. Saya menunjuk tanda Beijing Zoo di peta sambil bertanya dalam bahasa Inggris. Ternyata petugas taman tersebut bisa berbahasa Inggris walau terpatah-patah, namun dia memahami pertanyaan saya. Dia meminta saya balik sambil menunjuk arah berlawanan, yakni ke arah pedestarian yang saya telah lewati. Saya mengucapkan terima kasih lalu kembali menyusuri pedestarian menuju lorong bawah tanah. Saya terus berjalan melewati gerbang stasiun metro Beijing Zoo. Gerbang kebun binatang ini berjarak sekitar 150 meter dari bangunan gerbang stasiun. Karena letaknya agak ke dalam sekitar 30an meter, sehingga saya tidak melihat gerbang tersebut saat keluar dari lorong bawah tanah karena terhalang bangunan stasiun.
Jalan pengunjung dalam Beijing Zoo |
Saya berjalan melewati gerbang menuju loket tiket yang terletak dalam satu bangunan panjang di tepi jalan utama. Saya membeli tiket masuk seharga 20yuan atau sekitar 20ribu rupiah. Setelah mengantongi tiket masuk, saya berjalan kembali ke gerbang lalu menyerahkan tiket ke seorang petugas laki-laki yang memakai seragam biru dongker termasuk topinya. Sepertinya semua petugas yang telah pernah saya temui di berbagai tempat memakai seragam berwarna sama, yakni biru dongker atau biru gelap. Karena tidak ingin membuang waktu, saya bertanya ke pedugas tersebut dimana bagian beruang panda. Petugas menunjuk ke kiri sehingga saya berjalan ke arah yang ditunjuk melewati satu gerbang lain. Saya tiba di suatu hamparan terbuka yang sangat tenang dan hijau. Di sisi kanan saya terhampar jejeran kios-kios souvenir dalam bentuk seragam seperti bangunan ruko tanpa tingkat di Jakarta. Di sebelah kanan saya terdapat gerbang menuju tempat beruang panda yang didisain menggambarkan si panda dan juga ada tulisan panda bears. Saya berjalan ke arah gerbang lalu menyerahkan tiket ke seorang petugas perempuan di dalam satu bangunan pos yang terletak persis di samping gerbang bagian masuk pengunjung. Antara bagian masuk dan keluar diberi pembatas dari stanless setinggi dada saya.
Panda dalam kompleks Beijing Zoo |
Tujuan saya hanya ke bagian beruang panda, sehingga mata saya hanya mencari-cari tanda ke bagian tersebut. Akhirnya saya tiba di bagian panda yang berada dalam kandang raksasa. Rerumputan dibiarkan tumbuh hijau dalam kandang. Dua rumah-rumahan setinggi 3 meteran di buat dalam kandang tersebut. Rumah-rumahan itu di lengkapi tangga dari kayu-kayu bulat sehingga beruang-beruang panda dalam kandang tersebut bisa naik dan turun. Di salah satu tangga, seekor beruang panda ukuran besar sedang tidur telungkup tak peduli dengan suara anak-anak yang berisik dan berteriak-teriak gembira melihat beruang-beruang panda di lokasi tersebut. Satu panda lagi berjalan hilir mudik dalam kandang dari tangga ke gua buatan dari semen di dalam kandang yang tersambung ke suatu bangunan. Kadang panda tersebut hanya berjalan mengeliling satu pohon besar berdaun rindang dalam kadang tersebut. Puas menikmati tingkah pola panda-panda tersebut saya berjalan meninggalkan kandang untuk menjelajah dan menikmati hal lain di kebun binatang tersebut. Saya berjalan hingga tiba di depan
Panda sedang ngemil daun bambu :) |
bangunan yang bagian luarnya terdapat pernik-pernik panda seperti patung batu berbentuk panda dikeliling pohon-pohon bambu yang daunnya merupakan makanan panda. Setelah mengambil beberapa foto, saya berjalan masuk ke dalam bangunan tersebut yang bagian dalamnya sangat luas dan lapang. Dalam bangunan ini terdapat kios yang menjual berbagai pernik berbentuk panda. Saya memilih topi dan boneka panda kecil yang sedang makan daun bambu. Saat saya meninggalkan kios, saya melihat sekumpulan orang sedang menonton satu panda dewasa yang asyik makan daun bambu dalam posisi duduk bersandar di dinding bebatuan yang dibuat dalam kandangnya di luar gedung. Karena dinding gedung di bagian ini menggunakan kaca tembus pandang yang tebal, maka para pengunjung dapat menikmati tingkah pola panda dan juga mengambil foto-foto yang diinginkan.
Taman dalam Beijing Zoo |
Selesai dari kompleks panda, saya berjalan keluar kembali melewati gerbang yang sama saat saya masuk. Dari depan gerbang, saya belok kiri menuju bagian lain. Sepertinya kebun binatang ini sekaligus menjadi taman indah dan sejuk karena saya berjalan di antara berbagai pohon besar rindang yang berjejer seperti memagari jalan-jalan dalam taman bersama rerumputan hijau dan bunga berbagai jenis. Saya membaca informasi arah berbagai bagian kebun binatang Beijing yang ditaruh di salah satu bagian taman berjarak sekitar 25 meter dari gerbang. Setelah itu saya melangkah perlahan menikmati suasana sepi dan lenggang taman menuju bagian serigala, beruang es dan juga kera berbagai jenis. Selesai menjelajah bagian-bagian tersebut, saya kembali menyurusi jalan taman menuju gerbang luar. Di taman dan jalan yang menghubungkan berbagai bagian dalam kebun binatang tersebut terdapat bangku-bangku taman dari kayu berwarna coklat. Saya duduk di salah satu bangku menikmati kesunyian dan keteduhan taman yang menjadi bagian dari kebun binatang Beijing.
Petunjuk arah Utara di Puncak Bukit Taman Jingshan |
Puas menikmati keteduhan dan kebisuan taman dalam Kebun Binatang Beijing, saya meninggalkan bangku kayu itu dan mulai berjalan perlahan menapaki jalan yang telah saya lalui saat menjelajah bagian kebun binatang ini. Hari mulai sore saat saya tiba di gerbang dan jalan ke stasiun metro Beijing Zoo yang terletak sekitar 100an meter dari gerbang kebun binatang yang barusan saya tinggalkan. Saya berganti metro dua kali yang membawa saya kembali ke stasiun Dongsi seperti biasa. Udara terasa dingin saat saya tiba di pintu keluar stasiun. Saya belok kiri menyusuri jalan dalam komplek stasiun sejauh 100an meter lalu belok kiri lagi melangkah ringan menuju hotel yang berjarak 2 gang dari stasiun Dongsi. Saya ingin beristirahat sejenak dan mandi air hangat barulah keluar lagi menjelajah jalan Wangfujing di malam hari sambil mencari makan malam di daerah sekitarnya.
Bersambung...