|
Memilih makan Jepang di Garuda |
Pesawat Garuda yang saya tumpangi mendarat mulus di Airport Kansai pada pagi hari tanggal 22 November 2015. Setelah parkir dan pintu dibuka, satu demi satu penumpang meninggalkan pesawat dan berjalan ke bangunan terminal - yang terlihat sepi dan kosong. Sepertinya Garuda dari Jakarta merupakan pesawat pertama yang mendarat di Kansai pagi hari ini. Antrian pemeriksaan pasport tidak terlalu ramai. Seorang laki-laki tua mengenakan jas biru dongker tersenyum ramah dan menyapa saya menggunakan bahasa Indonesia "silahkan antri disini", senang dan terkejut saya mengucapkan terima kasih sambil mengangguk. Lelaki tua itu bergeser menyapa penumpang lainnya di belakang saya. Saya dengan tertib antri menunggu giliran pemeriksaan paspor - yang selesai dengan cepat sehingga saya bersama penumpang yang juga telah selesai - berjalan mengikuti tanda panah turun ke lantai dasar yang adalah tempat pengambilan bagasi. Setelah mengambil koper, saya bergegas ke toilet yang terletak beberapa puluh langkah di sebelah kiri saya guna menyelesaikan urusan belakang di pagi hari.
|
Airport Kansai |
Bangunan terminal kedatangan terlihat sederhana dan sepi karena kebanyakan penumpang Garuda yang tiba bersama saya telah keluar dari ruang pengambilan bagasi. Saya bergegas melewati petugas jaga lalu belok kanan ke pintu keluar. Saya tiba di pelataran luar yang lebih ramai dengan berbagai kios / kounter seperti konter makanan, penjualan kartu telp, informasi dan penukaran uang. Saya sempatkan foto-foto di depan papan displai digital yang menampilkan ucapan selamat datang dalam berbagai bahasa, termasuk bahasa Indonesia. Saat saya berjalan menuju eskalator ke lantai atas guna keluar ke stasiun kereta, seorang lelaki paruh baya menghampiri saya sambil menunjukan lencana polisi di dompetnya. Lelaki itu dengan ramah dan tersenyum meminta paspor saya untuk diperiksa. Saya tidak langsung menyerahkan paspor karena kuatir ini hanyalah trik para pencopet sebagaimana saya baca di internet. Lelaki tersebut terus mendesak dengan ramah dan tersenyum sambil membungkuk-bungkuk beberapa kali berusaha meyakinkan saya bahwa dia adalah polisi, tanpa seragam polisi. Karena saya tidak ingin berlama-lama, saya mengambil paspor dan meyerahkan ke lelaki. Paspor saya dibuka dan dilihat sekilas kemudian diserahkan kembali sambil mengucapkan terima kasih dan membungkuk sekali lagi sebelum berlalu ke tempat lain di area tersebut. Saya sempat melongo sesaat lalu melangkah ke eskalator yang membawa saya ke lantai 1 di atas.
|
Bangunan stasiun Kansai |
Tiba di lantai 1 yang merupakan pelataran terbuka, saya dengan mudah melihat penanda stasiun kereta dan kantor penukaran tiket JR Pass (baca catatan sebelumnya tentang persiapan jelajah Jepang) berjarak puluhan meter di sebelah kiri saya. Saya berjalan ke tempat tersebut melewati semacam jembatan penghubung antara bangunan terminal yang akan saya tinggalkan dengan bangunan stasiun di sebelah kiri saya. Bangunan stasiun yang saya masuki terdiri dari 2 bagian, sebelah kiri terdapat beberapa kantor, termasuk kantor penukaran JR Pass, sedangkan sebelah kanan merupakan pintu masuk ke dalam stasiun guna mengakses kereta Shinkansen milik perusahaan Japan Railway (JR) dan kereta dari perusahaan swasta lainnya (Jepang memiliki banyak perusahaan kereta yang menyediakan jasa transportasi kereta dalam kota, luar kota dan antar kota sehingga sering membingungkan bagi orang baru) serta subway atau kereta bawah tanah. Setelah saya mendapakan tiket JR Pass yang ditempelkan pada selembar kertas berwarna kehijauan (seperti kertas sertifikat hak milik atas tanah di Indonesia) selebar kartu listrik PLN era tahun 90an di Indonesia, saya keluar dan berjalan ke loket di sebelah jejeran palang elektronik pintu keluar masuk peron. Seorang petugas berseragam biru dongker dan bertopi hitam khas petugas kereta di film-film berjaga dalam loket sedangkan 1 lagi berdiri di pintu keluar masuk sebelah loket. Tiket JR Pass saya tunjukin ke petugas tersebut yang mengangguk dan membukakan pintu akses ke dalam stasiun, "which is the line to Osaka", tanya saya ke petugas tersebut. "right" jawab lelaki tersebut sambil menunjuk ke kiri saya. Dari pintu masuk saya berjalan beberapa meter lalu belok kiri menuju eskalator yang membawa saya ke peron kereta di lantai bawah. Ternyata "right" yang dikatakan petugas tersebut bener berada di sebelah kanan saya walau di pintu masuk posisi peron tersebut berada di sebelah kiri saya :).
|
Kansai dari atas Shinkansen |
Sebelum kereta tiba, sambil menunggu saya memperhatikan orang-orang yang antri berdiri patuh di tanda-tanda panah yang disiapkan di lantai peron. Tanda panah mengarah ke rel disiapkan bagi antrian orang-orang yang naik, sedangkan tanda panah berlawanan disiapkan bagi orang-orang yang turun. Para penunggu kereta patuh antri satu per satu berjejer ke belakang pada tanda panah yang telah disiapkan. Papan elektronik menyediakan informasi digital dalam 3 bahasa, termasuk bahasa Inggris tentang stasiun tujuan, waktu serta nomor gerbong yang kursinya harus dipesan (reservasi) terlebih dahulu dan gerbong non reservasi. Saya ikut ngantri di bagian non reservasi lalu masuk ke kereta mengikuti orang di depan saya setelah penumpang yang turun semuanya keluar. Saya terkagum-kagum pada kereta yang berhenti dan pintunya tepat pada tanda-tanda panah yang telah disiapkan di lantai peron. Karena gerbong yang saya masuki tidak penuh, saya dengan mudah mendapatkan tempat duduk.
|
Kansai dari atas Shinkansen |
Koper kecil saya (karena telah mendapatkan informasi online sebaiknya membawa koper kecil guna memudahkan mobilitas dan penempatan di loker stasiun, di kereta dan juga di kamar hotel) tempatkan di tempat bagasi di atas kursi saya. Semua informasi di dalam kereta tertulis dalam bahasa Jepang, sedangkan informasi lisan disampaikan dalam 3 bahasa, satu diantaranya bahasa Inggris. Sekitar 1 jam perjalanan dari Kansai, Sinkansen yang saya tumpangi tiba di stasiun Shin-Osaka (Shinkansen dari stasiun Kansai Hanya berhenti di 2 stasiun, satu diantaranya adalah Shin Osaka. Karena stasiun Shin Osaka menjadi stasiun transit bagi Shinkansen ke kota lain di Jepang, maka saya memilih mencari penginapan di sekitar stasiun Shin Osaka sehingga memudahkan saya berpindah dari Osaka ke Hiroshima yang merupakan kota tujuan saya setelah Osaka, sebelum Kyoto.
|
Menginap di hotel ini |
Saat kereta berjalan perlahan memasuki stasiun Shin Osaka, saya melihat nama hotel yang telah saya booking terpampang jelas di luar stasiun, namun ternyata tidak mudah menemukannya saat saya telah tiba di stasiun. Keluar dari Shinkansen, saya mengikuti penumpang lain menggunakan eskalator ke lantai atas lalu masuk ke dalam bangunan stasiun - yang sangat megah dan sangat ramai. Nah, mulai bingung nie, pikir saya. Pintu keluarnya mana ya? pikir saya sambil memperhatikan ratusan manusia lalu lalang dalam stasiun. Saya berdiri merapat ke salah satu tiang lalu mengamati sekeliling saya sampai menemukan pintu keluar masuk yang disebelah kanannya (dari arah saya atau di sebelah kiri arah sebaliknya) terdapat loket (seperti di stasiun Kansai) yang dijaga 2 petugas di dalam dan 1 di luar. Saya memperhatikan beberapa orang keluar masuk melalui pintu yang dijaga petugas
|
Stasiun Shin Osaka |
tersebut, sementara orang lainnya hanya menempelkan kartu di pintu-pintu palang elektronik setinggi pinggang (seperti di stasiun-stasiun komuter Jakarta) yang berjejer di sebelah loket tersebut. Beberapa dari mereka menunjukan tiket JR seperti milik saya ke petugas jaga. Saya berjalan ke loket tersebut dan menunjukan tiket JR saya lalu melewati petugas jaga yang hanya memperhatikan dan mengangguk.
Saya memilih belok kanan setelah melewati loket JR. Di kanan saya berjejer mesin-mesin penyedia tiket elektronik dan kantor penjualan tiket Shinkansen yang menempati areal cukup luas, sementara di kiri berjejer konter makanan berbagai jenis, snacks, kartu telpon dll. Cara orang-orang berjalan di tempat tersebut juga sepertinya telah diatur dengan sendirinya ke masing-masing sisi berbeda untuk arah berbeda sehingga tidak terjadi tabrakan di sisi yang sama karena orang dari arah berbeda berjalan di sisi yang sama. Saya terus berjalan hingga tiba di ujung bangunan stasiun dimana terdapat akses ke peron Shinkansen antar kota yang terletak di sebelah kanan saya, sedangkan di sebelah kiri saya merupakan dinding kaca
|
Salah satu resto di stasiun Shin Osaka |
bangunan stasiun yang menjadi pembatas dengan ruang terbuka kawasan luar stasiun Shin Osaka. Saya celingukan di dinding kaca tersebut mencari-cara papan nama hotel Shin Osaka yang telah saya book dan terlihat saat kereta berjalan perlahan memasuki stasiun. Setelah melihat papan nama hotel, saya berjalan mencari pintu keluar yang ternyata terletak di lantai dasar sehingga saya sekali lagi menggunakan eskalator ke lantai dasar lalu keluar di areal parkir. Saya mengikuti beberapa orang yang menyeberang di sebra cross jalan yang menjadi pembatas areal parkir dengan ruang publik kawasan stasiun. Saya harus menyeberang 2 sebra cross menuju jembatan penyeberangan orang (JPO) ke jalan raya sebelah stasiun karena hotel yang menjadi tempat saya menginap di Osaka berada di sebelah rel yang dipisah pagar pembatas dari kawat serta jalan raya di sebelah pagar pembatas tersebut.
|
Kamar tidur di hotel Shin Osaka |
Jembatan penyeberangan tersebut membawa saya ke pedestarian yang sangat rapi dan bersih sehingga memudahkan saya menarik koper kecil saya menuju hotel yang terletak sekitar 200an meter dari JPO - melewati 2 hotel lain di jalan yang saya lalui. Udara dingin sangat terasa di jalan yang juga sangat sepi. Hanya beberapa pejalan kaki dan pesepeda yang lewat di jalan tersebut. Tidak terlihat lalu lalang kendaraan di jalan tersebut, sampai saya tiba di hotel Station Shin Osaka - yang ternyata memiliki 2 hotel di daerah tersebut sehingga saya sempat nyasar ke hotel dengan nama sama, namun bukan yang saya pesan. Setelah melihat bukti pesanan saya, seorang perempuan penerima tamu dengan tersenyum ramah mengantar saya ke hotel yang telah saya pesan yang terletak beberapa puluh meter dari hotel dengan nama yang sama.
BERSAMBUNG..