Minggu, 22 Juni 2014

JJ EROPA BARAT : Meninggalkan London, Menuju Paris



Menunggu bis depan hotel
Holiday Inn Express
Pagi 24 Agustus 2013. Bangun jam 6 pagi, mandi, ganti pakaian lalu keluar kamar hotel sambil membawa koper  dan ransel untuk check out ke resepsionis di lantai 1. Resepsionis dengan ramah melayani saya check out dan mempersilahkan untuk sarapan. Setelah semua urusan administrasi check out selesai, sambil membawa koper dan ransel, saya berjalan menuju ruang makan yang masih sepi sehingga saya memilih menempati meja di samping jendela agar bisa mengamati suasana di luar hotel, termasuk  ke jalan raya depan hotel. Awan ringan menutup langit London mengiringi sinar matahari yang sepertinya tersenyum malu karena masih sangat pagi. Saya memulai sarapan dengan yogurt dan jus jeruk terlebih dahulu lalu beranjak ke makanan utama berupa roti lapis keju dan daging, kacang merah rebus dan telur orak arik rebus. Makanan utama disusul makan penutup berupa jeruk dan segelas susu segar. Saya tak lupa mengantongi 1 jeruk dan 1 apel sebagai bekal dalam perjalanan London-Paris. 

Selesai sarapan jam 6.45 pagi, saya lalu beranjak ke luar hotel membawa serta koper dan ransel berisi kamera, copy paspor serta buah-buahan. Saat keluar ke halaman, saya melihat 6 orang bercakap-cakap dalam bahasa Inggris namun berwajah asia. Hanya 1 laki-laki berwajah dan berpostur Eropa. Saya berjalan menghampiri mereka. Seorang perempuan menyapa terlebih dahulu dalam bahasa Indonesia sehingga kami lalu berkenalan dan melanjutkan percakapan dalam bahasa Melayu dan Inggris, karena perempuan tersebut berasal dari Malaysia. Zainab namanya yang mengikuti tour bersama seorang temannya bersama Hanni.  Selain kedua teman baru saya yang berasal dari Malaysia, dalam rombongan tersebut juga ada seorang ibu dan anak dari Singapura dan sepasang suami istri dari London (suami orang Inggris, sedangkan istri berasal dari Philipina). Rombongan kami  menunggu bis yang akan menjemput di hotel ini sebagai titik pertemuan kedua. Dalam berbagai komunikasi dengan agen tour maupun di website www.expatexplore.com tertulis bahwa tempat penjemputan di London terdapat di 2 titik, salah satunya adalah di hotel Holiday Inn Express di Greenwich - yang kemudian ternyata sangat aksesibel menggunakan bus maupun kereta bawah tanah / tube. Matahari bersinar terang sehingga kami ngobrol sambil saya duduk di atas sebuah batu di lokasi tersebut sekalian berjemur guna mengurangi hawa dingin yang sangat menggigit kulit.

Bis yang digunakan saya dalam tour London - Amsterdam
7.15 pagi, bis tour yang ditunggu tiba. Kami dihampiri seorang perempuan Eropa memakai t-shirt hitam, celana panjang warna khaki dan sepatu kets yang lalu menyapa "hai" sambil tersenyum memperkenalkan dirinya sebagai penjemput untuk tour. Dia kemudian memanggil nama kami satu demi satu dan mempersilahkan kami menaiki bis. Saat saya memasuki bis, ternyata telah ada beberapa anggota rombongan yang mungkin naik dari titik penjemputan pertama. Beberapa orang berwajah Eropa dan beberapa lain berwajah Asia. Setelah semua naik, bis pun perlahan bergerak meninggalkan hotel. Di atas bis yang berjalan keluar kota London,  pimpinan tour atau tour leader mulai cuap-cuap menggunakan microphone yang tersedia di bis. Dia memperkenalkan dirinya bernama Lenka berasal dari Slovakia yang telah bekerja di perusahaan tour tersebut selama lebih dari 5 tahun. Lengka adalah tour leader yang akan menyertai seluruh perjalanan rombongan dari London hari ini hingga kembali lagi ke kota tersebut 2 minggu yang akan datang sebagai akhir dari perjalanan  tour tersebut. Sebelum bergabung dengan Expatexplorer, Lenka telah pengalaman kerja di Dubai dan Bangladesh. Setelah secara singkat memperkenalkan dirinya, Lenka lalu memperkenalkan sopir bis - bernama Carl dari Belanda yang bertindak sebagai asisten Lenka, termasuk mengurus bagasi rombongan saat bis tiba di hotel-hotel di kota-kota yang dikunjungi. Setelah itu, Lenka lalu mengarahkan para anggota rombongan untuk memperkenalkan dirinya masing-masing, termasuk negara asal, yakni Indonesia, Malaysia, Singapura, Philipina (semua anggota tour dari Philipina bekerja dan tinggal di negara lain, yakni di Inggris, Kanada dan Dubai), Thailand (5 orang mahasiswa yang sedang studi di Inggris) Australia (6 pasangan suami-istri), Irlandia, Srilanka. Saat kami tiba di Paris sore harinya bergabung anggota rombongan lainnya yang berasal dari Venesuela dan Mesir.

Setelah acara perkenalan selesai, tour leader menginformasikan berbagai fasilitas, termasuk toilet (yang hanya digunakan saat benar-benar darurat saja), sampah dan juga fasilitas hiburan. Setelah itu, masing-masing anggota rombongan menerima 1 tas punggung kain berwarna merah bertulisan expatexplorer. Dalam tas tersebut terdapat berbagai informasi terkait perjalanan - yang sebenarnya telah saya terima melalui email saat, termasuk hotel di kota-kota yang akan dikunjungi, notes, balpoin, penyanggah leher yang ditiup saat akan digunakan atau dikempiskan dan dilipat saat tidak digunakan, mantel hujan dari plastik tipis yang terbungkus dalam pembungkus berbentuk bola warna merah sebesar 1 genggaman tangan orang dewasa, 1 bungkus coklat dan 1 bungkus biskuit. Informasi lain adalah bahwa sopir bis harus selalu mengambil istrahat setiap 2,5 atau 3 jam maksimum perjalanan yang merupakan standar aturan bagi para sopir bis di Eropa. Waktu istrahat bagi sopir sekaligus waktu istrahat bagi rombongan untuk ke toilet atau sekedar keluar dari bis guna menghirup udara segar dan meluruskan badan di tempat-tempat istrahat - semacam tempat singgah istrahat di sepanjang jalan tol Jakarta - Bogor atau Jakarta-Bandung. Tempat-tempat istrahat tersebut merupakan semacam one stop service yang menyediakan berbagai barang seperti souvenir, wine, coklat serta  minuman dan makanan. Waktu istrahat hanya 15 menit, untuk itu bagi yang terlambat kembali ke bis akan dikenai hukuman berupa menyanyi di depan bis. Tour leader juga menginformasikan adanya 2 rute dan penyeberangan ke Prancis, yakni menggunakan ferry atau kereta. Untuk perjalanan kami pagi ini, penyeberangan ke Prancis akan menggunakan kereta - tidak menggunakan kapal ferry dengan mempertimbangkan ketersediaan waktu. Untuk perjalan balik baru akan menggunakan ferry. Oleh karena saya telah memutuskan untuk memisahkan diri di Belanda, maka tentunya saya tidak bisa menikmati perjalanan balik ke London menggunakan ferry yang akan ditempuh dalam waktu sekitar 90 menit tersebut.

Tiada terasa, bis telah tiba diperbatasan Inggris dan Prancis. Tour leader lalu turun menemui para petugas imigrasi - yang tidak melakukan pemeriksaan ke atas bis. Mereka hanya bercakap-cakap dengan tour leader di pos pemeriksaan sambil memeriksa dokumen yang diserahkan tour leader. Saya yang berharap mendapatkan cap Perancis di passport harus kecewa karena para petugas tidak melakukan prosedur pemeriksaan dan juga validasi visa dan passport. Namun tidak apa karena perjalanan lancar-lancar saja. Tidak sampai 5 menit di pos pemeriksaan, bis telah maju menuju wilayah Perancis. Setelah tiba di wilayah Perancis,
Tugu Perbatasan Inggris - Perancis
bis berhenti di tempat peristrahatan di perbatasan dalam wilayah Perancis - memberikan kesempatan kepada semua anggota rombongan, termasuk sopir dan tour leader untuk beristrihat selama 15 menit. Bagi anggota rombongan yang ingin menukar Poundsterling-nya ke Euro dapat dilakukan di money changer yang tersedia di tempat tersebut. Saya seperti anggota rombongan lainnya menggunakan waktu istrahat tersebut untuk ke toilet, membeli makanan kecil dan air minum serta menukar semua Poundsterling tersisa ke Euro - namun tidak bisa semuanya ditukar, masih tersisa beberapa sen. Setelah itu, saya lalu cepat-cepat kembali ke bis. Beberapa anggota rombongan telah juga kembali ke bis menunggu anggota rombongan lainnya sambil bercakap-cakap dan berjemur di sekitar bis. Saya lalu bergabung sekalian mengambil beberapa foto di kawasan tersebut.

Tepat 15 menit waktu istrahat selesai, semua anggota rombongan telah berada dalam bis. Tour leader kemudian berjalan dari depan ke belakang menghitung anggota rombongan - lalu memberikan kode ke sopir untuk menjalankan bis saat hitungan menunjukan semua anggota rombongan telah berada dalam bis. Sambil bis berjalan, tour leader berdiri dan menceritakan sejarah Perancis serta hubungan antara kedua negara, Inggris dan Perancis. Kami juga diinformasikan tentang rute ke Paris akan melalui terowongan bawah laut menggunakan kereta khusus bagi kendaraan - dimana saat bis kami telah berada di dalam kereta, maka AC bis akan dimatikan - karena merupakan suatu peraturan. Untuk itu rombongan diminta pengertiannya. Bis akan berada dalam kereta yang melalui terowongan bawah laut tersebut selama 45 menit. Pada saat itu, anggota rombongan dapat keluar dan berjalan-jalan di atas kereta. Namun, selama perjalanan dalam terowongan, semua anggota
Prasasti di Tugu Perbatasan Inggris-Perancis
rombongan memilih tetap berada dalam bis - menonton film di layar TV dalam bis atau bercakap-cakap satu sama lain bahkan ada yang membaca ataupun tidur. Singkat cerita, waktu 45 menit hampir lewat saat saya melihat daratan dari dalam bis yang beriringan keluar dari kereta bersama dengan kendaraan. Bis yang saya tumpangi selama tour telah tiba di daratan Perancis di Benua Eropa.

Sekitar 2,5 jam dari tempat istrahat di perbatasan Inggris-Perancis, bis lalu berhenti di suatu tempat peristrahatan guna makan siang bagi semua penumpang, termasuk sopir. Waktu istrahat makan siang lebih lama, yakni 30 menit dibanding waktu istrahat untuk ke toilet atau sekedar menghirup udara di luar bis, yakni hanya 15 menit saja. Makan siang dilakukan di restoran bergaya prasmanan sehingga pengunjung memilih dan mengambil sendiri jenis makanan dan minumannya lalu antri ke kasir, bayar kemudian memilih meja dan kursi untuk makan. Pembayaran dapat dilakukan dengan kartu debit atau kredit atau cash. Saya memilih menggunakan kartu kredit sehingga uang cash saya bisa disimpan bagi kebutuhan lain yang harus dibayar menggunakan cash. Selesai makan, peralatan makan saya membereskan peralatan makan minum saya lalu menaruhnya ke  tempat piring dan gelas kotor yang tersedia - pengunjung lain juga melakukan hal yang sama. Hanya ada 2 pelayan perempuan berseragam yang lalu lalang mendorong troli tempat peralatan makan minum yang telah kotor tersebut ke tempat cuci. Karena itu masing-masing mengunjung mengurus dirinya sendiri sejak memilih makanan dan minuman, membayarnya di kasir, memilih meja serta membereskan peralatan kotor setelah selesai makan.

1 jam sebelum tiba di Paris, tour leader membagikan peta kota Paris, termasuk rute kereta dalam kota (Metro) dan mulai cuap-cuap menginformasikan berbagai hal tentang Perancis dan Paris, termasuk sejarah perkebangan kota, tempat-tempat kunjungan, tempat belanja murah dan mahal, tips dan triks menghadapi para kriminal di tempat-tempat wisata yang menjadikan para turis sebagai sasaran mereka, dll. Sore hari sekitar jam 4, kami tiba di hotel Forest Hill Paris la Villette yang terletak di pinggiran kota Paris namun sangat aksesibel menggunakan Metro  (seperti comuterline di Jakarta) yang menjangkau seluruh kota Paris. Tour leader juga menawarkan 2 tempat kunjungan yang diorganisir oleh tour
suasana dalam kereta penyeberangan Inggris - Perancis
tersebut dengan tambahan biaya tiket, selain tour sendiri oleh masing-masing anggota rombongan, yakni melihat Paris dari ketinggian di gedung Montparnasse dan menyusuri sungai Seine menggunakan kapal. Beberapa orang, termasuk saya memilih tour ke puncak gedung Montparnasse (katanya gedung tertinggi di Paris) untuk melihat kota Paris dari ketinggian (seperti melihat kota Jakarta dari puncak Monas) dan juga tour menggunakan kapal melintasi sungai Seine. Namun, ada juga anggota rombongan yang memilih mengorganisir sendiri perjalanannya. Anggota rombongan yang memilih tempat wisata yang sama lalu bergabung untuk mendiskusikan dan menyepakati pengaturan perjalanan bersama-sama untuk saling membantu satu sama lain. Untuk itu, waktu perjalanan bersama perlu disepakati sehingga tidak saling menunggu. Semua anggota rombongan saya yang akan ke tempat wisata yang sama berjanji untuk bertemu kembali di lobby hotel saat malam pertama untuk mengatur jadwal perjalanan tersebut.

Hotel Forest Hill Paris la Villette terletak di 28Ter Avenue Corentin Coriou Paris (www.foresthill-hotels.com). Harga 1 kamar per malam berkisar 1,7 - 3,5 juta tergantung peak atau low season saat kunjungan. Di pertengahan hingga akhir bulan Agustus, harga per malam ada di kisaran 1,7 juta per malam. Hotel terletak di pinggir jalan berhadapan dengan jejeran restoran "murah meriah" di seberangnya sehingga memudahkan orang-orang yang nginap untuk mencari makan di luar hotel. Di sebelah kiri hotel ada satu taman yang sangat luas tempat orang-orang berkumpul memainkan dan menonton pertunjukan musik jazz. Sebelah kanannya adalah perempatan yang tidak terlalu ramai. Sekitar 50 - 75 meter dari perempatan tersebut terletak stasiun Metro
Perbatasan Inggris - Prancis 
- yang memudahkan akses saya dan anggota rombongan pergi dan balik ke hotel dari tempat-tempat wisata di Paris dan sekitarnya.

Kemudahan mengikuti tour seperti ini adalah bis menurunkan saya di depan hotel lalu tour leader yang mengurus check in dan kunci-kunci kamar. Sekitar 5 menit turun dari bis, masing-masing anggota rombongan mendapatkan kunci kamarnya - yakni twin shared beds (2 tempat tidur per kamar). Guna mempercepat waktu masuk ke kamar masing-masing sehingga waktu istirahat lebih panjang, maka para anggota rombongan sepakat penggunaan lift per lantai bagi anggota rombongan yang menginap di kamar-kamar pada lantai yang sama - cara ini digunakan oleh rombongan di setiap kota yang dikunjungi.  Rombongan diberikan waktu 1 jam untuk beristrahat, mandi, ganti serta mempersiapkan diri untuk tour di sore sampai dengan malam hari.

Bersambung ke KELILING PARIS, City of Love.

Minggu, 15 Juni 2014

KELILING LONDON : TIPS dan TRIKS

Tulisan Penutup Perjalanan Keliling London: TIPS dan TRIKS


1. Kunjungan ke London memerlukan visa terpisah dari visa ke negara Eropa Barat lainnya yang telah tergabung dalam Uni Eropa.
2. Jika semua syarat dipenuhi, maka visa akan diterima dalam waktu 10 hari setelah semua dokumen yang diminta diserahkan ke service provider. Akses melalui website www.vfsglobal.co.uk/indonesia. Semua informasi pengurusan visa ke Inggris dapat diperoleh di web tersebut, termasuk biaya, syarat, appointment.
3. Antisipasi delay pesawat. Meski perusahaan penerbangan yang digunakan merupakan perusahaan international yang telah punya reputasi, namun penundaan penerbangan yang tidak terduga dapat saja terjadi. Penundaan tersebut akan mempengaruhi kesiapan mental dan juga urusan hotel dan, paket tour yang telah diambil dan juga jadwal kunjungan di negara tujuan.
4. Menggunakan London Pass yang satu paket dengan transporatasi akan memudahkan kunjungan ke hampir semua tempat wisata terkenal di London. Pelancong hanya tinggal memilih berapa hari kunjungan. Paket tersebut akan memudahkan pindah moda transporatsi dari bis ke tube atau sebaliknya, termasuk memudahkan antrian. Di tempat wisata tertentu, para pemegang London Pass mendapatkan kemudahan fast tract alias tidak perlu antri dengan pengunjung lain yang tidak menggunakan London Pass. Pembelian London Pass dilakukan online melalui website www.londonpass.com. ID Card London Pass tersebut dapat diambil langsung di kantornya di London atau minta dikirimkan ke negara pembeli jika waktu kunjungan masih lama dari tanggal penggunaan. Jika London Pass dibeli satu paket dengan tiket Tube dan Bis, maka lebih baik dibeli jauh2 hari lalu minta dikirimkan ke alamat pembeli, untuk itu ada ongkos kirim yang harus ditambahkan. Jika ingin mengambil sendiri, maka saat tiba di London, pembeli harus membeli tiket Tube atau menggunakan taxi (alias perlu pengeluaran transporatasi terlebih dahulu) untuk menggambil London Pass di kantornya - yang terletak dekat Trafalgar Square. Sekitar 2 menit jarak jalan kaki dari Trafalgar Square.
5. Jika tidak menggunakan London Pass, maka alternatif transportasi murah meriah yang dapat digunakan adalah Tube dan Bis. Untuk itu, pengunjung hanya perlu membeli kartu Oyster. Kartu ini bisa dibeli online lalu dikirim ke alamat pembeli atau dibeli saat berada di London. Jika ingin menggunakan Tube dari Terminal 4 (tempat landing maskapai Emirates), maka pengunjung dapat membeli tiket melalui mesin penjualan yang terletak di dekat pintu masuk stasiun Tube di Heathrow airport. Di pintu keluar ada penunjung Tube sekitar 5 meter dari depan pintu. Pengunjung hanya perlu jalan mengikuti petunjuk tersebut, yakni berjalan mengikuti lorong bawah tanah menuju stasiun. Kartu Oyster tersebut dapat digunakan di Tube dan semua bis double dek di Kota London (Bis 2 lantai brwarna merah menyala).
6. Hotel dengan harga yang tidak terlalu mahal dan nyaman (sudah termasuk makan pagi) terletak di pinggiran kota. Karena itu, jika ingin nginap di hotel dengan biaya terjangkau (1 - 2 juta rupiah per malam), sebaiknya mencari hotel di pinggiran kota  yang terletak dekat stasiun Tube untuk memudahkan akses ke pusat kota. Holiday Inn Express Greenwich merupakan salah satu hotel yang saya rekomendasikan. Menggunakan Tube dari terminal 4 Heathrow airport ke hotel ini butuh waktu sekitar 1 jam - dengan catatan harus sekali pindah Tube (seperti dari Bekasi menunju Tanah Abang, harus ganti komuter di Manggarai). Hotelnya bagus, bersih, stafnya ramah, makan paginya lengkap. Saya bahkan bisa mengambil buah sebagai bekal makan siang saat keliling kota London. Jarak hotel dengan halte bis sekitar 25 meter (ada 2 halte bis dekat hotel, yakni di depan dan belakang dengan jarak yang hampir sama). Dari stasiun Tube North Greenwich ke Hotel bisa berjalan kaki sekitar 7  menit. Jika menggunakan bis, hanya sekitar 2 menit. Dari stasiun Tube, turun di halte pertama yang dilewati bis 402.
7. Jika kebelet kencing, maka pilihan tercepat adalah resto makanan cepat saji seperti Mc.D. Untuk itu, pengunjung sebaiknya membeli sesuatu sebagai alasan untuk dapat menggunakan toilet. Namun jika kondisi memungkinkan seperti adanya antrian, maka anda bisa pura-pura ikut ngantri, lalu keluar dari antrian ke toilet. Selesai menggunakan toilet, anda bisa segera keluar dari resto tersebut, jika tidak ingin membeli minuman atau makanan (cara ini yang saya gunakan). Tidak semua stasiun Tube memiliki toilet. Di beberapa tempat, tersedia toilet berbayar yang terletak di luar stasiun.
8. Cara tercepat menikmati tempat-tempat wisata di kota London adalah menggunakan bis khusus untuk tour seperti City Sight Seeeng atau London Bus Tour. Tiketnya bisa dibeli online di www.hoponhopoffplus.com/london atau www.bigbustours.com/london. Selain penjualan atau pembelian online, anda juga dapat membeli tiket langsung di karyawan tour yang standby di halte-halte bis-bis tersebut. Untuk tour ke luar kota tersedia London tersedia banyak pilihan. Salah satu yang bisa digunakan adalah yang telah saya coba gunakan yakni expatexplorer yang dapat diakses melalui website www.expatexplorer.com.
9. Jika anda memutuskan menggunakan bis hop on hop off, maka saya sarankan beli tiket yang hanya berlaku 1 hari. Tujuannya adalah anda bisa berkeliling ke banyak tempat dalam 1 hari. Setelah itu, anda bisa melanjutkan sendiri menggunakan transportasi umum lainnya seperti Tube dan bis atau menggunakan London Pass. Jika anda ingin menggunakan hop on dan hop off bersama dengan London Pass, maka saya sarankan kedua fasilitasi tersebut digunakan pada hari berbeda. Misalnya pada hari pertama menggunakan fasilitas hop on dan hop off untuk secara umum mengetahui semua tempat wisata di London terlebih dahulu. Hari-hari berikutnya baru menggunakan London Pass. Oleh karena kebanyakan tempat wisata buka jam 9.30 atau bahkan jam 10pagi lalu tutup jam 5 atau 5.30 sore, maka penggunaan 2 fasilitas wisata tersebut pada hari yang sama akan tidak maksimal keuntungannya bagi pengguna.
10. Ekstra waspada terhadap tas / barang bawaan. Sebaiknya hanya membawa 1 ransel yang dikunci dan digantung depan dada jika berada di keramaian.
11. Perhatikan larangan-larangan, misalnya larangan memotret dan lain-lain agar tidak malu karena ditegur para petugas jika larangan dilanggar.
12. Jika anda melancong sendiri dan ingin dipotret di tempat-tempat kunjungan, anda bisa meminta sesama pelancong yang pasti selalu ada di tempat-tempat tersebut. Untuk itu, pilih salah satu pelancong dari anggota rombongan (yang terlihat berjalan dalam 1 group), atau minta tolong pelancong yang berpasangan. Manfaatkan juga peluang, jika ada pelancong lain yang meminta bantuan anda untuk memotret dia atau rombongannya, anda bisa minta bantuan yang sama.


Kamis, 12 Juni 2014

KELILING LONDON : Sungai Thames, Katedral St. Peter dan Millenium Bridge

Tulisan Kesebelas
SUNGAI THAMES, KATEDRAL ST. PAUL DAN MILLENIUM BRIDGE


Tower Bridge dari atas Thames Cruise
Saya akhirnya memutuskan sudah saatnya meninggalkan kompleks Tower of London setelah puas berkeliling, melihat-lihat dan juga mengambil foto-foto kenangan. Awan kelabu dan gerimis masih terus menyirami London, namun para pelancong terus datang silih berganti. Secara perlahan saya turun dari lantai dua benteng istana Tower of London dan berjalan ke gerbang keluar yang sudah tidak dijaga lagi karena jam berkunjung telah berakhir. Sekeluarnya dari gerbang, saya lalu berhadapan dengan sungai Thames yang membentang di samping kiri saya. Karena tiket city sight seeing yang saya pegang termasuk penggunaan paket Thames cruise alias menyusuri sungai Thames  menggunakan kapal sambil melihat-lihat kota London dari sungai, maka saya memutuskan menggunakannya walau gerimis terus menerus mendera.

Saya lalu ikut antrian menunggu kapal yang akan bergerak dari dermaga di bagian belakang Tower of London atau depan Tower Bridge menuju ke Big Ben. Sekitar 5 menit, kapal yang ditunggu merapat ke dermaga, menurunkan para pelancong yang naik dari dermaga Big Ben, lalu menaikan para pelancong yang sedang menunggu di dermaga Tower of London. Secara perlahan-lahan antrian mulai memendek karena para pengantri  mulai berpindah ke atas kapal mencari tempat duduk masing-masing. Saya hanya butuh menunjukan tiket city sight seeing yang saya pegang lalu petugas pemeriksa tiket mempersilahkan saya bergabung dengan pelancong lainnya.

Kapal terbagi atas tiga dek, yakni bawah, tengah dan atas. Dek bawah yang tertutup sepertinya diperuntukan bagi kru, toilet dan juga ruang mesin. Dek tengah diperuntukan bagi para pelancong sehingga dibuat terbuka  samping kiri, kanan dan bagian belakangnya dilengkapi banyak kursi yang tersusun rapi menyisahkan 2 lorong di kiri dan kanan sebagai jalan masuk dan keluar. Hampir seluruh
Pemandu yang sedang cuap-cuap di atas kapal
dek atas terbuka dilengkapi deretan bangku yang hanya menyisahkan satu lorong di tengah pagi para pelancong maupun kru kapal berlalu-lalang.

Saya memutuskan mengambil tempat duduk di dek atas sehingga dapat menikmati pemandangan secara lebih leluasa. Beruntung saya masih menyimpan mantel plastik putih yang dibagikan di atas bis city sight seeing sehingga saya dapat menggunakan mantel tersebut sambil duduk di dek terbuka atas kapal. Saat kapal mulai bergerak menyusuri sungai Thames, di depan kapal tampil seorang pemuda berkaus putih bercelana pendek biru dongker dilengkapi pelampung mulai cuap-cuap menjelaskan dinamika sosial di sepanjang sungai Thames dalam perjalanan sejarah Inggris, termasuk sejarah kehadiran berbagai bangunan tua dan modern serta jembatan-jembatan yang dilalui kapal tersebut. Salah satu yang menarik adalah
Waterloo Bridge
sejarah Waterloo Bridge yang dulunya bernama Ladies Bridge karena kanon katanya, jembatan tersebut dibangun oleh para perempuan London. Pada saat jembatan tersebut dibangun, para lelaki sedang pergi bertempur di medan perang sehingga para perempuan lah yang membangun jembatan tersebut. Berbagai bangunan modern yang  muncul belakangan seiring perjalanan Inggris dalam sejarah bangsa-bangsa juga tak lupat dari cuap-cuap pemandu yang menceritakan sejarah kelahiran bangunan-bangunan tersebut, penggunaan / fungsinya hingga siapa pemilik bangunan / gedung-gedung yang kelihatan dari sungai yang dilalui. Pemandu juga menjelaskan perbedaan antara Tower Bridge dan London Bridge yang sering keliru dipersepsikan oleh para pelancong.  Kedua jembatan tersebut merupakan jembatan yang berbeda dengan sejarah panjang yang berbeda pula. Saya lalu teringat saat melewati London Bridge yang tidak terlalu kelihatan keunikan arsitekturnya - kelihatan seperti jembatan-jembatan modern biasa lainnya di London ataupun dunia. Sangat berbeda dengan Tower Bridge yang langsung terlihat keunikannya saat terlihat.

Diiringi gerimis, para pelancong terus menerus mengagumi berbagai bangunan bersejarah sepanjang sungai Thames. Pemandu terus menjelaskan dalam aksen Inggrisnya yang sangat kental sambil sesekali menyelingi penjelasannya dengan humor membuat saya kadang tersenyum atau bahkan tertawa seperti pelancong lainnya. Tak berasa 45 menit telah berlalu sejak kapal mulai mengangkat
The Shard of London - Salah satu bangunan tertinggi di Eropa
sauh dari dermaga Tower of London. Akhirnya kapal pun membuang jangkarnya di dermaga Big Ben. Sang pemandu telah menunggu di pintu keluar memegang ember kecil untuk pemberian tips dari para pelancong. Saya memasukan 5 Euro ke dalam ember tersebut. Sang pemandu masih sempat menanyakan asal negara saya sehingga dengan bangga saya menjawab Indonesia. Mungkin karena tip yang saya berikan cukup besar sehingga pemandu ingin mengetahui dari mana asal negara saya - yang saya tahu pasti mungkin dia belum pernah mengetahui ataupun mendengarnya. Sambil tersenyum dia hanya mengangguk-angguk sambil menjabat tangan saya lalu mengucapkan selamat jalan.

Saya melangkah keluar dari kapal mengikuti pelancong lain yang beiringan keluar. Dari dermaga hanya butuh beberapa langkah mendaki ke atas jalan di depan Big Ben yang berseberangan dengan stasiun undergound (tube) Westminster. Saya sempatkan mampir di kios-kios souvenir yang berjejer sepanjang pinggir jembatan ke pertigaan yang memisahkan jembatan dengan stasiun. Setelah melihat beberapa souvernirs lalu tawar-menawar, membayar dan mengambil barang lalu melangkah meninggalkan tempat tersebut kembali ke arah gereja Westminster di depan lapangan berumput
Jalan keluar di pinggir sungai Thames
coklat yang membentang memisahkan kawasan gereja tersebut dengan Big Ben, Taman patung Nelson Mandela (saya tidak tahu nama taman tersebut, namun karena di taman tersebut beriri patung Nelson Mandela, maka saya sebut saja taman Patung Nelson Mandela) serta stasiun Westmister. Saya  mengamat-amati kawasan sekitar sambil melihat peta untuk mencari halte bis sight seeing terdekat. Akhirnya saya menutuskan untuk menunggu bis city sight seeing di sebelah jembatan yang mengarah ke London Eye di belakang saya. Saya lalu berjalan kembali ke arah stasiun Westminster bersama ratusan orang yang sedang berjejalan lalu lalang di kawasan tersebut. Karena hari masih cukup terang walau telah jam 7 malam, saya memutuskan untuk mengunjungi Katedral St. Paul.

Sama seperti gambaran perjalanan sebelumnya menggunakan bis city sight seeing, saya pun tiba di depan Katedral megah tersebut. Kubah putih keabuannnya menjulang dari antara bangunannya yang juga berwarna senada.  Seperti umumnya bentuk gereja-gereja di Eropa pada abad pertengahan. Katedral St. Paul pun terlihat agung dengan dinding tembok tebal. Katedral ini memiliki 2 pintu menghadap jalan yang melintas di depannya. Satu pintu menghadap jalan raya tanpa terhalang gedung lain, sedangkan pintu lainnya menghadap jalan yang melintas di sampingnya
Depan Katedral St. Paul 
sekaligus menghadap suatu jalan lorong menuju  Millenium Bridge yang terletak sekitar 100 meter dari jalan tersebut. Oleh karena jam kunjungan telah lewat, maka pintu-pintu Katedral telah tertutup rapat, saya hanya dapat mengagumi keindahan dan kekokohan bangunan sekaligus arsitekturnya dari luar. Setelah itu secara perlahan saya berjalan menyusuri jalan lorong yang berhadapan dengan pintu samping Katedral menuju ke Millenium Bridge. Hanya sedikit orang yang melintas, termasuk seorang perempuan yang sedang jogging sore karena suasananya seperti senja di Jakarta walau jarum jam telah melewati jam 7 malam. Sebelum kaki menapaki Millenium Bridge terlebih dahulu saya membaca semacam prasasti berisi informasi tentang jembatan tersebut - yang diresmikan oleh Ratu Elisabeth.

Nama resmi jembatan Millenium tersebut adalah London Millennium Footbridge. Jembatan ini dibangun pada tahun 2000 menggunakan konstruksi baja sebagai jembatan penyeberangan orang (tidak untuk kendaraan) yang melintasi sungai Thames yang menghubungkan kawasan bernama Bankside dengan City of London. Panjang jembatan 114 meter dengan lebar 4 meter, diresmikan pada 10 Juni 2000. Dua hari setelah peresmiannya, penggunaan jembatan tersebut ditutup  hampir selama 2 tahun untuk perbaikan karena saat digunakan dalam 2 hari pertama setelah peresmiannya,  jembatan selalu berayun saat dilewati para pejalan kaki. Penggunaannya dibuka kembali pada tahun 2002. Walau demikian, saat saya berjalan diatasnya pada tanggal 24 Agustus 2013, saya  masih merasakan sedikit goyangan saat para pejalan kaki lainya berlalu lalang diatasnya.
Di atas Millennnium Bridge - Katedral St Paul
di latar belakang
Sisi Selatan Jembatan terletak dekat Globe theatre, Bankside Gallery dan Tate Modern, sedangkan sisi Utaranya terletak dekat City of London School yang terletak di bawah St. Paul's Cathedral, demikian menurut Wikipedia.com. Setelah berjalan-jalan beberapa menit juga berdiri menyandar di pinggiran jembatan di atas sungai Thames menikmati udara malam dan memperhatikan kapal-kapal yang hilir mudik di bawah jembatan dan para pejalan kaki yang melewati jembatan serta setelah mengambil beberapa foto, saya lalu berjalan kembali ke arah Katedral St. Paul. Sekitar 10 meter dari jalan yang membentang di sisi Selatan Katedral, saya belok kanan menuju suatu taman kecil yang terletak di antara jalan tersebut dengan sejumlah bangunan di seberangnya. Setiba di taman, saya memutuskan duduk beristrahat sambil minum dan makan sandwich yang saya simpan di ransel sekaligus mengamat-amati kawasan sekitar taman yang mulai diterangi lampu2 taman, lampu jalan dan juga lampu kendaraan yang lalu lalang di jalan depan tanam. Lebih jauh ke Selatan, samping kiri belakang bangku taman yang saya duduki nampak sekumpulan orang masih dalam pakaian kerja sedang kongkow-kongkow di semacam cafe - terlihat dari gelas-gelas minum yang dipegang orang-orang tersebut serta senda gurau dan canda tawa yang sesekali terdengar telinga ku. Kebanyakan dari mereka berdiri di luar bangunan cafe - kondisi yang sangat berbeda dengan cafe-cafe di Jakarta - dimana para pengunjungnya selalu disediakan tempat duduk yang nyaman dan fasilitas wifi untuk berselancar di dunia maya. Sepertinya kebanyakan cafe yang menjadi tempat nongkrong kelas pekerja menengah di Eropa mememiliki tempat duduk terbatas bagi pengunjungnya
Millenium Bridge dari atas sungai Thames
sehingga kebanyakan pengunjung selalu berdiri sambil menenteng gelas minum masing-masing. Suasana yang sama saya temui saat berkunjung ke Sevilla, Spanyol pada bulan Oktober tahun 2011. Saat di Sevilla, seorang teman asal Italia mengajak bertemu dan kongkow di salah satu cafe di kota tersebut - dimana kursinya sangat terbatas sehingga kebanyakan pengunjungnya berdiri saja sambil menikmati minuman, snacks dan ngobrol dengan teman masing-masing.

Prasasti peresmian oleh Ratu Elizabeth 
Setelah sekitar 30 menit beristrahat di taman tersebut, saya lalu memutuskan pulang ke hotel untuk packing dan beristrahat mempersiapkan keberangkatan esok hari tanggal 24 Agustus ke Paris - Prancis. Saya lalu mempelajari peta serta mencari informasi nomor bis yang akan saya tumpangi dari halte tersebut menuju North Greenwich. Setelah mendapatkan nomor bis dan rute serta petunjuk dimana saya harus turun untuk berganti bis atau Tube, saya lalu bangun dari bangku taman dan secara
perlahan berjalan ke arah halte yang berjarak sekitar 10 meter dari tempat saya duduk. Sekitar 5 menit menunggu di halte, bis yang saya tunggu berhenti, saya lalu bergegas naik, menempelkan karcis elektronik yang saya pegang ke alat pembaca di samping sopir - lalu berjalan ke dalam dan naik ke dek atas agar bisa duduk menikmati malam di Kota London dari atas bis. Singkat cerita, saya akhirnya tiba di hotel Holiday Inn Express Greenwich, tempat saya nginap selama berada di London. Sebelum mandi dan beristrahat, saya memutuskan mengemas kembali barang-barang bawaan ke koper sehingga tidak kerepotan di pagi hari saat harus berpindah ke Paris. Setelah itu, saya mandi air hangat dan tidur lelap hingga pagi hari.

Big Ben dari atas sungai Thames


JELAJAH INDONESIA. Pulau Rote & Ndana: Menjejaki Negeri Para Leluhur

1 perahu dari Pelabuhan Oeseli, Pulau Rote  Akhirnya, perahu nelayan milik Pak Ardin membawa kami mendekati tepi pantai Pulau Ndana. Tep...